This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

09 Januari 2009

Sabarlah...

Sabar. Kalimah yang begitu mudah diucapkan. Namun berapa ramai
antarakita yang bersabar dalam apa jua suasana dan ketika. Adakah
sabar itu mempunyai batasnya ?. Sabar yang bagaimana sehingga ia
diiktiraf sebagai sebahagian dari iman ? Adakah kita tergolong dalam
golongan orang yang bersabar lalu kita terpilih menjadi kesayangan
Allah SWT ?.

"Dan berapa ramai para nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi
lemah (mental) kerana bencana yang menimpa di jalan Allah, tidak
lesu (dalam penampilan), dan tidak menyerah (dalam aktiviti). Allah
menyukai orang-orang yang sabar." (QS Ali Imran: 146)

Salah satu sifat apabila berada pada diri seseorang nescaya Allah
akan mencintainya adalah sifat sabar. Al Qur'an banyak menyebut
sifat ini baik dalam surah–surah Makiyah (turun di Mekah) mahupun
Madaniyah (turun di Madinah). Bahkan, sabar merupakan sifat para
nabi pilihan (ulul `azmi).

"Maka bersabarlah kalian seperti ulul `azmi (orang-orang yang
memiliki keteguhan hati dari para rasul) telah bersabar." (QS al-
Ahqaaf : 35)

Menurut Imam Ghazali, sabar adalah sifat khas manusia yang tidak
dimiliki makhluk-makhluk lain. Oleh itu, sabar amat penting dan
utama dalam mengharungi kehidupan. Seorang petani, tidak mungkin
menuai hasil tanaman padi apabila dia tidak sabar menunggu dan
menjaga serta merawat tanamannya. Seorang pelajar atau mahasiswa
pula tidak mungkin lulus apabila tak sabar menempuhi pelajaran dari
hari ke hari.

Bahkan kemaksiatan yang tumbuh dalam masyarakat juga disebabkan oleh
manusia yang tidak sabar dalam menghadapi kehidupan dunia yang penuh
dinamik. Abu Thalib al Makky berkata, "Banyaknya kemaksiatan yang
dilakukan oleh seseorang kerana dua perkara. Pertama kerana
sedikitnya kesabaran terhadap sesuatu yang disenangi atau disukai.
Kedua kerana sedikitnya kesabaran terhadap sesuatu yang tidak
disukai."

Namun demikian, masih ramai umat Islam yang keliru dalam memahami
ertikata sabar. Ada yang menyangka, sabar bererti `mengusap dada'
setiap kali menghadapi masalah hidup. Ada pula yang mengungkap sabar
itu ada batasnya, lalu apabila sampai dibatasnya kesabaran akan
hilang !. Adakah ini sudah memadai untuk dinamakan sabar?.

Dari ayat 146 surah Ali Imran, menunjukkan sekurang-kurangnya
terdapat tiga kriteria orang sabar. Pertama, maa wahanu (tidak
pengecut atau tidak lemah mental). Apabila berhadapan dengan
kesulitan hidup, dia memiliki self control mechanism. Dia segera
menstabilkan emosi dan mentalnya, sebelum orang lain
mengingatkannya. Nasihat orang lain agar dia bersabar hanya
berperanan sebagai supplementary factor bagi stabiliti dirinya.

Pada suatu ketika, Rasulullah SAW melintasi sebuah kawasan
perkuburan. Baginda melihat seorang ibu menangis tersedu-sedu sambil
menutup mukanya di atas pusara anaknya yang baru saja dimakamkan.
Nabi menghampiri seraya bersabda, "Wahai ibu, bertaqwalah kepada
Allah dan bersabarlah."

"Engkau tak tahu apa yang aku rasakan." Katanya.

Nabi pun meninggalkannya. Seorang sahabat yang menyaksikan peristiwa
tersebut, berkata kepada wanita tadi, "Adakah engkau tahu, siapa
yang berbicara denganmu tadi? Itu adalah Rasulullah SAW !.

Wanita itu terkejut. Bergegas dia mengejar Nabi Muhammad SAW ingin
meminta maaf atas kelancangan perilakunya. Ketika bertemu, Nabi SAW
bersabda, "Sesungguhnya sabar yang sejati hanyalah pada saat
seseorang terkena musibah untuk kali yang pertama!"

