This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

05 Januari 2009

Istriku, Maafkan Suamimu

(Dikutip dari Artikel Buletin An-Nur (Al Sofwah))

Permintaan maaf adalah kata yang selayaknya sering diucapkan untuk melanggengkan hubungan suami isteri, sehingga bahtera rumah tangga berhasil mencapai tujuan.
"Duhai sayang, maafkan saya"... "Aku tiada bermaksud demikian"... "Aku telah salah dalam memberikan hakmu"... adalah ungkapan-ungkapan yang sering kita gunakan tetapi memiliki satu makna, yaitu meminta maaf yang merupakan terminal yang pasti akan kita lalui dalam melanggengkan kehidupan suami istri dari keruntuhan dan kehancuran.
Sesungguhnya suami isteri secara bersama, masing-masing memiliki saham dalam keberhasilan dan
kebahagiaan keluarganya, lalu kenapa salah seorang di antara mereka berdua memunculkan kalimat "kebencian" pada saat muncul masalah!!! Andai salah seorang dari mereka berdua berbuat salah, lalu ia meminta maaf kepada pasangannya, apakah hal ini akan menghinakan dirinya?
Jika seperti itu sikap suami isteri, tentulah kehidupan mereka akan mengalami satu dari dua hal:
1. mungkin akan langgeng rumah tangganya tetapi kurang harmonis dan banyak perselisihan,
2. dan mungkin juga akan berujung kepada hancurnya kehidupan suami isteri, cerai.
Kehidupan suami isteri itu ibarat sebuah kapal yang sedang berlayar, padanya ada nahkoda dan awak kapal. Semua yang ada di dalam kapal itu bahu-membahu berusaha menyelamat kan kapal yang mereka tumpangi pada saat saat kapal ditimpa badai agar semuanya selamat dan sampai ke "pulau idaman".
Demikian juga halnya suami, Allah menjadikannya sebagai pemimpin bahtera rumah tangga, pelindung, dan pengayom bagi keluarga, bertanggung jawab atas kehidupan mereka. Kepemimpinan yang diembannya itu adalah tugas,bukan intimidasi atas kesewenang-wenangan.
Maka suami yang baik adalah orang yang memahami kebutuhan dan perasaan isterinya, dan menjadikan tampuk kepemimpinannya penuh dengan kasih sayang, kesejukan dan kedewasaan, tidak mudah emosi, namun tetap tegas pada saat harus bersikap tegas !!!
Akan tetapi, sebagian suami yang meremehkan tugas ini memahami, bahwa meminta maaf kepada istri akan menghinakan dirinya sebagai laki-laki, bahkan ia berpendirian bahwa kemuliaannya tidak membolehkan dirinya untuk mengucapkan kalimat "Istriku, maafkan aku, aku salah" kepada isteri-nya, bagaimanapun keadaannya. !!!
Maka, keegoannya terus ia pertahankan dan istri selalu diposisikan "bersalah", ia tidak pernah meminta maaf kepadanya, yang kemudian menyeretnya kepada kehancuran rumah tangga dan kalimat "cerai" pun tak terhindarkan, padahal sangat mungkin rumah tangga itu bisa dilanggengkan dengan ucapan "maafkan suamimu, sayang".
KETIKA "RASA GENGSI" IKUT CAMPUR
Seorang istri pernah menceritakan tentang pengalamannya:
Dahulu, kehidupanku bersama suamiku demikian bahagia. Akan tetapi itu semua berubah ketika terjadi beberapa percekcokan tentang urusan rumah. Waktu itu aku tinggal bersama di rumah mertuaku, maka aku memutuskan untuk pindah dan keluar dari rumah mertuaku, walaupun
sendirian. Suamiku menolak rencanaku dan menjelaskan, bahwa ia suatu hari nanti akan bisa memiliki rumah sendiri.
Dan terkadang suamiku memberi alasan tidak bisa meninggalkan ibunya, dan lain-lain, sampai suatu hari, terjadilah perselisihan antara aku dengan suamiku. Aku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah mertuaku dan kembali ke rumah orang tuaku, dan aku katakan, jangan menjenguk atau menjemputku sebelum engkau memiliki rumah sendiri. Maka, aku dan suamiku pun sama-sama
bersikukuh dengan pendirian masing-masing. Dan sungguh aku pun akhirnya menyesali perbuatanku. Akan tetapi aku ingin mengetahui sejauh mana kedudukanku di sisi suamiku. Ternyata, suamiku bersikukuh tidak mau memaafkanku dan tidak berusaha meredakan suasana.
Ia mengatakan, "Bertobatlah kepada Allah, dan kembalilah ke rumah ini, jika kamu tidak mau tobat, maka cukup bagiku untuk menceraikanmu."
Demikianlah kepribadian kebanyakan suami, dan sangat sedikit yang bersikap dewasa. Bahkan di antara mereka ada yang sampai tidak mau mengasihi dan menyayangi isterinya, walaupun hanya dengan satu kata yang dicintai isterinya apalagi sampai mau memaafkan isterinya tersebut.
Seorang istri lagi menuturkan:
Para suami kita, sangat disayangkan sekali, mereka sangat mudah mengungkapkan kata-katanya kepada kita, kecuali "ungkapan maaf", bagaimana pun keadaannya. Suamiku sangat temperamental, tabiatnya keras dalam mempergauliku. Ia selalu mengucapkan ungkapan-ungkapan kasar kepadaku, bahkan ia pun pernah memukulku. Dan aku tetap bersabar sekalipun aku dalam posisi yang benar. Tetapi suamiku tidak mau mengubah pendiriannya sampai akhirnya aku yang meminta maaf kepadanya, baik yang salah adalah aku ataupun sebaliknya.
Dengan berlalunya waktu sekian tahun, sikap suamiku kepadaku bertambah jelek, hingga memupus kesabaranku. Setelah terjadi perselisihan antara aku dan suamiku, aku memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuaku. Aku menunggu, semoga suamiku mau datang dan meminta maaf atas perilakunya selama ini atau barangkali ia mau menelponku. Akan tetapi ia tidak melakukan itu semua, sampai aku mendengar tentang dirinya, ia merasa selama ini bersalah, kini menyesal atas perbuatannya yang telah menzhalimi aku. Akan tetapi, ia tidak mau meminta maaf kepadaku, karena keegoisan dan kegengsiannya serta merasa menjadi hina dengan hal itu. Hingga terjadilah cerai atas permintaanku.
Adapun kisah Abu Khalid, ia mengatakan, "Habis sudah kehidupan ku bersama isteriku, padahal
aku mencintainya, akan tetapi dengan sebab ketidakharmonisan, dan aku enggan meminta maaf
kepadanya, hingga akhirnya aku menerlantarkan anak-anakku hidup tanpa ibu."
Masalahnya adalah, bahwa isteriku adalah karyawati. Maka, aku katakan padanya berkali-kali untuk meninggalkan pekerjaannya dan berkonsentrasi mengurus anak-anak. Akan tetapi isteriku menolak membicarakan masalah itu. Dan ketika aku larang dia berangkat ke kantor, terjadilah perselisihan antara aku dengan dia. Dan aku terpeleset salah dalam berkata, aku mengatainya agak lama, maka ia pun pergi pulang ke rumah orang tuanya.
Maka, ia pun mengingatkan agar aku meminta maaf dan mengetahui kesalahanku ketika mengatai dirinya. Akan tetapi aku menjadi sombong dan aku pun menceraikannya hanya untuk mempertahankan harga diriku sebagai laki-laki. Kini aku benar-benar menyesal dengan penuh
penyesalan.
TERAPI JIWA ADALAH SOLUSINYA
Dr. Najwa Ibrahim, seorang Guru besar Psikologi menjelaskan, bahwa pendidikan dan latar belakang hidup seseorang bisa berdampak sangat penting dalam cepatnya dia meminta maaf atau tidak. Beliau berkata, di antara sebab-sebabnya adalah sebagai berikut:
- Metode pendidikan yang telah memberi pengaruh kepadanya sehingga dia begitu sulit meminta
maaf atau mengungkapkan kata "maaf" .
- Diantara metode ini adalah metode yang ditanamkan kepada kita ketika kecil dalam meminta maaf, baik suka atau tidak. Meminta maaf dikaitkan dengan emosi dan dari pihak yang kalah.
- Pandangan atau keyakinan yang tidak rasional yang tertanam didalam fikiran kita dan begitu besar
dampaknya adalah "bahwa laki-laki tidak boleh meminta maaf kepada perempuan";
- Anggapan, orang yang meminta maaf itu lemah kepribadiannya.
Maka, sudah semestinya seorang suami atau isteri merasa, bahwa ketika perilakunya menimbulkan kemarahan atau melukai perasaan pasangannya, ungkapan "maaf" lah mencairkan ketegangan".
Meminta maaf pada saat yang tepat juga bisa menghilangkan banyak hal yang bisa merusak hubungan suami isteri, andai tidak segera dieliminir.
MEMINTA MAAF ADALAH SIFAT JANTAN
Dr. Muhammad Musthafa, Guru Besar psikologi dan sosiologi Univ. Malik Su'ud, mengatakan bahwa meminta maaf adalah merupakan wujud sifat jantan dari seorang suami atau siapapun yang berbuat salah. Meminta maaf bukan sifat yang dimiliki oleh orang yang lemah, sebagaimana persangkaan sebagian orang, di mana mereka mengatakan:
Semua orang pernah berbuat salah, namun sedikit orang yang jantan meminta maaf dari kesalahannya kepada orang lain. Apalagi jika yang dimintai maaf itu adalah isterinya. Sebab, setiap suami berbeda-beda cara dan tabiatnya. Sebagian meminta maaf dengan cara tidak langsung akan tetapi mencapai tujuan dan sebagian menghindar dari masalah yang ia alami karena demi masa
depan dan kejiwaan anak-anaknya yang akan hancur bila mereka berpisah. Ada sebahagian suami yang berlebih-lebihan, ia menolak meminta maaf karena gengsi dan egois, padahal para pakar psikososial menyatakan bahwa meminta maaf bukanlah hal yang jelek.
Maka, meminta maaf adalah sesuatu yang mesti dilakukan, dan bagi orang yang bersalah lebih
ditekankan lagi. Apabila seseorang berbuat salah, maka tidak ada yang layak baginya selain meminta maaf.
Orang yang bersikukuh menolak meminta maaf kepada pasangannya dengan alasan akan mengurangi kehormatannya, maka orang yang demikian terkena penyakit jiwa. Sebab, diantara sifat kemuliaan adalah meminta maaf ketika berbuat salah kepada orang lain.
ADA APA DENGAN SIFAT LAKI-LAKI
Sifat kejantanan mengarahkan seseorang untuk meminta maaf jika berbuat salah kepada isterinya atau kepada orang lain. Sebab jantan berarti jujur dan luhurnya budi pekerti. Di saat seorang suami meminta maaf, maka ia tidak jatuh di mata isterinya atau akan jatuh harga dirinya sebagaimana gambaran sebagian suami. Bahkan itu akan mengangkat kedudukannya di mata isterinya; sebab itu akan menjadi pelajaran dalam amanah dan keluhuran budi dan kehormatan itu sendiri.
Maka, meminta maaf bukan merupakan kelemahan, bahkan kelemahan itu sendiri adalah seseorang menyembunyikan kesalahannya dan berlindung dibalik kesombongan dan bersikukuh dengannya.
Dan banyak problem suami isteri diawali dengan adanya kesombongan sang suami dan enggan untuk meminta maaf kepada isterinya ketika ia mema-rahi sang isteri. Maka, sudah semestinya para suami ingat, bahwa dengan ia meminta maaf atas kesalahan kepada isterinya, akan bisa mengembalikan "air" ke dalam alirannya, mengembalikan perasaan romatis, merekahnya kecintaan di antara kalian berdua, walaupun sifat kelaki-lakianmu merasa enggan untuk itu.
Mintalah maaf kepada istrimu atas kesalahan dan kelalaianmu, wahai para suami! Walau tidak kau
sampaikan secara langsung. Sebab dengan itu rumah tangga akan menjadi damai, sejahtera dan harmonis.
Semoga!
Sumber: Majalah ad Dakwah, dengan beberapa pengurangan sub bab dan kalimat. (Abu Muhammad)

