This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

21 Juli 2010

Memaafkan, atau Membalas Secukupnya


Dalam ajaran Islam membalas itu tidak terlarang, akan tetapi memaafkan itu lebih baik

SUATU hari ˜Aisyah yang tengah duduk santai bersama suaminya, Rasulullah saw, dikagetkan oleh kedatangan seorang Yahudi yang minta izin masuk ke rumahnya dengan ucapan Assamu'alaikum (kecelakaan bagimu) sebagai ganti ucapanAssamu'alaikum kepada Rasulullah.

Tak lama kemudian datang lagi Yahudi yang lain dengan perbuatan yang sama. Ia masuk dan mengucapkanAssamu'alaikum. Jelas sekali bahwa mereka datang dengan sengaja untuk mengganggu ketenangan Rasulullah. Menyaksikan pola tingkah mereka, Aisyah gemas dan berteriak: Kalianlah yang celaka!

Rasulullah tidak menyukai reaksi keras istrinya. Beliau menegur, Hai ˜Aisyah, jangan kau ucapkan sesuatu yang keji. Seandainya Allah menampakkan gambaran yang keji secara nyata, niscaya dia akan berbentuk sesuatu yang paling buruk dan jahat. Berlemah lembut atas semua yang telah terjadi akan menghias dan memperindah perbuatan itu, dan atas segala sesuatu yang bakal terjadi akan menanamkan keindahannya. Kenapa engkau harus marah dan berang?"

"Ya Rasulullah, apakah engkau tidak mendengar apa yang mereka ucapkan secara keji sebagai pengganti dari ucapan salam?"

"Ya, aku telah mendengarnya. Aku pun telah menjawabnya wa'alaikum (juga atas kalian), dan itu sudah cukup."

Manusia agung, Muhammad saw ini lagi-lagi memberikan pelajaran yag sangat berharga kepada istrinya, yang tentu saja berlaku pula bagi segenap kaum muslimin. Betapa beliau telah menunjukkan suatu kepribadian yang amat matang dan sangat dewasa dalam menghadapi berbagai keadaan. Begitu kokoh pemahaman dirinya, sehingga tidak mudah terpancing amarahnya. Suatu pengendalian emosi yang luar biasa.

Sebagai istri, 'Aisyah tentu tidak rela manakala suami tercintanya menerima ucapan keji dan busuk, sebagaimana yang diucapkan oleh orang Yahudi. Darahnya segera mendidih, dan tanpa kendali keluarlah dari kedua bibirnya kata-kata keji pula sebagai balasan atas mereka.

Apa yang dikatakan oleh 'Aisyah sebenarnya dalam batas kewajaran. Ia tidak berlebihan dalam mengumpat dan mengata-katai mereka. Ia hanya membalas secara setimpal apa yang mereka ucapkan. Akan tetapi Rasulullah belum berkenan terhadap ucapan istrinya. Beliau ingin agar 'Aisyah mengganti ucapannya dengan satu kata yang lugas tapi tetap sopan. Rasulullah berkata, Wa'alaikum, itu sudah cukup.'

Urusan salam ini nampaknya sederhana, tapi dalam Islam mendapatkan porsi perhatian yang cukup besar. Salam merupakan pembuka kata dalam setiap perjumpaan, baik perjumpaan di udara maupun di darat (tatap muka). Salam bahkan menunjukkan kepribadian seseorang.

Orang yang secara tiba-tiba berkata-kata tanpa didahului oleh salam bisa dianggap kurang etis atau tidak sopan. Apalagi jika akan memasuki rumah orang. Bahkan nada suara, ekspresi wajah, dan gaya penampilan ketika mengucapkan salam menjadi perhatian yang sangat besar.

Lebih dari itu, orang bisa langsung mengetahui identitas agama seseorang dari salamnya. Jika ada penyiar televisi atau narasumber yang diwawancarai mengucapkan assalamualaikum, segera kita ketahui bahwa orang tersebut beragama Islam. Demikian juga bila menggunakan salam yang lain.

Masalahnya kemudian, bagaimana jika Assamu'alaikum sudah menjadi tradisi nasional, sehingga warga non-muslim juga mengucapkan hal yang sama? Banyak di antara kita yang kelagapan menerima ucapan Assamu'alaikum dari kawan atau kenalan yang nyata-nyata bukan muslim. Ada yang menjawab dengan wa'alaikum salam, tapi ada yang justru tidak menjawab sama sekali.