Ciri orang sabar yang kedua adalah maa dha'ufuu (tidak lesu – dari
segi penampilan). Seseorang yang sabar tidak pernah merasa perlu
menampilkan kesedihan atau kesulitan masalahnya kepada orang lain.
Dia pantang menampilkan kelesuan di raut wajahnya, betapa sulit pun
masalah yang dihadapi. Dia sedar betul bahawa tiada manusia di dunia
yang luput dari masalah. Secanggih mana pun seorang pakar psikiatri
atau psikologi dalam menangani masalah orang lain, nescaya dia juga
tidak terlepas dari bebanan masalah. Walaupun mungkin orang sabar
harus menampilkan kelemahan diri, maka dia sampaikan kepada Allah
SWT di kesunyian malam melalui salat tahajud.

Ketiga, mastakaanuu (tidak menyerah atau tunduk - dari segi
aktiviti). Seorang yang sabar sentiasa memelihara ketekunan dan
ketahanan dirinya. Dia sentiasa gigih dalam usaha mencapai
sasarannya. Dia seorang yang tak kenal perkataan putus asa. Tidak
ada dalam kamus hidupnya putus harapan. Dia tak mudah patah semangat
apabila berhadapan dengan kegagalan. Dia bukanlah seorang pesimis,
malah selalu memelihara dan mengembangkan sikap optimis dalam
hidupnya. Jika dia menemui kegagalan hari ini, dia akan cuba sekali
lagi keesokan harinya. Jika esoknya dia masih gagal, dia cuba
kembali pada hari lusanya. Bila setelah sekian kali menemui
kegagalan, maka dia akan membuat keputusan untuk mengubah usahanya
ke bidang yang lain. Yang pasti dia tak akan pernah memilih untuk
duduk diam, tanpa usaha.

Seringkali manusia lupa bahawa hidup di dunia berbeza dengan di
akhirat. Di akhirat segala sesuatu menjadi serba kekal. Seseorang
hanya akan merasakan bahagia yang terus menerus di dalam syurga,
atau sebaliknya mendapat siksa yang kekal di neraka jahannam.
Sebaliknya kehidupan di dunia bersifat fana, nisbi dan penuh
dinamik. Suka duka, berjaya gagal, rahmat dan bencana datang silih
berganti. Pada suatu ketika seseorang itu berada di atas manakala
pada ketika yang lain dia berada di bawah. Dalam suasana yang
dinamik inilah amat diperlukan sifat sabar.

Keluarga, salah satu guru dalam kehidupan

Dua buah hati disatupadukan untuk bisa saling memahami. Kelihatannya sulit namun sebenarnya mudah. Ketika dua hati sudah berkomitmen untuk bersatu, maka harus ada kesepahaman diantara keduanya. Saat itu diri harus segera memahami bahwa ia tidak lagi mutlak menjadi miliknya sendiri namun sudah terbagi menjadi dua dalam arti orang lain juga berhak atas dirinya, tidak memikirkan sesuatu yang seharusnya memang sudah tidak perlu dipikirkan.

Moslem_family

Memang tidak mudah bila baru dibayangkan, semua perlu dicoba, step by step, selangkah demi selangkah. Berbagi rasa, tidak ada rahasia diantara keduanya, memahami antara yang satu dengan yang lain, saling mempercayai, tidak berkhianat dalam segala dan adanya perhatian diantara keduanya terhadap hal-hal yang kecil adalah langkah awal untuk menjalin sebuah ikatan berumah tangga yang sakinah.
Tidak perlu mencari kekurangan dari yang lain karena semua akan saling melengkapi. Bukankah akan nampak lebih indah bila dapat saling memberi dan menerima ?. Seorang istri tidak senantiasa dituntut untuk selalu kalah pandai dari suami demikian juga sebaliknya suami juga tidak senantiasa dituntut untuk lebih pandai dari istri, kecuali mungkin dalam hal pengetahuan agama sangat lebih baik jika suami lebih tahu dari istri karena suami adalah penanggung jawab segala hal yang terjadi dalam rumah tangganya, dunia akherat. Namun semua memang perlu belajar, kehidupan berumah tangga merupakan satu madrasah (sekolah) yang sangat baik untuk menempa diri menjadi manusia dewasa. Jalani dan jalani, semua akan baik-baik saja. Allah lebih tahu apa yang seharusnya terjadi pada hamba-Nya.