just to remaind.....

Dear friends,

Teman adalah hadiah dari Yang Di Atas buat
kita. Seperti
hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang
bungkusnya
jelek. Yang bungkusnya bagus punya wajah
rupawan, atau
kepribadian yang menarik.Yang bungkusnya jelek
punya wajah
biasa saja, atau kepribadian yang biasa saja,
atau malah
menjengkelkan.

Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada
yang? isinya
jelek. Yang isinya bagus punya jiwa yang
begitu indah
sehingga kita terpukau
ketika berbagi rasa dengannya, ketika kita
tahan
menghabiskan waktu berjam-jam saling bercerita
dan
menghibur, menangis bersama,
dan tertawa bersama. Kita mencintai dia dan
dia mencintai
kita. Yang isinya buruk punya jiwa yang
terluka. Begitu
dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak
mampu lagi
mencintai, justru karena ia tidak merasakan
cinta dalam
hidupnya. Sayangnya yang kita tangkap darinya
seringkali
justru sikap penolakan, dendam,kebencian, iri
hati,
kesombongan, amarah, dll. Kita tidak suka
dengan jiwa-jiwa
semacam ini dan mencoba menghindar dari
mereka. Kita tidak
tahu bahwa itu semua BUKANlah karena mereka
pada dasarnya
buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya
memberikan cinta karena
justru ia? membutuhkan cintakita, membutuhkan
empati kita,
kesabaran dan keberanian kita unt! uk
mendengarkan luka-luka
terdalam yang memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang
yang terluka
lututnya berlari bersama kita?
Bagaimana bisa kita mengajak seseorang yang
takut air
berenang bersama?
Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah
yang mesti
disembuhkan, bukan mencaci mereka karena
mereka tidak mau
berlari atau berenang
bersama kita. Mereka tidak akan bilang bahwa
"lutut" mereka
luka atau mereka takut air", mereka akan
bilang bahwa mereka
tidak suka berlari
atau mereka akan bilang berenang itu
membosankan dll.

It's a defense mechanism. ! Itulah caramereka
mempertahankan
diri.
Mereka tidak akan bilang: "Aku tidak bisa
menari" ......
tapi Mereka akan bilang "Menari itu tidak
menarik."

" Aku membutuhkan? kamu" >< "Teman-temanku sudah lulus semua" "Aku butuh diterima" >
Mereka semua hadiah buat kita, entah
bungkusnya bagus atau
jelek, entah isinya bagus atau jelek. Dan
jangan tertipu
oleh kemasan.
Hanya ketika kita bertemu jiwa-dengan-jiwa,
kita tahu hadiah
sesungguhnya yang sudah disiapkanNya buat
kita. Berikanlah
makna di dlm kehidupan Anda bukan hanya untuk
diri Anda
sendiri saja melainkan juga untuk
membahagiakan sesama
manusia di dlm lingkungan kehidupan Anda.
Berikanlah waktu
Anda dgn digabung oleh rasa kasih!

untuk mengetahui nilainya waktu SATU TAHUN?
tanyakanlah
kepada mahasiswa yg tidak lulus ujian.
Untuk mengetahui nilainya waktu SATU BULAN
tanyakanlah
kepada Ibu yg melahirkan bayi secara
premature.
Untuk mengetahui nilainya waktu SATU MINGGU
tanyalah kepada
redaksi dan editor dari majalah mingguan.
Untuk mengetahui nilainya waktu SATU JAM
tanyakanlah kepada
seorang kekasih yg sedang menunggu kedatangan
pacarnya.
Untuk mengetahui nilainya waktu SATU MENIT
tanyakanlah
kepada orang yg terlambat untuk naik kereta
api.
Untuk mengetahui nilainya waktu SATU DETIK
tanyakanlah kepada seorang yg barusan saja mengalami
musibah karena kelalaian dlm sedetik saja.