Urusan salam ternyata telah diajarkan oleh Islam sangat rinci sekali. Termasuk jika kita mendapatkan ucapan Assamu'alaikum dari orang non-muslim. Dalam hal ini kita cukup menjawab mereka dengan ucapan: wa'alaikum. Kenapa demikian?

Ada dua alasan. Yang pertama, menjaga hubungan baik dan kesopanan. Dengan ucapan waalaikum mereka merasa mendapatkan respon baik dari kita. Mereka tidak merasa diacuhkan. Sebaliknya mereka merasa dihormati dan diterima.

Alasan kedua, dengan hanya menjawab wa’alaikum, maka berarti kita tidak mendoakan kepada mereka. Sebab doa seorang muslim kepada non-muslim itu tidak diterima. Kecuali mendoakan agar mereka mengikuti jalan kebenaran, yaitu Islam. Dengan Islam mudah-mudahan mereka selamat di dunia dan di akhirat.

Nabi Ibrahim adalah seorang anak yang sangat mencintai dan menghormati ayahnya. Itulah sebabnya ia berdoa agar Allah menyelamatkan bapaknya. Akan tetapi perbuatan Ibrahim itu mendapat teguran dari Allah, karena bapaknya masih musyrik, menyembah berhala.

Demikian juga Nabi Muhammad saw, beliau sangat mencintai Abu Thalib, pamannya. Lewat perlindungan pamannya inilah jiwanya selamat dan misinya berhasil. Tapi karena sampai akhir hayatnya Abu Thalib belum juga menyatakan beriman kepada Allah, maka Muhammad saw terhalang mendoakannya.

Inilah adat kesopanan yang diajarkan Islam. Kepada orang yang tidak seagama, kita tetap harus berbuat baik. Apalagi jika orang tersebut telah berjasa kepada kita. Kepada orang tua yang non-muslim misalnya, kita harus berbuat baik. Termasuk jika mereka memerintahkan berbuat maksiat, kita harus tetap berbuat baik kepada mereka, walaupun perintahnya tidak kita jalankan.

Demikian juga kepada orang yang jelas-jelas menunjukkan permusuhannya, kita tidak boleh terpancing berbuat keji dan kotor. Sebisa mungkin kita mengendalikan diri. Jika kita berniat membalasnya, maka balasan itu hendaknya setimpal, tidak boleh berlebihan. Pilihlah kata-kata yang tegas, lugas, tapi tetap sopan.

Dalam ajaran Islam membalas itu tidak terlarang, akan tetapi memaafkan itu lebih baik. Jika benar-benar kita ingin membalas, balasan itu hendaknya tidak lebih dari yang ia terima. Berlebih-lebihan dalam pembalasan merupakan tindak kezhaliman. Allah berfirman:

"Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishas. Oleh sebab itu barang siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangan terhadapmu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah bersama orang-orang yang bertaqwa." (QS. al-Baqarah: 194)

Tidak seperti agama lain yang mengajarkan bahwa bila pipi kananmu dipukul berikan pipi kirimu. Bila jubahmu diminta berikan bajumu. Ajaran ini justru tidak manusiawi, sebab sangat memberatkan mereka yang dizhalimi. Islam mengajarkan agar seseorang bisa memberi balasan setimpal dengan apa yang telah diterimanya. Meskipun demikian, memaafkan itu jauh lebih baik.

Seperti dalam kasus ‘Aisyah di atas, jelas bahwa ‘Aisyah sangat bisa membalas ucapan keji orang Yahudi. Apalagi saat itu Rasulullah bukan saja sebagai pemimpin ruhani, tapi sekaligus merupakan kepala negara yang berkuasa. Apa susahnya membalas orang yang menghinanya, sedang menjebloskan mereka ke tahanan saja itu merupakan haknya. Tapi Rasulullah sebagai manusia agung memilih untuk memberi balasan yang secukupnya.