* Tulisan ini khusus dipersembahkan bagi mereka yang menjalin suatu ikatan cinta kasih untuk memenuhi sunnah Rosul-Nya.
 Tulisan seorang hamba yang menjadi murid setiap jengkal kehidupannya.

Modernisasi

Modernisasi adalah…………….
Ketika para pembantu dan buruh menyisihkan sebagian penghasilannya untuk dibelikan handphone bekas pakai agar dapat dipamerkan dikampungnya saat lebaran, padahal uang ratusan ribu itu akan lebih bermanfaat jika dibelikan kambing, ayam, atau buat beli pupuk yang harganya melambung tinggi.
Modernisasi adalah…………..
Ketika para gadis kota maupun desa dengan menggunakan rok membonceng sepeda motor laiknya laki-laki, entah dia pakai celana dalam atau tidak yang jelas sungguh menakjubkan.
Modernisasi adalah ………
Komunitas girli (pinggir kali) yang menabung untuk bisa makan malam di MC. Donald atau KFC bersama teman atau anggota keluarga lainnya pada akhir pekan, sementara pada musim hujan mereka harus jongkok di atap rumah-rumah yang kebanjiran
Modernisasi adalah………..
Para gadis desa yang lugu dan polos dengan pakaian ketatnya yang menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya serta gambar segitiga dipantatnya seperti para artis yang setiap hari dipelototinya di depan tv.
Modernisasi adalah…………….
Para kaum muslimah yang memakai jilbab yang ujungnya dicekikkan ke lehernya dengan pakaian ketat yang memperlihatkan dadanya yang busung yang membuat mata setiap kaum laki-laki tak mampu berkedip.
Modernisasi adalah …………….
Para muda yang saling melumat bibir, berpelukan, dan meraba, merasakan dunia hanya milik berdua dipojok-pojok trotoar, taman kota, atau keremangan pinggir jalan.
Modernisasi adalah …………………….
Ketika setan terbahak-bahak di setiap sudut hati dan pembuluh darah mentertawakan ketololan dan kedunguan kita.
Modernisasi adalah ……………….
31
Ketika surga sudah tidak dipercaya dan neraka adalah penakut anak yang tidak mau tidur.
Modernisasi adalah ……….
Ketika Tuhan sudah hilang dari hati
Modernisasi adalah …………..
Ketika kau selesai membaca tulisan ini dan tak menyadari bahwa semua harus segera dibenahi, minimal dari dirimu sendiri.
Modernisasi adalah………………
ketika kiamat sudah dekat

Sabarlah sahabatku....

Hidup adalah satu ujian
Setiap kesukaran yang dihadapi dengan tabah
Akan melayakkan diri untuk semakin hampir kepada Allah swt


“ dan sungguh akan Kami berikan cubaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:155)



Adakah bilamana sukar untuk mengikut arahan Allah swt
Maka kita akan mengalah dan menjauhkan diri dari jalan Allah swt


“ dan apabila manusia ditimpa bahaya Dia berdoa kepada Kami dalam Keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, Dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah Dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.”(Yunus:12)


Seeloknya bilamana kita menghadapi sesuatu kesulitan
Maka segala usaha untuk mengatasi kesulitan tersebut hendaklah digabungkan dengan doa serta tawakal kepada Allah swt





(Al-Baqarah, 2:214): “Ataukah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang yang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan digoncang (dengan berbagai cubaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, “Kapankah datang pertolongan Allah?”. Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”






(At-Taubah, 9:16) : “Apakah kamu mengira bahawa kamu akan dibiarkan (begitu saja), padahal Allah belum mengetahui orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”


(Al-Imran, 3;142) : “Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum nyata bagi Allah orang –orang yang berjihad diantara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar”


(Al-ankabut, 29:2) : “Apakah manusia mengira bahawa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak akan diuji?


Setiap kesabaran dan tawakal yang bulat kepada Allah swt
Pasti akan ada ganjaran yang tidak ternilai harganya


(At-Talaq, 65:3): “dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.”


Dalam menangani kesulitan
Wajib bagi setiap diri muslim untuk memilih jalan yang islamik

Maknanya jalan Islam itu wajib diguna pakai bagi setiap tempat dan situasi
Tidak boleh bertukar-tukar jalan, sekejap Islam dan sekejap tidak
Dikhuatiri dosa meninggalkan jalan Islam itu tidak terampun
Lebih buruk kalau mati bukan diatas jalan Islam
Nauzubillah..