Yesterday is history, tommorow is mistery,
today is a gift!
That's why it's called the present!
Seorang sahabat sama seperti satu permata yg
tak ternilai harganya. Seorang kawan bisa membuat kita
ceria, membuat kita terhibur. Mereka meminjamkan
kupingnya kepada kita pada
saat kita membutuhkannya. Mereka bersedia membuka hati
maupun perasaannya untuk berbagi suka dan duka
dgn kita pada saat kita membutuhkannya.

Maka dari itu janganlah buang waktu yg Anda miliki,
janganlah sia2 akan waktu yg sedemikian berharganya.
Bagikanlah sebagian dari waktu yg Anda miliki
untuk seorang kawan. Pasti waktu yg Anda berikan tsb
akan berbalik kembali
seperti juga satu lingkaran walaupun terkadang kita
tidak tahu dari mana dan dari siapa datangnya.
Mulailah kita awali dgn membagikan waktu kita sejenak
dgn
menforward artikel ini
kepada semua kawan atau sahabat yg membutuhkannya. Dgn
ucapan I care about you!

The best and the most beautiful things in this
world, cannot
be seen..nor touched, but are felt in the
bottom of our heart

Seni Berbicara dengan Bayi

Berikut ini panduan seni berbicara dengan bayi untuk mengembangkan kemampuan berbicaranya:

1. Memperkenalkan Nama Benda Perkenalkan segala sesuatu di sekitar kita kepada bayi. Ini bisa dimulai dengan yang sederhana, seperti wajah kita. Yuk, ajak tangan bayi menjelajahi wajah kita. Sambil menyentuh setiap bagiannya, sebutkan mana mata, hidung, mulut, telinga, dan lain-lain. Lalu, lanjutkan dengan anggota tubuh. Lebih jauh lagi, perkenalkan bayi pada nama-nama benda di sekitarnya; bola, meja, kursi, kotak. Perkenalkan pula si kecil pada pohon, mobil, kucing, anjing, dan aneka obyek di luar rumah.
2. Menjadi Pendengar Meski bayi belum mampu mengungkapkan keinginan atau gagasan lewat kata-kata yang jelas, sebaiknya mulailah ''mendengarkan'' setiap ia ''mengungkapkan'' sesuatu. Jadilah pendengar aktif. Usahakan mengira-ngira apa yang ingin bayi ungkapkan. Lalu, berikan respon. Misal, ''Oh, bagus sekali!'' atau ''Apa betul?'' Ajak pula bayi berdialog, meski ia hanya akan merespon dengan gumaman, gerakan, senyum atau bahasa tubuh lainnya.
3. Memperkenalkan Konsep Segala sesuatu di sekitar bayi merupakan hal baru baginya. Nah, kewajiban kitalah mengenalkannya kepada bayi melalui berbagai konsep, eperti konsep panas-dingin, naik-turun, masuk-keluar, kosong-penuh, berdiri-duduk, basah-kering serta besar-kecil. Pengenalan konsep dasar ini bisa dilakukan sesederhana mungkin. Dan, bisa didapat dari peristiwa sehari-hari di sekitar bayi. Misal, saat menggantikan popok, kita bisa memberitahukan padanya, ''Popokmu basah kena pipis. Nah, sekarang Mama ganti dengan popok yang kering.''
4. Menjelaskan Sebab-Akibat Konsep sebab-akibat juga perlu diperkenalkan, mengingat bayi sedang giat mempelajari segala sesuatu. Kita bisa mulai dengan menjelaskan berbagai fungsi dan sebab-akibat bekerjanya benda di rumah. Misal, tombol lampu. ''Kalau tombol ini Mama tekan ke atas, lampu akan menyala dan ruangan jadi terang. Tetapi kalau ditekan ke bawah, lampu padam dan ruangan jadi elap.'' Tentu saja tak cuma benda mati. Sebab-akibat pada perasaan orang juga bisa diperkenalkan. Contoh, ''Mama sedih kalau kamu nggak mau makan''. Ini akan mengasah kepekaan bayi.
5. Memperkenalkan Warna Warna-warni bisa ditunjukkan sambil memperkenalkan benda dan segala sesuatu di sekitar bayi. Misal, ''Itu balon, Nak. Warnanya merah, seperti bajumu.''
6. Mengulangi Kata-Kata Agar bayi mampu mengingat lebih tajam segala sesuatu yang diperkenalkan padanya, sebaiknya kata-kata yang diperkenalkan selalu diulang-ulang. Misal, ''Pintar, makannya sudah habis. Haaabiiis.''
7. Memperkenalkan Kata yang Benar Hindari penggunaan kata-kata yang dipermudah atau dicadel-cadelkan, seperti ''mamam'' untuk makan, ''mimik'' untuk minum, atau lainnya. Gunakan kata-kata yang benar. Karena, ini membantu bayi memahami konsep dengan benar.
8. Perkenalkan Kata Ganti Walau bayi belum bisa menggunakan kata ganti, tak ada salahnya mulai memperkenalkannya. Beritahu pula konsep kepemilikan. Misal, ''Ini kue untuk Adek, untuk kamu,'' atau ''Ini punya Mama, punya saya''.
9. Memacu Respons Banyak cara memancing bayi agar merespons atau menjawab pertanyaan kita. Misal, memberi berbagai pilihan dan meminta bayi memilih salah satu, ''Mau pakai baju merah atau kuning?'' Atau, bisa juga meminta bayi menunjukkan atau mengambil benda yang kita tanyakan, ''Coba, yang mana boneka Laa Laa?''
10. Hindari Pemaksaan Jika bayi cuma menjawab dengan ekspresi atau bahasa tubuh, bantulah dengan memberi pilihan. Misal, ''Ari mau pilih bola atau boneka?'' Kalau kata-katanya tetap tak keluar, komentari pilihannya, ''Oh, Ari pilih bola, ya?'' Hindari pemaksaan bila bayi tetap tak mau bicara. Bersabar dan teruslah berlatih.
11. Menyederhanakan Arahan yang rumit bisa membingungkan bayi. Jadi, sampaikanlah arahan verbal satu per satu. Misal, ''Tolong ambilkan bola.'' Tunggu sampai bayi melakukannya, baru lanjutkan, ''Nah, sekarang berikan pada Mama.'' Beri pujian bila ''tugas'' itu dilakukan dengan baik, agar bayi tahu bahwa yang dilakukannya benar.
12. Hati-hati Memperbaiki Kekeliruan berbahasa karena keterbatasan artikulasi bayi bisa mulai diperbaiki secara hati-hati. Ungkapan ''..bil!'' untuk ''mobil'', dapat langsung diperbaiki lewat jawaban ''Pintar, itu mobil''. Tak perlu mengulang-ulang kesalahan ucapan bayi. Sebetulnya ia sudah mengetahui ucapan yang seharusnya keluar.
13. Membaca Bersama Perkenalkan bayi pada buku bacaan bergambar yang memiliki kalimat berirama dan sederhana seperti pantun. Ajaklah ia bersama-sama mengucapkan dan menunjukkan gambar-gambarnya. Misal ''Gajah bermain bola.'' Mintalah bayi menunjukkan mana gajah dan mana bola. Lakukanlah ini sesering mungkin. Lama-lama bayi akan akrab dengan kata-kata di buku tersebut dan tertarik untuk belajar lebih banyak lagi.
14. Mengenalkan Angka Ini bukan pelajaran berhitung, melainkan sekedar mengenal angka satu dan lainnya sambil bermain. Misal, ''Adik boleh ambil satu kue. Saa-tuu...'' (sambil memperlihatkan jari kita menunjukkan ''satu''). Atau, ''Ambil mainan, yang baaa-nyaak.'' Menghafal angka juga sudah bisa dilakukan. Sambil naik tangga atau memasukkan mainan ke dalam boks, kita membilang, ''Satu, dua, tiga...''
15. Menyanyi Menyanyi adalah cara mudah ''merekamkan'' beragam kosakata di benak bayi. Kelak, begitu mendengar potongan melodi dan irama lagu tersebut, rekaman itu akan keluar dengan sendirinya dari mulut bayi. (sumber: klinikpria.com)

Indahnya Ketulusan Cinta

tulisan ini untuk yang akan menikah, untuk yang belum menikah, untuk yang sudah menikah, atau yang mau menikah lagi he...he...he.. ????????????????