Keperkasaan seseorang tidak bisa diukur dari kekuatan fisiknya. Orang yang jantan, bukan mereka yang ahli bertinju, bukan mereka yang di setiap pertandingan tak terkalahkan. Menurut determinasi Islam orang yang kuat adalah mereka yang dikala marah bisa menahan dirinya. Rasulullah bersabda, "Bukan dikatakan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seorang pemberani adalah mereka yang dapat menguasai diri (nafsu)-nya sewaktu marah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Menahan marah bukan pekerjaan mudah. Menuntut perjuangan yang amat berat lagi susah, apalagi bagi mereka yang sedang mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk meluapkan kemarahannya. Akan tetapi justru di sinilah seseorang itu dinilai, apakah layak disebut ksatria atau tidak. Seorang ksatria adalah yang mampu menahan marahnya, akan tetapi jika kezhaliman itu sudah melampaui batas, ia mampu membalasnya, setimpal dengan perlakuan orang tersebut. Orang yang seperti ini akan mendapat jaminan dari Allah berupa kecintaan yang mendalam.

Rasulullah bersabda:

"Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang, ia akan mendapatkan pemeliharaan dari Allah, akan dipenuhi dengan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukkannya dalam lingkungan hamba yang mendapatkan cinta-Nya, yaitu (1) seseorang yang selalu bersyukur manakala mendapat nikmat dari-Nya, (2) seseorang yang mampu meluapkan amarahnya tetapi mampu memberi maaf atas kesalahan orang, (3) seseorang yang apabila sedang marah, dia menghentikan marahnya."
(HR. Hakim).

Dalam menghadapi situasi yang cenderung memancing emosi, manusia dapat dibedakan dalam tiga tipe. Pertama, orang yang tidak merasa marah padahal penyebabnya ada. Kedua, orang yang merasa marah tetapi mampu menahan amarahnya dan mau memaafkan. Sedang ketiga, mereka yang merasa marah, mampu menahan marah, tapi tidak bisa memaafkannya. Dari ketiga kategori ini tentu saja golongan pertama yang lebih utama. Mereka disebut telah memiliki hilm, sifat sabar yang sangat besar. Sabar di atas sabar. Sifat ini telah dimiliki Rasulullah saw, dan telah dibuktikan dalam berbagai peristiwa.

Tentang sifat hilm ini Rasulullah bersabda, "Maukah aku ceritakan kepadamu tentang sesuatu yang menyebabkan Allah memuliakan bangunan dan meninggikan derajatmu? Para sahabat menjawab, tentu. Rasul bersabda, “Kamu bersikap sabar (hilm) kepada orang yang membencimu, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberi kepada orang yang memusuhimu, dan menghubungi orang yang telah memutuskan silaturrahim denganmu." (HR. Thabrani). [Sahid/www.hidayatullah.com]

Ukhuwah Atas Nama Allah


Muslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh. Jika satu disakiti, maka yang lain juga akan menderita. Tapi ukhuwah yang benar hanya atas nama Allah SWT

Hidayatullah.com--Muslim satu dengan Muslim yang lain itu ibarat satu tubuh, kata Nabi. Itulah ukhuwah atau persaudaraan. Ukhuwah islamiyah atau persaudaran Islam adalah sendi pokok untuk membangun tatanan masyarakat Muslim yang kokoh. Tatanan masyarakat Islam yang kokoh merupakan cita-cita kita semua dimana Islam sebagai Rahmatan lil ‘alamin akan benar- benar terwujud.

Memperkokoh pilar-pilar ukhuwah islamiyah adalah kewajiban setiap Muslim. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Muslimin untuk menegakkan ukhuwah. Hal itu termaktub dalam beberapa ayat di Al-Quranul Karim.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai hadits juga memerintahkan ummatnya untuk melakukan hal yang sama. Di bawah ini adalah beberapa hadits yang menjelaskan kedudukan ukhuwah dalam Islam. Di bawah ini adalah anjuran ukhuwah menurut Islam.

Lillahi Ta’ala

Semangat ukhuwah di antara sesama Muslim hendaknya didasari karena Allah semata, karena ia akan menjadi barometer yang baik untuk mengukur baik-buruknya suatu hubungan. Rasulullah bersabda, ”Pada hari kiamat Allah berfirman: Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari yang tiada naungan selain naungan-Ku ini, aku menaungi mereka dengan naungan-Ku.” (HR Muslim)

Dalam hadits lain Rasulullah bersabda, ”Barangsiapa yang bersaudara dengan seseorang karena Allah, niscaya Allah akan mengangkatnya ke suatu derajat di surga yang tidak bisa diperolehnya dengan sesuatu dari amalnya.” (HR Muslim)