Tatkala wafatnya Rasululah saw, Abu Bakar ra telah bangkit dihadapan sekalian sahabat dan berkata dengan tegas:

" Wahai sekalian manusia! Sesiapa dikalangan kamu yang menyembah Sayyidina Muhammad s.a.w maka sesungguhnya nabi Muhammad telah wafat dan sesiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah terus hidup dan tidak akan mati".


Selepas itu beliau membaca ayat 144 surah ali Imran yang bermaksud :

Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah jika baginda wafat atau dibunuh maka kamu akan berpaling tadah (murtad)?. Sesiapa yang berpaling tadah maka dia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun. Dan Allah akan memberi balasan kepada mereka yang bersyukur


.................................................................................................................................

Tegaklah manusia di jalan Allah swt
Usah khuatir dan bersedih apabila seruan tidak diendahkan
Bertegaslah dengan memilih jalan Islam tatkala wajib memilih diantara dua



Firman Allah dalam ayat 128 dan 129 surah at-Taubah yang bermaksud:

Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah : "Cukuplah Allah bagiku, tiada tuhan selain Dia, hanya kepadaNya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung".




(Al-An’am,6:69): “Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggungjawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajipan) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa.”

Gula


Tak ada yang lebih gusar melebihi makhluk Allah yang bernama gula pasir. Pemanis alami dari olahan tumbuhan tebu ini membandingkan dirinya dengan makhluk sejenisnya yang bernama sirop.

Masalahnya sederhana. Gula pasir merasa kalau selama ini dirinya tidak dihargai manusia. Dimanfaatkan, tapi dilupakan begitu saja. Walau ia sudah mengorbankan diri untuk memaniskan teh panas, tapi manusia tidak menyebut-nyebut dirinya dalam campuran teh dan gula itu. Manusia cuma menyebut, "Ini teh manis." Bukan teh gula. Apalagi teh gula pasir.

Begitu pun ketika gula pasir dicampur dengan kopi panas. Tak ada yang mengatakan campuran itu dengan 'kopi gula pasir'. Melainkan, kopi manis. Hal yang sama ia alami ketika dirinya dicampur berbagai adonan kue dan roti.

Gula pasir merasa kalau dirinya cuma dibutuhkan, tapi kemudian dilupakan. Ia cuma disebut manakala manusia butuh. Setelah itu, tak ada penghargaan sedikit pun. Tak ada yang menghargai pengorbanannya, kesetiaannya, dan perannya yang begitu besar sehingga sesuatu menjadi manis. Berbeda sekali dengan sirop.

Dari segi eksistensi, sirop tidak hilang ketika bercampur. Warnanya masih terlihat. Manusia pun mengatakan, "Ini es sirop." Bukan es manis. Bahkan tidak jarang sebutan diikuti dengan jatidiri yang lebih lengkap, "Es sirop mangga, es sirop lemon, kokopandan, " dan seterusnya.

Gula pasir pun akhirnya bilang ke sirop, "Andai aku seperti kamu."
**
Sosok gula pasir dan sirop merupakan pelajaran tersendiri buat mereka yang giat berbuat banyak untuk umat. Sadar atau tidak, kadang ada keinginan untuk diakui, dihargai, bahkan disebut-sebut namanya sebagai yang paling berjasa. Persis seperti yang disuarakan gula pasir.

Kalau saja gula pasir paham bahwa sebuah kebaikan kian bermutu ketika tetap tersembunyi. Kalau saja gula pasir sadar bahwa setinggi apa pun sirop dihargai, toh asalnya juga dari gula pasir. Kalau saja para pegiat kebaikan memahami kekeliruan gula pasir, tidak akan ada ungkapan, "Andai aku seperti sirop!"




Seorang anak mengungkapkan rasa penasarannya kepada ayahnya. “Yah, seperti apa sih rupa gunung itu?” Sang ayah tidak menjawab. Ia hanya bilang, “Baiklah, kita berangkat menuju gunung. Akan kamu lihat seperti apa wajah gunung itu.”

Berangkatlah mereka berdua dengan mengendarai mobil. Perjalanan lumayan lama, karena jarak antara tempat tinggal mereka dengan gunung terdekat bisa menghabiskan waktu empat jam dengan mobil. Jarak yang lumayan jauh. Bahkan sangat jauh untuk ukuran seorang anak usia enam tahun.