..................................................................................

Menerima pendamping kita apa adanya dengan tidak berharap terlalu banyak,
merupakan bekal untuk mencapai kemesraan dalam rumah tangga dan kebahagiaan di akhirat.

Sebagai hamba yang dianugerahi fitrah, kita memang perlu menyeimbangkan
harapan. Tak salah kita berdoa memohon suami yang sempurna, tetapi pada
saat yang sama kita juga harus melapangkan dada untuk menerima kekurangan.
Kita boleh memancangkan harapan, tapi kita juga perlu bertanya apa yang
sudah kita persiapkan agar layak mendampingi pasangan idaman.


Ini bukan berarti kita tidak boleh mempunyai keinginan untuk memperbaiki
kehidupan kita, rumah tangga kita, serta pasangan kita. Akan tetapi,
semakin besar harapan kita dalam pernikahan semakin sulit kita mencapai
kebahagiaan dan kemesraan. Sebaliknya, semakin tinggi komitmen pernikahan
kita (marital commitment) akan semakin lebar jalan yang terbentang untuk
memperoleh kebahagian dan kepuasan.

Apa bedanya harapan dan komitmen? Apa pula pengaruhnya terhadap keutuhan
rumah tangga kita? Harapan terhadap perkawinan menunjukkan apa yang ingin
kita dapatkan dalam perkawinan. Bila kita memiliki harapan perkawinan yang
sangat besar, sulit bagi kita untuk menerima pasangan apa adanya. Kita akan
selalu melihat dia penuh kekurangan. Jika kita menikah karena terpesona
oleh kecantikannya, kita akan segera kehilangan kemesraan sehingga tidak
bisa berlemah lembut begitu istri kita sudah tidak memikat lagi. Betapa
cepat dan berlalu dan betapa besar nestapa yang harus ditanggung.

Sementara itu, komitmen perkawinan lebih menunjukkan rumah tangga seperti
apa yang ingin kita bangun. Kerelaan untuk menerima kekurangan, termasuk
mengikhlaskan hati menerima kekurangannya membuat kita lebih mudah
mensyukuri perkawinan.

Disebabkan oleh komitmen yang sangat kuat pada Allah dan Rasul-Nya istri
Julaibib mengikhlaskan hati untuk menikah dengan Julaibib. Yang baru
semalam usia pernikahan mereka Julaibib mengakhiri hayat di medan syahid.
Ketika ibunya merasa tidak rela dikarenakan rendahnya rendahnya martabat
dan buruknya perawakan fisik, ia meminta agar orang tuanya menerima
pinangan itu kalau memang Rasulullah saw. yang menentukan.

Orang yang melapangkan hati untuk menenggang perbedaan, cenderung akan
menemukan banyak kesamaan. Perbedaan itu bukan lantas tidak ada, tetapi
kesediaan untuk menenggang perbedaan membuat kita mudah untuk melihat
kesamaan dan kebaikannya. Sebaliknya, kita akan merasa tidak nyaman
berhubungan dengan orang lain, tidak terkecuali pendamping hidup kita, bila
kita sibuk mempersoalkan perbedaan. Apalagi jika kita sering
menyebut-nyebutnya, semakin terasa perbedaan itu dan semakin tidak nyaman
membina hubungan dengannya.

Semoga Allah melindungi kita dari mempersoalkan perbedaan tanpa mengilmui.
Semoga Allah menjauhkan kita dari kesibukan yang membinasakan. Semoga Allah pula kelak mengukuhkan ikatan perasaan di antara kita dengan kasih sayang, ketulusan, dan kerelaan menenggang perbedaan. Sesungguhnya telah berlalu umat-umat sebelum kita yang mereka binasa karena sibuk mempersoalkan perbedaan dan memperdebatkan hal-hal yang menjadi rahasia Allah.

Nah, jika mempersoalkan perbedaan, menyebut-nyebutnya, dan mengeluhkannya
akan membuat hubungan renggang, mengapa tidak melapangkan hati untuk
menenggangnya? Sesungguhnya menenggang perbedaan akan menumbuhkan kasih sayang dan kemesraan yang hangat. Ada perasaan mengharukan yang sekaligus membahagiakan jika kita memberikan untuknya apa yang ia sukai.

Untuk itu, ada tiga hal yang perlu kita pahami agar ia mempercayai
ketulusan kita. Pertama, berikanlah perhatian yang hangat kepadanya.
Besarnya perhatian membuat dia merasa kita sayang dan kita cintai. Kedua
terimalah ia tanpa syarat. Penerimaan tanpa syarat menunjukkan bahwa kita
mencintainya dengan tulus. Tidak mungkin menerima dia apa adanya jika kita
tidak memiliki ketulusan cinta dan kebersihan niat. Ketiga, ungkapkanlah
dengan kata-kata yang tepat.

Berkaitan dengan ungkapan ini, ada sebuah tips yang ahsan yang disampaikan
oleh ustaz yang kini masih mengajar di jurusan Psikologi, UII, Yogyakarta
ini. Yakni terminologi "aku" dan kamu". Saat kita mendapatkan bahwa masakan
yang dibuat pasangan kita keasinan misalnya, maka gunakanlah kata ganti
"aku" . "Aku lebih suka kalau sayurnya lebih manis, sayang" Tapi saat kita
mendapatkan suatu kelebihan pada diri pasangan, ia sukses menggoreng telor
dadar misalnya (biasanya ia menggoreng berkerak), maka kita gunakan kata
ganti "kamu". "Kamu memang pintar, istriku". Kita gunakan kata "aku" untuk
sesuatu yang sifatnya negatif dan "kamu" untuk sesuatu yang sifatnya
positif. Untuk semua hal.

Tampaknya memang benar, karena penggunaan kata ganti "kamu" untuk sebuah
kesalahan yang telah dilakukan oleh pasangan kita cenderung menyaran pada
arti memvonis alih-alih memosisikan pasangan kita sebagai tertuduh.

Dalam perspektif pragmatik (linguistik), terminologi ini merupakan sebuah
upaya penggunaan maksim kesopanan dengan tetap mempertahankan maksim kerja sama. Dengan tujuan agar tidak terjadi konflik pada keduanya.

Berangkat dari petunjuk Allah ini tidak layak bagi kita untuk sibuk
mempersoalkan kekurangan ataupun kesalahan, apalagi kekurangan yang sulit
dihilangkan, sepanjang ia tidak melakukan kekejian yang nyata. Betapa pun
banyak yang tidak kita sukai darinya, kemesraan dengannya tak akan pudar
jika kita mencoba untuk berbaik sangka kepada Allah, barangkali di balik
itu Allah berikan kebaikan yang sangat besar. Sebaliknya, sesedikit apa pun
keburukannya, bila kita sibuk menyebut-nyebut dan mengingatnya, akan sangat
memberatkan jiwa. Dampak selanjutnya tidak hanya bagi hubungan suami istri,
tetapi merembet pada hubungan kita dan si kecil.

Terimalah ia apa adanya. Terimalah kekurangannya dengan keikhlasan hati
maka akan kita temukan cinta yang bersemi indah. Sesudahnya berupaya
memperbaiki dan bukan menuntut untuk sempurna. Bukankah kita sendiri
mempunyai kekurangan, mengapa kita sibuk menuntut istri untuk sempurna? Ada
amanat yang harus kita emban ketika kita menikah. Ada ruang untuk saling
berbagi. Ada ruang untuk saling memperbaiki. Dan bukan saling mengeluhkan,
alih-alih menyebut-nyebut kekurangan.

Pahamilah kekhilafannya agar ia merasa ringan dalam memperbaiki, meski
bukan berarti kita lantas membiarkan kesalahan. Berikanlah dukungan dan
kehangatan kepadanya sehingga ia berbesar hati menghadapi
tantangan-tantangan yang ada di depan. Tunjukkanlah bahwa kita memang
sangat menghargainya, menerimanya dengan tulus, mau mengerti dan
bersemangat mendampinginya.