Dalam keterangan yang lain Nabi Muhammad menjelaskan, ”Di sekeliling Arsy terdapat mimbar-mimbar dari cahaya yang ditempati oleh suatu kaum yang berpakaian dan berwajah (cemerlang) pula. Mereka bukanlah para nabi atau syuhada, tetapi nabi dan syuhada merasa iri terhadap mereka.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepada kami tentang mereka.” Beliau menjawab, ”Mereka adalah orang-orang yang saling mencintai, bersahabat, dan saling mengunjungi karena Allah.” (HR Nasa’i dari Abu Hurairah Radiallahu ‘anhu)

Tidak Saling Menzhalimi

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesama Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar ra)

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, ”Janganlah kalian saling mendengki, melakukan najasy, saling membenci, memusuhi, atau menjual barang yang sudah dijual ke orang lain. Tetapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak menzhalimi, dan tidak membiarkan atau menghinakannya. Takwa itu di sini (beliau menunjuk ke dadanya tiga kali).

Ibarat Satu Tubuh

Ukhuwah dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh. “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (HR Muslim)

“Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (HR Muslim)

Merasakan Lezatnya Iman

“Barangsiapa ingin (suka) memperoleh kelezatan iman, hendaklah ia mencintai seseorang hanya karena Allah.” (HR Ahmad)

Mengenal Baik Sahabatnya

“Jika seseorang menjalin ukhuwah dengan orang lain, hendaklah ia bertanya tentang namanya, nama ayahnya, dan dari suku manakah ia berasal, karena hal itu lebih mempererat jalinan rasa cinta.” (HR Tirmidzi). [www.hidayatullah.com]

Aib Kita Adalah Cermin Diri Kita Juga!


Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Hâtim Al Asham ketika fenomena tayangan “ghibahtainmen” merajalela

oleh: Ali Akbar bin Agil*

ADA seorang perempuan datang kepada Syaikh Hâtim Al Asham untuk bertanya tentang sebuah persoalan. Saat bertanya, tiba-tiba keluarlah suara kentut dari perempuan itu dan ia merasa sangat malu.

“Keraskan suaramu!,” teriak Hâtim dengan keras untuk mengesankan seolah ia tuli.

Si perempuan merasa senang dan mengira kalau Hâtim tidak mendengar suara kentutnya. Karena kejadian itulah, kemudian Syaikh Hâtim mendapat julukan Al Asham (si tuli).

Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Hâtim Al Asham. Kita memperoleh hikmah menutup rapat-rapat keburukan orang lain, tidak mengumbarnya sebagaimana terjadi saat ini, di mana fenomena tayangan ghibahtainmen yang menceritakan kekisruhan rumah tangga orang lain, membeberkan perselingkuhan serta perzinaan, terjadi dengan begitu vulgar dan massif.

Ironisnya, para pemilik modal dan pengelola program tercela ini berkilah jika acara (ghibah) ini dianggap mendidik masyarakat untuk lebih cerdas.

Sebuah alasan yang tidak masuk akal. Alih-alih mencegah, yang terjadi justru masyarakat dijejali oleh berita-berita keburukan orang yang mungkin akan dicontoh oleh mereka. Apalagi pihak bersangkutan yang diwartakan merupakan public figuree.

Tidak berlebihan bila PBNU lewat fatwanya dalam Munas Alim Ulama NU se-Indonesia di asrama Haji Sukolilo, Surabaya (27-30 Juli 2006), menuntut kepada pemerintah, dalam hal ini Departemen Komunikasi dan Informasi, untuk melarang program infotainment yang berisi ghibah alias membeberkan aib orang lain, apakah itu berupa perselingkuhan, perceraian, atau percekcokan rumah tangga, dan sejenisnya.

Fatwa ini perlu direkomendasikan sebagai bentuk pertanggungjawaban para ulama kepada umatnya. Sebab jika keadaan demikian ini dibiarkan begitu saja, lama-lama akan membuat bangsa kita menjadi bangsa penggunjing. Akibatnya, ajang berkumpul sesama teman atau keluarga rasanya kurang afdhal bila tidak dibumbui dengan ngerasani (menggunjing) atau menggosip. Sungguh sebuah dilema yang berbalik seratus delapan puluh derajat dengan apa yang terjadi pada diri Syekh Hatim.

Lantas, bagaimana kita bisa mengetahui aib diri sendiri? Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal, Ihya` `Ulumuddin, mengetengahkan kiat jitu menyingkap kekurangan yang melekat pada diri kita. Beliau menyarankan untuk menempuh empat cara:

Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai masalah yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam ber-mujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan Syaikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya serta cara pengobatannya. Namun, di zaman sekarang guru semacam ini langkah.