Ketika perjalanan sudah menempuh hampir separuh jarak, anak itu berteriak, “Hore, gunungnya sudah kelihatan.” Dari balik kaca mobil, sebuah gunung membiru terlihat begitu anggun. Puncaknya menjulang ke langit nan biru dan menembus awan putih. “Oh, indahnya gunung itu,” ucap sang anak. Ia benar-benar kagum.

Mobil pun terus melaju. Jalan yang ditempuh tidak lagi lurus dan datar, tapi sudah berkelok dan naik turun. Wajah gunung pun terlihat hijau karena dedaunan pohon mulai tampak walaupun cuma didominasi warna. Anak itu berujar lagi, “Oh, ternyata gunung itu berwarna hijau. Ada pohon-pohon kecil yang berjajar.”

Sambil menikmati pemandangan sekitar, anak itu pun menyanyikan lagu: “Naik naik ke puncak gunung, tinggi tinggi sekali…” Hingga, perjalanan berhenti pada sebuah dataran yang sangat tinggi. Dari situlah mereka bukan hanya bisa melihat wajah gunung yang asli, tapi juga bisa memegang dan menginjak gunung. Mereka sudah berada di puncak gunung.

“Gunungnya mana, Yah?” tanya anak itu keheranan. “Inilah wajah gunung yang kamu cari, tanah yang sedang kita injak,” jawab sang ayah sambil menunjuk ke tanah yang menanjak dan menurun. Anak itu agak heran. “Ini? Tanah yang gersang ini? Tanah yang cuma berisi batu dan pohon-pohon kecil dengan air sungainya yang keruh?”

Sang ayah mengangguk pelan. Ia menangkap warna kekecewaan yang begitu dalam pada diri anaknya. “Anakku, mari kita pulang. Mari kita nikmati wajah gunung dari kejauhan. Mungkin, dari sanalah kita bisa mengatakan bahwa gunung itu indah…”

***

Ketika seseorang sudah menjadi ‘gunung-gunung’ di masyarakatnya. Di mana, wajahnya bisa dilihat orang banyak, suaranya didengar banyak orang; akan muncul penasaran orang-orang yang melihat dan mendengar tokoh baru itu. Mereka ingin tahu, seperti apakah wajah sang tokoh ketika dilihat dari dekat: perilakunya, kehidupan rumah tangganya, dan hal-hal detil lain.

Sayangnya, tidak semua ‘gunung’ yang terlihat indah ketika jauh, benar-benar indah di saat dekat. Para peminat yang ingin dekat dengan ‘gunung’ itu pun pasti kecewa. Ternyata, ‘gunung’ yang dari jauh indah itu, menyimpan banyak cacat. Keindahannya semu.

Mari, kita bangun ‘gunung-gunung’ diri yang benar-benar indah: baik dari jauh, apalagi dekat. Jangan biarkan mereka yang semula kagum, menjadi kecewa. Jangan sampai ada orang-orang yang berujar persis seperti sang ayah bilang, “Anakku, mari kita menjauh. Mungkin hanya dari kejauhanlah, kita bisa mengatakan bahwa ‘gunung’ itu indah…”

Cermin


"Ternyata, aku cakep!" ujarnya setelah memastikan kalau bayangan itu memang benar-benar diri kancil sendiri. Dan, kancil pun melompat-lompat kegirangan. Tiap kumpulan hewan yang ia lalui seolah tersenyum memandangi dirinya. Bisikan yang selalu ia yakini pun mengatakan, "Kancil cakep, Ya! Kancil cakep!"

Begitu seterusnya hingga hewan periang ini menemukan genangan air yang lain. Warna air itu agak kusam. Beberapa dahan pohon yang mulai membusuk dalam air seperti memberi warna hijau pekat. Dan bayang-bayang yang dipantulkan genangan itu pun akan menjadi kusam.

"Hei, kenapa wajahku seperti ini?" teriak kancil sesaat setelah memandangi bayangan wajahnya dari permukaan genangan air itu. Ia jadi kian penasaran. Terus ia pandangi genangan itu seolah mencari detil-detil kesalahan. Tapi, bayangan itu tak juga berubah. Ia terlihat kusam, kumuh. Bulu-bulu coklatnya yang bersih tak lagi tampak seperti apa adanya. "Ternyata aku salah! Aku tidak cakep!" keluh kancil sambil beranjak meninggalkan genangan air.