Dalam buku ini Ustaz Fauzil memang tidak hanya membahas seputar keikhlasan
menerima pasangan kita apa adanya. Namun tampaknya beliau memandang masalah yang remeh temeh ini dalam beberapa hal telah menjadi batu karang yang cukup terjal yang kemudian melahirkan benih-benih konflik dan
alih-alih perceraian.

Seperti pada bagian akhir, beliau menjelaskan bagaimana upaya belajar itu
tidak sebatas menerima apa adanya, tetapi juga diikuti dengan belajar
mendengar dengan sepenuh hati. Karena tidak jarang kita bukan tidak paham
jawaban yang sesungguhnya diinginkan di balik pertanyaan pasangan.

Cukup banyak hal sepele yang tampaknya kita anggap telah kita berikan
tetapi ternyata hal itu jauh meleset dari dugaan. Kita bukan mendengar
pasangan tetapi mendengar diri sendiri, kita bukan memberi solusi tapi
malah menambah materi. Kita bukan memberi jalan keluar alih-alih
menghakimi. Kita bukan memberikan jawaban, tetapi malah memberikan
pertanyaan. Kita bukan meringankan tetapi malah memberatkan. Benarkah?

Al akhir, kekayaan itu ada di jiwa. Dan keping kekayaan itu dimulai dari
ketulusan menerima. Dengan kekayaan jiwa kita akan lebih mudah memberikan
empati, lebih mudah untuk memahami, lebih mudah untuk berbagi dan lebih
mudah mendengar dengan sepenuh hati.

Hari ini, ketika kita bermimpi tentang sebuah pernikahan yang romantis
sementara ikatan batin di antara kita dan pasangan begitu rapuh, sudahkah
kita berterima kasih kepadanya? Sudahkah kita meminta maaf atas kesalahan
kesalahan kita? Jika belum, mulailah dengan meminta maaf atas
kesalahan-kesalahan kita dan ungkapkan sebuah panggilan sayang untuknya.
Mulailah dari yang paling mudah, hatta yang paling remeh atau kecil
sekalipun. Mulailah dari yang paling kecil, demikian Ustaz Aa' berpesan.
Little things mean a lot, demikian Ustaz Fauzil menambahkan. Agar cinta
bersemi dalam keluarga kita, agar cinta senantiasa berbunga dalam kehidupan
kita.

Suami Setia

Suatu hari seorang nenek datang menemui Rasulullah SAW seraya bertanya "siapakah Anda wahai nenek?" Aku adalah Jutsamah al Muzaniah", jawab wanita tua itu. Rasulullah SAW pun berkata : "Wahai nenek, sesungguhnya aku mengenalmu, engkau adalah wanita yang baik hati, bagaimana kabarmu dan keluargamu, bagaimana pula keadaanmu sekarang setelah kita berpisah sekian lama?". Nenek itu menjawab : "Alhamdulillah kami dalam keadaan baik, terimakasih Rasulullah."

Tak lama setelah nenek pergi meninggalkan Rasulullah SAW, muncullah Aisyah ra, seraya berkata : "Wahai Rasulullah SAW seperti inikah engkau menyambut dan memuliakan seorang wanita tua?" Rasulullah menimpali, "Iya dahulu nenek itu selalu mengunjungi kami ketika Khadijah masih hidup. Sesungguhnya melestarikan persahabatan adalah bagian dari iman."

Karena kejadian itu Aisyah mengatakan : "Tak seorangpun dari istri-istri nabi yang aku cemburui lebih dalam selain Khadijah, meskipun aku belum pernah melihatnya, namun Rasulullah SAW seringkali menyebutnya. Suatu kali beliau menyembelih kambing lalu memotong-motong dagingnya dan membagikan kepada sahabat-sahabat karib Khadijah".

Rasulullah SAW menanggapinya dan berkata : "Wahai Aisyah begitulah realitanya sesungguhnya darinya aku memperoleh anak". Dalam kesempatan lain Aisyah berkata : "Aku sangat cemburu dengan Khadijah karena sering disebut Rasulullah SAW, sampai-sampai aku berkata "Wahai rasulullah SAW apa yang kau perbuat dengan wanita tua yang pipinya kemerah-merahan itu sementara Allah SWT telah menggantikannya dengan wanita yang lebih baik?" Rasulullah SAW menjawab : "Demi Allah SWT tak seorang wanita pun lebih baik darinya, ia beriman saat semua orang kufur, ia membenarkanku saat manusia mendustaiku, ia melindungiku saat manusia kejam menganiayaku, Allah SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya."

Itulah sepenggal kisah tentang kesetiaan hakiki, bukan kesetiaan semu. Kesetiaan imani, bukan materi. Kesetiaan yang dilandaskan rasa cinta kepada Allah SWT, bukan cinta nafsu syaithoni, kesetiaan suami kepada istri yang telah lama mengarungi rumah tangga dalam segala suka dan duka.

Kecantikan Aisyah ternyata tidak begitu saja memperdayakan Rasulullah SAW untuk melupakan jasa baik dan pengorbanan Khadijah, betapapun usianya yang lebih tua. Kesetiaan inilah yang membuat cendikiawan muslim Nahzmi luqo mengatakan : "Ternyata kecemburuan Aisyah tidak mampu melunturkan kesetiaan Nabi kepada Khadijah, kesetiaan yang diteladani para pasangan suami istri, sekaligus sebagai pukulan KO (Knock Out) untuk para pecundang kehidupan rumah tangga yang menjadi faktor penghambat terwujudnya masyarakat berperadaban.

Kesetiaan... kesetiaan... sekali lagi kesetiaan merupakan sifat dan karakter setiap mukmin sejati. Bukan kesetiaan duniawi , tetapi kesetiaan ukhrowi. Kesetiaan khas dengan nilai-nilai Ilahi : "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang beriman diri dan harta mereka dengan mahligai surga, mereka berperang di jalan Allah, mereka pun terbunuh atau membunuh. Adalah janji sejati atasNya di dalam kitab Taurat, Injil dan Al-Qur'an, siapakah yang lebih setia dari Allah SWT akan janjiNya. Bergembiralah dengan baiat (sumpah setia) yang kalian ikrarkan, itulah keberuntungan yang besar." (At Taubah: 111)

Cinta yang bersahabat, Sahabat yang mencintai,...

Tuhan yang Maha baik memberi kita ikan,


tetapi kita harus mengail untuk mendapatkannya.
Demikian juga Jika kamu terus menunggu waktu yang tepat,
mungkin kamu tidak akan pernah mulai.


Mulailah sekarang...
mulailah di mana kamu berada sekarang dengan apa adanya.
Jangan pernah pikirkan kenapa kita memilih seseorang untuk dicintai,
tapi sadarilah bahwa cintalah yang memilih kita untuk mencintainya


Perkawinan memang memiliki banyak kesusahan,
tetapi kehidupan lajang juga memiliki suka-duka.
Buka mata kamu lebar-lebar sebelum menikah,
dan biarkan mata kamu setengah terpejam sesudahnya.
Menikahi wanita atau pria karena kecantikannya atau ketampanannya
sama seperti membeli rumah karena lapisan catnya.
Harta milik yang paling berharga bagi seorang pria di dunia ini adalah ...
hati seorang wanita.


Begitu juga Persahabatan, persahabatan adalah 1 jiwa dalam 2 raga
Persahabatan sejati layaknya kesehatan,
nilainya baru kita sadari setelah kita kehilanganNya.


Seorang sahabat adalah yang dapat mendengarkan lagu didalam hatiMu
dan akan menyanyikan kembali tatkala kau lupa akan bait-baitnya.
Sahabat adalah tangan Tuhan untuk menjaga Kita.