Kedua,
mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam), dan berpegang pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan lahirnya, sehingga ia dapat memberi peringatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.

Ketiga,
berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya sebab pandangan yang penuh kebencian akan menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Akan tetapi, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian. Hanya orang yang memiliki mata hati jernih yang mampu memetik pelajaran dari keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.

Keempat,
bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri yang juga memiliki sifat tercela itu. Kemudian ia menuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri. [*penulis mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UIN Maliki Malang]

Mari Menyongsong “Training Ramadhan”


Jadikan bulan Ramadhan mendatang sebagai sarana untuk mendapatkan kekuatan, baik lahir maupun batin. Seolah menjadi tempat training memperkuat spiritual

www.hidayatullah.com--Alhamdulillah, Allah Subhanahu wa Ta’ala masih mempertemukan kita lewat media yang kita cintai ini. Suhu politik di negeri kita masih terasa cukup tinggi. Kita memohon agar kaum Muslimin senantiasa dilindungi oleh Allah dari segala marabahaya dan ekses negatif akibat makar orang-orang yang tidak menyukai dakwah Islamiyah, di balik permainan politik ini. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Beberapa bulan ini, bangsa Indonesia disibukkan oleh suatu perhelatan politik bernama pemilihan umum. Meski hasilnya belum maksimal, namun ini adalah bagian dari sebuah proses tarbiyah bagi umat, yang sekaligus berarti sebagai tantangan. Di masa depan kita perlu membuat program yang lebih baik dan variatif, agar semakin banyak umat yang menyadari pentingnya berhati-hati dalam memilih pemimpin. Sosok pemimpin yang diusung, adalah cermin dari komunitas umatnya, yang sekaligus berarti menjadi ukuran sejauh mana tingkat pencapaian program para juru dakwah.

Yang terpenting bagi kita di masa depan adalah, hendaklah kita tetap teguh. Marilah kita semakin merapatkan barisan satu sama lain. Badai boleh saja terus menerjang, namun semangat persaudaraan dan kekompakan wajib dipelihara dan ditingkatkan.

Kita sangat menyadari, betapa pengaruh politik sangat kuat. Saudara-saudara kita di lingkungan Nahdhiyin yang sudah mapan tradisinya saja, terkena dampak. Itu artinya arus pusaran politik yang terjadi tidak kecil. Oleh karena itu, kita memerlukan perahu yang kokoh dengan nakhoda kepemimpinan umat yang cerdik dan terampil. Agar kita semua tetap dalam keseimbangan.

Kita yakin di atas makar manusia ada rekayasa Ilahiyah yang berpihak pada kemenangan Islam. Sedang tugas kita adalah terus bergerak. Jangan sampai berhenti berikhtiar.

Saat ini kita berada dalam suasana menjelang Ramadhan. Marilah kita siapkan diri untuk menerima training di bulan Suci. Jadikan bulan Ramadhan sebagai sarana mendapatkan kekuatan, baik lahir maupun batin; materil maupun spiritual. Pertajamlah akidah di bulan ini dan perdalam di Ramadhan nanti. Jaga dan tingkatkan aspek ibadah, ukhuwah, dan program-program yang dapat memberdayakan ekonomi umat melalui zakat, infak, dan sedekah.

Dengan akidah yang kuat dan tauhid yang kokoh, maka kita akan menjadi sosok pribadi yang tegak dan berkepribadian. Tidak ada hal yang paling dibutuhkan saat ini melebihi sosok pribadi yang berkarakter dan berkepribadian.

Orang yang rapuh pribadinya akan dengan mudah diombang-ambingkan oleh zaman. Banyak orang bingung lantaran pribadinya terbelah, tidak utuh, dan tidak tegak. Dengan ibadah yang baik kita akan menjadi orang yang terpelihara. Melalui ukhuwah kita sebarluaskan kenikmatan dan menjaring kekuatan.

Kita menyadari bahwa pada dasarnya budaya umat Islam itu sudah berjalan, tinggal mengemas dan mengasahnya saja lagi. Sekarang (di bulan Sya’ban) inilah momentumnya. Apalagi saat kita sekarang sedang menghadapi problema demokrasi. Terutama bagi pemimpin-pemimpin spiritual, seperti muballigh-muballigh, para ustadz, kiai, juru dakwah, harus lebih mempertajam komunikasinya dengan Allah. Tingkatkan intensitasnya, perbanyak kesempatannya.