Berjalan agak lunglai, kancil membayangkan sesuatu yang tak nyaman. Sapaan manis hewan-hewan yang ia lalui, terasa agak lain. Tiap sapaan seperti sebuah hinaan: "Kancil jelek! Sok cakep!" Itulah kenapa kancil selalu menunduk ketika berpapasan dengan siapa pun yang ia jumpai. Mulai dari kuda, kerbau, rusa, zebra, dan kambing. Ia merasa begitu rendah dibanding yang lain. Keriangannya pun berganti kesedihan. Pelan tapi pasti, bayang-bayang itu pun menjadi sebuah pengakuan. "Aku memang sok cakep!"

***

Hidup dalam sebuah kebersamaan adalah sama dengan memandangi diri dalam seribu satu cermin sosial. Masing-masing cermin punya sudut pandang sendiri. Bayangan yang ditampilkannya pun sangat bergantung pada mutu cermin. Tentu akan beda antara bayangan cermin jernih dengan yang kusam. Terlebih jika cermin itu sudah retak.

Memahami keanekaragaman cermin ini akan membuat seseorang seperti berjalan pada bentangan tambang di sebuah ketinggian. Ia mesti merawat keseimbangan: antara percaya diri yang berlebihan dengan rendah diri yang kebablasan. Percaya diri yang berlebihan, membuat langkah menjadi tidak hati-hati. Dan rendah diri yang kebablasan, membuat langkah tak pernah memulai.

Andai keseimbangan percaya diri ini yang dipahami kancil, tentu ia tak terlalu bangga dengan bayangan yang terasa begitu membuai. Karena di cermin yang lain, bayangan dirinya menjadi buruk. Sangat buruk. Andai keseimbangan ini yang dipegang kancil, insya Allah, ia tak akan jatuh.

Belajar sabar dari buah pace


Tak banyak buah yang punya pengalaman buruk seperti pace. Sebelum tahun sembilan puluhan, buah yang biasa disebut mengkudu ini nyaris tak punya kebanggaan sedikit pun. Jangankan manusia, kelelawar pun tak sudi mencicipi. Selain baunya apek, rasanya pahit. Pahit sekali!

Belum lagi dengan bentuk buah yang aneh. Bulatnya tidak rata, dan kulit buah ditumbuhi bintik-bintik hitam. Warnanya juga tidak menarik. Mudanya hijau, tuanya pucat kekuning-kuningan. Berbeda jauh dengan apel, jeruk, mangga, dan tomat. Selain kulitnya mulus, warnanya begitu menarik: hijau segar, merah, dan orange.

Sedemikian tidak menariknya pace, orang-orang membiarkan begitu saja buah-buah pace yang sudah masak. Pace tidak pernah dianggap ketika muda, tua; dan di saat masak pun dibiarkan jatuh dan berhamburan di tanah; membusuk, dan kemudian mengering. Pace sudah dianggap seperti sampah.

Kalau saja pace bisa bicara, mungkin ia akan bilang, "Andai aku seindah apel merah. Andai aku seharum jeruk. Andai aku semolek tomat!" Dan seterusnya.

Perubahan besar pun terjadi di tahun sembilan delapan. Seorang pakar tumbuhan menemukan sesuatu yang lain dari pace. Kandungan buahnya ternyata bisa mengobati banyak penyakit: kanker, jantung, tulang, pernafasan, dan lain-lain. Orang pun memberi nama baru buat pace, morinda citrifolia.

Sejak itu, pace menjadi pusat perhatian. Ia tidak lagi diacuhkan, justru menjadi buruan orang sedunia. Kini, tidak ada lagi pace masak yang dibiarkan jatuh dan berhamburan. Ia langsung diolah dengan mesin canggih higienis, dan masuk golongan obat mahal. Kemuliaan pace sudah jauh di atas apel, jeruk, apalagi tomat.
**

Jalan hidup kadang punya rutenya sendiri. Tidak biasa, lompat-lompat, curam dan terjal. Seperti itulah ketika realitas kehidupan memperlihatkan detil-detilnya yang rumit.

Di antara yang rumit itu, ada kebingungan menemukan tutup peti potensi diri. Semua menjadi seperti misteri. Ada yang mulai mencari-cari, membongkar peti; bahkan ada yang cuma menebak-nebak sambil tetap berpangku tangan. Dalam keputusasaan, orang pun mengatakan, "Ah, saya memang tidak punya potensi." Seribu satu kalimat pengandaian pun mengalir: andai saya...andai saya...andai saya, dan seterusnya.