Rasa hormat tidak selalu membawa kepada persahabatan,
tapi Jangan pernah menyesal untuk bertemu dengan orang lain...
tapi menyesal-lah jika orang itu menyesal bertemu dengan kamu.
Bertemanlah dengan orang yang suka membela kebenaran.
Dialah hiasan dikala kamu senang dan perisai diwaktu kamu susah.
Namun kamu tidak akan pernah memiliki seorang teman,
jika kamu mengharapkan seseorang tanpa kesalahan.


Karena semua manusia itu baik kalau kamu bisa melihat kebaikannya
dan menyenangkan kalau kamu bisa melihat keunikannya
tapi semua manusia itu akan buruk dan membosankan
kalau kamu tidak bisa melihat keduanya.
Begitu juga Kebijakan, Kebijakan itu seperti cairan,
kegunaannya terletak pada penerapan yang benar,
orang pintar bisa gagal karena ia memikirkan terlalu banyak hal,
sedangkan orang bodoh sering kali berhasil dengan melakukan tindakan tepat.
Dan Kebijakan sejati tidak datang dari pikiran kita saja,
tetapi juga berdasarkan pada perasaan dan fakta.
Tak seorang pun sempurna.
Mereka yang mau belajar dari kesalahan adalah bijak.
Menyedihkan melihat orang berkeras bahwa mereka benar meskipun terbukti salah.


Apa yang berada di belakang kita dan apa yang berada di depan
kita adalah perkara kecil berbanding dengan apa yang berada di dalam kita.


Kamu tak bisa mengubah masa lalu....
tetapi dapat menghancurkan masa kini dengan mengkhawatirkan masa depan.
Bila Kamu mengisi hati kamu ....
dengan penyesalan untuk masa lalu dan kekhawatiran untuk masa depan,
Kamu tak memiliki hari ini untuk kamu syukuri.
Jika kamu berpikir tentang hari kemarin tanpa rasa penyesalan
dan hari esok tanpa rasa takut,
berarti kamu sudah berada dijalan yang benar menuju sukses

Ibuku Tangguh...

Pernah suatu sore, ibu pulang dengan tapak kaki berdarah. "Tertusuk kerikil," terangnya. Setelah perjalanan panjang yang melelahkan semenjak pagi, wanita yang kasihnya tak terbilang nilai itu mengakhirinya dengan sedikit ringisan, "Tidak apa-apa, cuma luka kecil kok," tenang ibu.

Padahal, baru dua hari lalu beberapa orang warga yang tak satu pun saya mengenalnya membopong ibu dalam keadaan pingsan. Ternyata ibu kelelahan hingga tak kuat lagi berjalan. Bermil-mil ia mengetuk pintu ke pintu rumah orang yang tak dikenalnya untuk menawarkan jasa mengajar baca tulis Al Qur'an bagi penghuni rumah. Tak jarang suara hampa yang ia dapatkan dari dalam rumah, sesekali penolakan, dan tak terbilang kata, "Maaf, kami belum butuh guru mengaji." Tapi ibu tetap tersenyum.

Sejak perceraiannya dengan ayahku, ibu yang menanggung semua nafkah lima anaknya. Pagi ia berjualan nasi dan ketupat bermodalkan sedikit keterampilan memasak yang ia peroleh selagi muda dulu. Menjelang siang ia memulai menyusuri jalan yang hingga kini takkan pernah bisa kuukur, menawarkan jasa dan keahliannya mengajar baca tulis Al Qur'an. Selepas isya' kami ke lima anaknya menunggu setia kepulangan ibu di pinggir jalan.

Sempat saya bertanya dalam hati, lelahkah ia?

Biasanya kami berebut untuk menjadi tukang pijat ibu, saya di kepala, abang di kaki, sementara kedua tangan ibu dikeroyok adik-adik. Kecuali si cantik bungsu, usianya kurang dari empat tahun kala itu. Bukannya ibu yang tertidur pulas, justru kami yang terlelap satu persatu terbuai indahnya nasihat lewat tutur cerita ibu.

Tengah malam saya terbangun, melihat ibu masih duduk bersimpuh di sajadahnya. Ia menangis sambil menyebut nama kami satu persatu agar Allah membimbing dan menjaga kami hingga menjadi orang yang senantiasa membuat ibu tersenyum bangga pernah melahirkannya. Saya ternganga sekejap untuk kemudian terlelap kembali hingga menjelang subuh ia membangunkan kami.

Selepas subuh, wanita yang ketulusannya hanya mampu dibalas oleh Allah itu meneruskan pekerjaanya menyiapkan dagangan. Sementara kami membantu ala kadarnya. Tak pernah saya melihat ia mengeluh meski teramat sudah peluhnya.

Satu tanyaku kala itu, kapan ia terlelap?

Pagi hari di sela kesibukannya melayani pembeli, ia juga harus menyiapkan pakaian anak-anak untuk ke sekolah. Sabar ia meladeni teriakan silih berganti dari kami yang minta pelayanannya. Wanita yang namanya diagungkan Rasulullah itu, tak pernah marah atau kesal. Sebaliknya dengan segenap cinta yang dimilikinya ia berujar, "Abang sudah besar, bantu ibu ya."

Ingin sekali kutanyakan, pernahkah ia berkesah?

***

Kini, setelah berpuluh tahun ia lakukan semua itu, setelah jutaan mil jalan yang ia susuri, bertampuk-tampuk doa dan selaut tangisnya di hadapan Allah, saya tak pernah, dan takkan pernah bertanya apakah ia begitu lelah. Karena saya teramat tahu, Ibuku tangguh. ///// sumber suprajaya

Mencintai Diri Sendiri

"Mencintai diri sendiri,
Memahami bahasa hati,
dengan menegakkan kepala,
berarti menjulang mencapai ujung...
Mencintai diri sendiri,
Mencerna seribu makna,
dengan tatapan setajam elang,
berarti maju,
bergerak dan mengebiri kemalasan...
Mencintai diri sendiri,
dan berbangga dengan perjuangan yang telah dilakukan,
berarti berucap: Alhamdulillah"






Menjadi baik dalam segalanya adalah dambaan tiap orang. Menjadi cantik, lembut, ramah, baik hati, bijaksana, lapang dada, dermawan, menyenangkan, sabar, tegar, cerdas, pintar, menarik hati, enak dipandang, enak dijadikan teman curhat dan semua kebaikan lainnyaBerbahagialah mereka yang mewarisi gen-gen kebaikan dari orang tuanya. Berbahagialah mereka yang dibesarkan dalam lingkungan yang baik. Berbahagialah mereka yang mendapatkan pendidikan yang baik dari orang tua dan sekolahnya. Hingga ia tumbuh dewasa dalam kebaikan, tanpa pergolakan jiwa yang berarti, tak perlu lagi menghadapi dilema dan menyesali perjalanan hidupnya sendiri. Namun bagaimana dengan mereka yang menjalani proses hidup sebaliknya? Rasanya begitu berat. Begitu pedih. Begitu nyeri. Begitu menyesakkan.

Saat kebencian itu hadir. Saat ketidak sukaan melingkupi. Saat ketidak mengertian memenuhi. Saat ketidak berdayaan menghantui. Terhadap diri sendiri. Mengapa aku buruk rupa? Mengapa keluargaku berantakan? Mengapa aku tidak cerdas? Mengapa aku selalu gagal? Mengapa aku tidak disukai teman-temanku? Mengapa perjalanan hidupku seperti ini? Mengapa aku selalu naif? Mengapa aku selalu salah? Mengapa? Dan banyak mengapa lainnya...Ketika semua perasaan itu hadir dan melibas diri, hidup menjadi sangat sulit. Dunia menjadi teramat gelap. Hingga segala tentang diri kita pun terasa bernuansa pekat. Kita buruk dan hanya orang lain yang baik. Dan kita pun ingin terbang, pergi dan menjadi orang lain atau malah terpuruk saja di dalam bumi. Pernahkah kemudian kita terpikir: Betapa kasihan 'makhluk kecil' di dalam sana. Sesosok 'diri' yang disadari atau tidak, dibenci oleh dirinya sendiri. Mungkin jasad sang diri memang tidak cakep.