Semoga Allah SWT senantasa mengaitkan hati kita sehingga kelak akan terbentuk sebuah kekuatan yang lebih besar lagi, untuk tegaknya ‘izzul Islam wal Muslimin. Amin.* [Abdurahman Muhammad/SAHID/www.hidayatullah.com]

BEKAL RAMADHAN


Ibnu Khuzaimah mengeluarkan dari Salman R.A., ia berkata: “Rasulullah SAW telah berkhutbah kepada kami pada hari terakhir dari bulan Sya’ban, beliau bersabda:

“Wahai manusia sungguh telah dekat kepada kalian: Bulan yang agung lagi penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari pada seribu bulan, bulan yang Allah telah menjadikan puasa di dalamnya sebagai fardlu dan bangun malam sebagai sunnah.

Barang siapa yang mendekatkan diri di dalamnya dengan melakukan amalan sunnat maka seperti orang yang melakukan amalan fardlu pada bulan lainnya. Dan barang siapa yang melakukan amalan fardlu di dalamnya maka seperti orang yang melakukan tujuh puluh amalan fardlu di dalmnya maka seperti orang yang melakukan tujuh puluh amalan fardlu pada bulan lainnya

Ia merupakan bulan kesabaran, sedangkan pahalnaya sabar adalah surga

Ia adalah bulan kasih sayang

Dan bulan saat rizki orang mu’min ditambahkan

Barang siapa pada bulan tersebut memberi makanan/minuman untuk berbuka kepada orang yang berpuasa maka itumenjadi ampunan bagi dosa-dosanya, pembebasan bagi dirinya dari api neraka, dan baginya pahala yang sama dengan pahala orang yang diberi makanan/minuman tersebut, dengan tanpa mengurangi pahala orang itu sedikitpun.“

Mereka berkata: Wahai Rasulullah! Tidaklah setiap orang dari kami mempunyai makanan buka untuk diberikan kepada orang yang berpuasa. Beliau menjawab: Allah memberikan pahala kepada orang yang memberi buka puasa meski dengan sebutir kurma, seteguk air, atau sesisip susu.

Ia adalah bulan yang awalnya penuh rahmat, tengahnya penuh ampunan, dan akhirnya penuh kebebasan dari api neraka.

Barangsiapa meringankan beban hamba sahayanya pada bulan itu maka Alllah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka.

Perbanyaklah pada bulan itu melakukan empat hal; dua di antaranya dapat membuat ridlo Tuhan kalian, dan dua hal lainnya kalian sangat membutuhkannya. Adapun dua hal yang bisa membuat ridlo Tuhan kalian adalah: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan memohon ampunan pada-Nya. Adapun dua hal yang sangat kalian butuhkan adalah: memohon surga kepada Allah dan berlindung kepada-Nya dari api neraka

Barangsiapa memberi minum orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya minum seteguk dari telagaku, dimana ia tidak akan merasakan haus sampai ia masuk surga.”

Al-Mundziri berkata di dalam kitab al-Targhib (II/218): Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya, lalu ia berkata: “Khabar itu adalah shahih.” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Baihaqi melalui jalurnya Ibnu Khuzaimah, dan diriwayatkan pula oleh Abu al-Syaikh Ibnu Hibban dalam kitab al-Tsawab dengan meringkas dari kedua beliau tersebut. Hadits ini juga dikeluarkan oleh Ibnu al-Najjar dengan panjang sebagaimana dalam kitab al-Kanz (IV/323).

A. Makna Puasa:

Makna puasa (yang diperintahkan dan dianjurkan di dalam al-Qur’an) ialah: mencegah, mengekang, dan menghalangi. Dengan kata lain, puasa adalah: tidak menuruti syahwatnya perut dan kemaluan yang (aslinya) halal, dengan niatan ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT.