Kenapa tidak berusaha sabar dengan terus mencari-cari pintu peti potensi. Kenapa tidak mencari alat agar peti bisa terbongkar. Kenapa cuma bisa menebak kalau peti potensi tak berisi. Kenapa cuma diam dan menyesali diri. Padahal boleh jadi, kita bisa seperti pace yang punya potensi tinggi. Sayangnya belum tergali.

Menunggu


Di suatu tempat di tepian sungai, seorang pemuda memandangi seorang pemancing tua. Sambil duduk beralas daun pisang, Pak Tua begitu menikmati kegiatan memancing. Ia pegang gagang pancingan dengan begitu mantap. Sesekali, tangannya membenahi posisi topi agar wajahnya tak tersorot terik sinar matahari. Sambil bersiul, ia sapu hijaunya pemandangan sekitar sungai.

Sang pemuda terus memandangi si pemancing tua. "Aneh?" ucapnya membatin. Tanpa sadar, satu jam sudah perhatiannya tersita buat Pak Tua. Tujuannya ke pasar nyaris terlupakan. "Bagaimana mungkin orang setua dia bisa tahan berjam-jam hanya karena satu dua ikan?" gumamnya kemudian.

"Belum dapat, Pak?" ucap si pemuda sambil melangkah menghampiri Pak Tua. Yang disapa menoleh, dan langsung senyum. "Belum," jawabnya pendek. Pandangannya beralih ke si pemuda sesaat, kemudian kembali lagi ke arah genangan sungai. Air berwarna kecoklatan itu seperti kumpulan bunga-bunga yang begitu indah di mata Pak Tua. Ia tetap tak beranjak.

"Sudah berapa lama Bapak menunggu?" tanya si pemuda sambil ikut memandang ke aliran sungai. Pelampung yang menjadi tanda Pak Tua terlihat tak memberikan tanda-tanda apa pun. Tetap tenang.

"Baru tiga jam," jawab Pak Tua ringan. Sesekali, siulannya menendangkan nada-nada tertentu. "Ada apa, Anak Muda?" tiba-tiba Pak Tua balik tanya. Si Pemuda berusaha tenang. "Bagaimana Bapak bisa sesabar itu menunggu ikan?" tanyanya agak hati-hati.

"Anak Muda," suara Pak Tua agak parau. "Dalam memancing, jangan melulu menatap pelampung. Karena kau akan cepat jenuh. Pandangi alam sekitar sini. Dengarkan dendang burung yang membentuk irama begitu merdu. Rasakan belaian angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sela-sela pepohonan. Nikmatilah, kau akan nyaman menunggu!" ucap Pak Tua tenang. Dan ia pun kembali bersiul.
**
Tak ada kegiatan yang paling membosankan selain menunggu. Padahal, hidup adalah kegiatan menunggu. Orang tua menunggu tumbuh kembang anak-anaknya. Rakyat menunggu kebijakan pemerintahnya. Para gadis menunggu jodohnya. Pegawai menunggu akhir bulannya. Semua menunggu.

Namun, jangan terlalu serius menatap 'pelampung' yang ditunggu. Karena energi kesabaran akan cepat terkuras habis. Kenapa tidak mencoba untuk menikmati suara merdu pergantian detak jarum penantian, angin sepoi-sepoi pergantian siang dan malam, dan permainan seribu satu pengharapan.

Nikmatilah! Insya Allah, menunggu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Seperti memandang taman indah di tepian sungai.

Mimpi


Di sebuah pinggiran kota, seekor kuda tampak berlari-lari kecil menelusuri jalan desa. Di atas punggungnya seorang pemuda menunggangi dengan begitu bersemangat. Sesekali sang kuda meringkik sebagai sambutan dari lecutan kecil tuannya. "Hayo hitam, hebaa...hebaa...," suara sang tuan sambil menepuk punggung belakang kuda.

"Kenapa kamu begitu bersemangat, Hitam? Padahal, kamu sudah begitu jauh berlari?" tanya seekor kerbau di sebuah tempat istirahat hewan tunggangan. Beberapa kuda lain tampak berbaring santai sambil mengunyah rumput hijau. Tali-tali kekang mereka masih terikat di tiang-tiang yang sudah disediakan. Kebetulan, sang kerbau berada tak jauh dari si kuda hitam. Dan Si Hitam pun menoleh ke kerbau.