Mungkin pribadi sang diri memang tidaklah menyenangkan. Mungkin perjalanan hidup sang diri cukup menyebalkan. Namun sang diri tetap butuh cinta. Agar dengannya dia tumbuh dan berkembang ke arah kebaikan. Berapa banyak cerita tentang seseorang yang berubah menjadi lebih baik karena merasa dicintai? Berapa banyak orang yang termotivasi karena dicintai? Betapa banyak orang yang ingin diterima apa adanya? Dicintai setulusnya? Dan cinta itu, at very first, hanya pemilik 'diri' lah yang harus memberikannya. Jika bukan kau, siapa lagi? Engkau yang paling mengerti dirimu sendiri. Maka engkau lah yang paling layak, paling berhak dan paling berwenang mencintai dirimu sendiri. Cintailah dirimu sendiri. Beri penghargaan. Beri pujian untuk keistimewaan-keistimewaan dalam dirimu sendiri Terimalah ia apa adanya. Pahami kelemahan-kelemahannya.

Lihat kembali perjalanan hidupmu ke belakang. Mungkin kau akan melihat banyak kesalahan. Mungkin kau akan menemukan banyak kenaifan. Mungkin kau akan menjumpai banyak hal memalukan. Mungkin kau akan menemukan banyak kegetiran. Ketidaksukaan. Seperti halanya kau ingin orang lain menerima dirimu apa adanya, maka kau harus memulainya dari dirimu sendiri. Terimalah dirimu apa adanya. Cintai ia. Sungguh cinta itu akan menjadi kekuatan besar untuk membangun diri.

Cinta itu, akan mengarahkan jiwamu terus menerus bergejolak. Cinta itu akan mewadahi hatimu terus menerus bergolak. Cinta itu akan mendamaikan perasaanmu yang tak pernah berhenti dan mati. Cinta itu akan membuatmu terus berusaha memperbaiki diri. Cinta itu akan membuatmu bangga dengan perjuangan yang telah kau lakukan. Cinta itu akan menjagamu dari membandingkan diri dengan orang lain serta lebih memilih membandingkan diri sendiri yang sekarang dengan beberapa waktu serbelumnya.

Maka kemudian dirimu akan sanggup berkata, "Mungkin aku yang sekarang masih belum sebaik orang pada umumnya. Mungkin aku yang sekarang belum sebaik manusia muslim yang sesungguhnya. Tapi akau tahu aku yang sekarang adalah aku yang lebih baik dari aku sebelumnya. Dan aku bangga karena untuk menjadi aku yang sekarang kulewati dengan penuh air mata. Aku bangga dengan diriku yang sekarang karena akau telah menempuh prosesnya."Jika tak ada yang mencintaimu kini, bisa jadi itu karena engkau bahkan tak mencintai dirimu sendiri. Karena itu, cintailah dirimu sendiri. Karena dari sana kau akan bisa mencintai dan dicintai orang lain.
..............................................................................

ND bejarlah kita menghargai diri sendiri karena mereka memperhatikan kita dengan sepenuh cinta mereka... perujuangan mereka begitu besar, jasa mereka amatlah banyak, semangat mereka begitu menyala dan satu yang pasti MEREKA TAK PERNAH MENGELUH... barang sesaatpun..

Bersyukurlah dengan tubuh yang kita miliki......
dari kakakmu di Bekasi.

Gubahan Hati untuk Palestina


PUISI UNTUKMU PALESTINA

Dunia terperanjat (lagi)
Ada yang mengalirkan darah rupanya
Bangsa kera itu…
Memulai lagi dengan tumpahan
Darah kita
Daging kita
Kehormatan kita
Bumi tanah kita

Dunia terperanjat (lagi)
Ada yang ingin menafikan al-qassam rupanya
Bangsa kera itu ingin membasminya
Dari Gaza yang muram
Dengan dendam
Dengan hati busuk legam
Agar tak ada lagi Hamas disana
Agar tak ada lagi ketenangan di sana
Agar tak ada lagi…
Kita disana

Dunia terperanjat (lagi)
Ada yang menghancurkan peradaban rupanya
Bangsa kera itu tidak rela
Anak-anak belasan umur mereka
Menyandang ikat kepala dan batu hanya
Anak-anak tumbuh tunas-tunas kesyahidannya

Dunia terperanjat (lagi)
Bangsa kera itu punya selera neraka
Prostitusi dibiarkan
Minuman keras diedarkan
Masjid jadi sasaran
Ulama faqih dan imam masjid jadi bidikan
Fatah jadi teman persengkokolan

Dunia ingin berteriak…
Palestina…!!
Bagaimana aku bisa melupakanmu
Aku ingin marameya* itu selalu tumbuh menghiasi pepohonanmu
Aku ingin tin, zaitun dan kurma menumbuhi tanahmu
Aku ingin tanah al-quds itu disentuh dahi-dahi syahid merindu
Aku ingin…
Menjadi bagian nafasmu
sejarahmu
Kebahagiaanmu
KEMENANGANMU…

(Bumi Allah di malam yang sepi membisu, dalam duka: selamat jalan ust abu zakaria al-jamal dan Nizar Rayyan_semoga antum dalam kafilah para syuhada).
* marameya: dedaunan kering dari palestin yang sering kupakai campuran dengan teh panas. sungguh terasa nikmat dan damai.

Aneh..., Kenapa (masih) enggan menikah???


Ups!, Jujur saya katakan, tema ini bukan karena saya sudah terlalu sering melihat sudah terlalu banyak bujangan-bujangan menyendiri. Atau akhwat yang belum berani ambil keputusan karena melihat ada ikhwah belum mapan dalam pekerjaan. Tetapi judul di atas sesungguhnya saya kutip dari ungkapan Umar bin Khaththab Radhiyallaahu anhu sebagaimana terungkap dalam tafsir Al-Qur’an, Al-Qurthuby jilid 14. Ungkapan lebih lengkapnya adalah : “ Sungguh aneh (mengapa) anak-anak muda enggan menikah karena kemiskinan.

Sesungguhnya nikah adalah metode terindah untuk menjauhkan seorang dari kefakiran dan kekurangan bahkan kehampaan. Tidak semata kekurangan penyejuk hati, tetapi juga kekurangan materi. Betapa tsiqqah ‘kepercayaan’nya para sahabat Rasulullah SAW terhadap ayat ini sampai-sampai ini menjadikannya sebagai prinsip. Mengapa dikatakan prinsip. Sebab, prinsip tak ubahnya keyakinan. Dan keyakinan itulah yang sanggup menggerakkan azzam ‘tekad’, gerak fikiran, gerak ikhtiyarul basyariyyah ‘usaha-usaha sebagai manusia’.

Keyakinan adalah buah dari terjalinnya hubungan antara dia dengan Allah, sedang bunganya adalah ma’rifatullah, mengenalNya. Ia mengenal bahwa Rabb-nya lah yang menjamin seluruh takaran kebutuhan kehidupannya; Ar-Razzaaq. Keyakinan itulah yang dipersembahkan para sahabat akan ayat-ayat-Nya. Dan diantaranya adalah keyakinan Umar bin Khattab RA tentang rizki yang akan dilimpahkan bagi pemuda yang memutuskan untuk menikah. Inilah keyakinan ketika mencerna ayat Allah dalam surat An-Nuur (24): 32:

” Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah yang akan memampukan (menkayakan) mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui “

Kekhawatiran bagi dirinya akan kemiskinan ditempuh dengan menikah. Lalu mengapa kita masih ragu dengan janji Allah. Seakan Allah mengatakan dalam ayat-Nya “Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya)”: Wahai hamba-Ku mengapa kalian takut miskin, Aku-lah yang memiliki segala Karunia.Inilah jawaban Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu ketika menelaah ketetapan Allah SWT dalam Surat 24: 32 disaat Allah Rabbul Jalil, menguasa hajat hidup ummat manusia memberikan jalan keindahan, kemudahan dan keberkahan bagi mereka yang memilih menyempurnakan dien-nya dengan menikah.”Carilah kekayaan dengan menikah!” Kata Ibnu Mas’ud RA.

Ayat ini diawali dengan bentuk intruksi/perintah. Dan yang pasti perintah Allah memiliki kandungan hikmah yang tak terukur. Ada mutiara kebaikan yang terpendam, dan sudah pasti mengarahkan pada kehidupan yang membahagiakan. Demikian pula ketika Allah memerintahkan hambanya untuk menikah. Allah memberi reward berupa keberkahan karunia-Nya. Karunia kemampuan, karunia kekayaan. Ada ribuan kisah yang membuktikan betapa ketika seseorang ingin membersihkan hatinya dengan menikah justru kemudahan demi kemudahan ia dapatkan. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya:

“Nikahkanlah orang-orang yang masih sendirian di antara kamu, sesungguhnya Allah akan memperbaiki akhlak mereka, meluaskan rezeki mereka, dan menambah keluhuran mereka”.

“Ada 3 golongan orang-orang yang dijanjikan pertolongan Allah. (salah satunya): Seorang yang menikah karena ingin mensucikan dirinya”
Jadi, bila ingin menjemput pertolongan Allah yang tak terhitung keAgungan dan keberkahanya. Menikahlah.

Keluarga Sefikrah

Dalam perjalanan dakwah tentu ada romantikanya. Berbagai pandangan muncul seputar pernikahan. Maklumlah persoalan yang satu ini tidak dapat dilepaskan dalam perjalanan dakwah itu sendiri. Namun, tak jarang seorang ikhwah memilih berlama-lama membujang dengan seribu satu macam alasan. Sekilas nampaknya wajar, akan tetapi rasanya sulit untuk diterima kewajarannya. Apabila ada seorang ikhwan atau akhwat menunda pernikahan sebab alasan pengen lebih banyak berkiprah dalam dakwah. MAka cobalah simak baik-baik syubhat-syubhat (keraguan-keraguan) di bawah ini:

1. Menikah, membelenggu aktivitas dakwah.

Seorang akhwat (wanita) beberapa hari kemarin mengadu kepada saya, Bagaimana jika ada murabbiyah (guru pembimbing agama) menghimbau untuk tidak segera menikah sebab akan menjadikan aktivitas tidak sebebas sekarang?. Munculnya, kekhawatiran yang melanda di kalangan aktivis tarbiyyah dewasa ini sudah sedemikian dominan sampai-sampai ‘mengintruksikan’ untuk menunda nikah dengan alasan frekuensi dakwahnya tidak sebebas sekarang. Kadang tak habis membayangkan, sebebas seperti apa?? Atau rumah tangga di anggap sedemikian rupa bak karantina? Sosok suami laksana juragan mandor atawa bodyguard yang membatasi ruang gerak secara otoriter dan tanpa dasar? Entahlah…

Mengapa pernikahan dianggap sebagai sebuah pintu keterbelengguan dalam dakwah, padahal justru pernikahan itulah sebenarnya titik awal ia memulai dakwah dengan kesempurnaan diennya. Titik awal ia menggapai pertolongan Allah SWT. Dari sinilah proyek-proyek dakwah justru mulai tersibakkan, keikhlasan mudah disemaikan dan keteguhan mudah terpancang kuat. Keterbelengguan hanya timbul dari pribadi-pribadi yang kurang memahami hakekat dakwah itu sendiri. Dakwah dalam makna yang sebenarnya. Sebab dakwah termasuk di dalamnya konsep penataan ummat. Bagaimana ia menjadi ‘anashirut taghyir’ agen perubah dan anashirut takwin ‘agen penata’ sementara ia sendiri belum bisa bertata diri.

‘kuntum khoiru ummatin uhrijat linnaas’
jadilah engkau ummat terbaik yang dilahirkan kepada manusia untuk beramar ma’ruf nahi munkar” (3:110)

2. Menikah, Berkurangnya Dana Dakwah
Diantara syubhat para aktivis untuk tidak menyegerakan nikah disebabkan karena pemikiran bahwa berumahtangga berarti memperbesar bugjet pendanaan, akibatnya dana dakwah (ongkos aktivitasnya) berarti berkurang. Barang kali di masa lajang cukuplah baginya biaya makan, tinggal (syukur-syukur numpang pada ortu), buat naik angkot dll, tetapi jika ia menikah berarti penambahan anggaran-anggaran kontrak rumah, telepon, listrik, biaya melahirkan, anggaran pendidikan anak dan seabrek kebutuhan, mending berasyik-asyik membujang.

Syubhat seperti ini cukup banyak melanda kalangan aktivis, baik ikhwan maupun akhwat. Ditambah lagi kuliah yang belum kelar, kekhawatiran seperti ini muncul di saat semuanya dinilai secara materi, tidak yakin dengan janji Allah SWT, bahwa justru dengan nikah itulah akan terbukanya pintu-pintu rizki-Nya.

” Dan nikahilah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (nikah) dan hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah yang akan memampukan (menkayakan) mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui “

3. Menikah menghambat kiprah tholabul ‘ilmi (menuntut ilmu)
Diantara syubhat lain yang sering melanda diantara fikrah mereka –terutama di kalangan akhwat- adalah bahwa nikah akan mengurangi akhtifitas thalabul ‘ilmi, berkurangnya kesempatan keluar untuk kegiatan-kegiatan keilmuan semisal liqa pekanan, mabit atau aktifitas lainnya. Dari beberapa kasus yang terjadi memang demikian adanya, sempat was-was di kalangan para ikhwah yang sudah cukup umur. Bahkan, seorang akhwat sempat bercerita kepada saya setelah sekian tahun dibina dalam tarbiyyah ini tidaklah mudah mengatur dan memenej aktifitasnya. Mengingat ada keinginan suami yang mengharuskan istri tetap tinggal di rumahnya. Belum lagi di fase kelahiran anak pertamanya, kedua dan seterusnya.
Diantara penyebabnya adalah disebabkan minimnya/lemahnya komitmen dalam dakwah termasuk di dalamnya menyangkut kelangsungan tarbiyah. Kedua, dalam memasuki dunia batu ‘rumah tangga’ masih belum adanya kesiapan psikologi ketika ia harus berhadapan dengan tugas-tugas seorang istri. Ketiga, Belum memahami ahammiyyah (urgensi) nikah dalam tataran dakwah. Dan Keempat, adalah kekurangfahaman suami dalam hal tarbiyyah.

Carilah Suami Sefikroh!

Ini penting. Betapa tidak. Suami adalah raa’in (pemimpin), yang memegang tumpuk pimpinan rumah tangga. Atas dasar itulah ‘kejelian’ seorang akhwatdalam memilih sudah menjadi keharusan. Tapi harus diingat kejelian disini bukan berarti serba idealis. Selalu berfikir ‘sempurna’ dengan ikhwan yang anda inginkan. Sudah terlalau banyak yang saya jumpai fenomena seorang akhwat yang akhirnya tidak menyegerakan menikah –kalau tidak dikatakan menunda di usia tua- salah satunya adalah mencari calon yang terlalu ideal baginya.

Inilah yang saya sarankan. Memilih calon suami yang sefikrah dan sepemahaman. Mengapa mesti sefikrah?, sefikrah berarti keduanya sebaiknya memiliki ‘tashawwur islami’ wawasan keislaman yang sama. Parameternya adalah kesamaan kafaah syariyyahnya ‘kefahaman yang sama’. Sebab dengan memiliki kesamaan pemahaman keislaman maka jika dalam menjalani bahtera rumah tangga ini dengan baik, mengambil keputusan dengan tepat sebab dasar afiliasinya (kebergabungannya) dengan islam.

Keluarga sebagai pilar penentram kehidupan tak hanya semata tata penyatuan dua insan untuk menyatukan hati secara materi saja. Namun ia adalah bagian perjalanan ummat manusia yang sarat akan romantika kebahagiaan. Mulailah dengan niatan tulus untuk membangun bahtera rumah tangga dengan kesamaan visi dan misi bangunan keluarga yang akan dibangun. Lalu ukur kefahaman hidup dan kehidupan ini tentunya dalam kacamata keislaman. Kesamaan visi, misi dan tujuan hidup inilah yang akan memperkokoh uraian cinta yang akan dibangun kelak.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More