"Aku punya mimpi, Teman!" jawab Si Hitam kepada kerbau. Sinar wajah Si Hitam masih menampakkan semangat yang tinggi. Ia sama sekali tak terlihat lelah.

"Mimpi?" tanya sang kerbau begitu penasaran.

"Ya, mimpi!" jawab Si Hitam begitu yakin. "Setiapkali meninggalkan kandang, aku memimpikan kalau tuanku akan membelikanku sepatu bagus. Dan setiapkali akan pulang, aku membayangkan kalau tuanku sudah menyiapkan rerumputan hijau di kandang. Ah, sungguh mengasyikkan!" jelas Si Hitam begitu optimis.

"Tapi, kenapa sepatumu masih jelek?" tanya sang kerbau sambil mencermati telapak kaki Si Hitam.

"Aku yakin, mimpiku akan jadi kenyataan. Mungkin besok, tuanku akan membelikanku sepatu," jawab Si Hitam begitu bergairah.

"Bagaimana kalau tidak juga?" sergah si kerbau seperti menggugat.

"Ya, besok lagi!" jawab Si Hitam masih optimis. "Pokoknya, aku tidak pernah kehilangan mimpi!" ucap Si Hitam sambil mengalihkan wajahnya ke arah rumput yang tersedia di hadapannya. Dan ia pun mengunyah sambil menanti tuannya yang akan mengajaknya pulang.

***

Tidak semua mimpi muncul di saat tidur. Ada mimpi-mimpi yang lahir kala seseorang sedang terjaga. Bahkan, sangat terjaga. Mimpi jenis ini bisa diibaratkan seperti bahan bakar. Orang pun menjadi lebih bergerak dinamis. Jarak yang jauh terasa dekat. Halangan dan rintangan pun menjadi tak punya arti.

Itulah mimpi yang digenggam para orang tua terhadap masa depan anak-anaknya. Itu juga mimpi yang melekat pada para pemimpin sejati. Dan, mimpi yang dimiliki oleh siapa pun yang tak pernah lelah melakukan perubahan keadaan diri. Mereka terus bergerak pada untaian moto hidup: mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.

Menarik apa yang telah diucapkan Si Kuda Hitam kepada sang kerbau, "Jangan pernah kehilangan mimpi!"

Kebijaksanaan Umar Menjaga Hati Istri




Pada suatu hari seorang lelaki datang ke rumah Umar bin Khattab ra hendak mengadu keburukan isterinya. Namun setiba di samping rumahnya, ia mendengar isteri Umar bin Khattab mengeluarkan kata-kata yang keras dan kasar kepada suaminya, sementara Umar tidak menjawab sepatah kata pun. Akhirnya orang itu berfikir, sebaiknya ia membatalkan saja niatnya.

Ketika orang itu hendak berbalik pulang, Umar baru saja keluar dari pintu rumahnya. Umar segera berteriak memanggil orang itu. Umar langsung berkata kepadanya, "Engkau datang kepadaku tentu hendak membawa satu berita penting!"

Orang itu lalu berkata terus terang, "Ya sahabat Umar bin Khattab, aku datang kepadamu hendak mengadu keburukkan isteriku terhadapku. Akan tetapi setelah aku mendengar kelancangan isterimu tadi terhadapmu, dan sikap diammu terhadap perbuatannya, aku jadi mengurungkan niatku untk melaporkan hal itu."

Mendengar perkataan yang jujur itu, Umar tersenyum kecil seraya berkata, "Wahai saudaraku, isteriku telah memasakkan makanan untukku. Dia juga telah mencuci pakaianku, mengurus urusan rumahku, dan mengasuh anak-anakku sehingga tiada hentinya. Maka apabila ia berbuat satu dua kesalahan, tidaklah layak kita mengenangnya, sedang kebaikan-kebaikannya kita lupakan. Ketahuilah, wahai saudaraku, antara kami dan dia hanya ada dua hari. Kalau kami tidak meninggalkannya dan terbebas dari perangainya, maka dia akan meninggalkan kami dan terbebas dari perangai kami pula."

Setelah mendengar penuturan yang amat bijak dan penuh hikmah itu, orang itu pergi meninggalkan Umar bin Khattab dengan hati gembira dan puas.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More