B. Syarat Wajibnya Puasa:

1. Islam

2. Baligh

3. Berakal

4. Suci dari haidl dan nifas

5. Mampu

6. Mukim (tidak bepergian)

C. Rukun Puasa:

1. Niat, dilakukan tiap malam. (Imam Hambali membolehkan meniatkan diri sekali dengan diniatkan puasa selama sebulan. Dimulau pada hari pertama)

2. Menjaga diri dari hal-hal yang membatalkan

D. Yang Membatalkan Puasa:

Yang membatalkan puasa ada 2 macam:

A. Membatalkan dan mewajibkan qadla’

B. Membatalkan, mewajibkan qadla’ dan kaffarah

A. Adapun yang membatalkan dan mewajibkan qadla’ saja ialah:

1. Makan dan minum dengan sengaja. (Imam AdDaruqudni mengatakan, barangsaiapa lupa makan & minum selama puasa tanpa sengaja, maka itu adalah rizki dari Allah)

2. Sesuatu yang hukumnya sama dengan makan/minum, seperti infuse

3. Muntah dengan sengaja

4. Haidl

5. Nifas

6. Gila

7. Murtad

8. Onani

9. Sesuatu yang sampai ke daam perut/kepala, dengan sengaja

B. Adapun yang membatalkan, mewajibkan qadla’ dan kaffarah hanya satu, yaitu : jima’. Kaffarahnya ialah: salah satu dari tiga perkara di bawah ini, secara berurutan:

· Memerdekakan budak

· Puasa 2 bulan berturut-turut

· Memberi makan 60 orang miskin

E. Sunnah Puasa:

a. Segera berbuka, jika matahari betul-betul telah terbenam.

b. Berbuka dengan kurma, jika tidak ada maka dengan air.

c. Berdo’a di sepanjang sian, khususnya di kala berbuka.

d. Sahur, lebih baik diakhirkan.

e. Bermurah hati.

f. Banyak membaca dan Mudarasah al-Qur’an

g. Menghidupkan malam dengan amalan dan shalat Tarawih.

h. Menjaga diri dari syahwat.

i. Meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir.

j. I’tikaf, khususnya 10 hari terakhir

F. Yang dibolehkan Saat Puasa:

1. Berendam dan menyelam dalam air.

2. Berbekam, bila tidak mengakibatkan lemahnya badan.

3. Berkumur dan menghirup air ke dalam lubang hidung, dengan tidak mubalaghah (berlebihan).

4. Jinabat (berhadats besar).

5. Bersentuhan kulit dengan istri, bila tidak mengobarkan nafsu birahi.

6. Sesuatu yang tidak mungkin dihindari, sepperti masuknya debu di jalan.

7. Suntik

G. Yang dimakruhkan Saat Puasa:

1. Mubalaghah dalam berkumur dan menghirup air ke dalam hidung.

2. Bersiwak setelah masuknya waktu Dhuhur.

3. Berbekam, bila melemahkan badan.

H. Yang diharamkan Saat Puasa:

1. Bersentuhan kulit dengan istri, bila mengobarkan nafsu birahi.

2. Wishal, yaitu puasa 2 hari/ lebih berturut-turut dengan tanpa makan dan minum di waktu malam.

3. Membatalkan puasa dengan tanpa udzur.

I. Yang Mendapatkan Rukhshah (Keringanan) Meninggalkan Puasa:

A. Mereka yang diperbolehkan tidak puasa, tetapi diwajibkan membayar fidyah, yaitu:

1. Orang yang tua renta.

2. Orang sakit yang tidak ada harapan sembuh.

3. Pekerja berat, sepanjang tahun.

B. Mereka yang diperbolehkan tidak puasa; tetapi diwajibkan qadla’, yaitu :

1. Orang sakit yang ada harapan sembuh

2. Orang yang sedang bepergian jauh

3. Pekerja berat, musiman

C. Mereka yang haram berpuasa, tetapi wajib qadla’ yaitu:

Wanita yang mengalami haidl/nifas

J. Wanita Hamil/Menyusui:

Wanita yang sedang hamil atau menyusi apabila ia mengkhawatirkan akan kesehatan dirinya, kandungan, atau bayinya, ia boleh tidak berpuasa. Dan para Ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban yang harus dilakukannya bila ia meninggalkan puasa di bulan Ramadlan, sebagaimana berikut:

A. Membayar fidyah. Pendapat ini didasarkan Ibnu Umar, Ibnu Abbas, dan Sa’id bin Jubair.

B. Mengqala’ puasa. Demikian menurut Atha’ bin Abi Rabah, al-Hasan, Dlahhak, Nakha’I, Zuhri, Rabi’ah, Auza’I, Abu Hanifah, Tsauri, Abu Ubaid, dan Abu Taur

C. Mengqadla’ puasa dan membayar fidyah. Demikian pendapat Imam al-Syafi’I dan Imam Ahmad.

D. Mengqadla’ puasa bagi wanita hamil, dan mengqadla serta membayar fidyah bagi wanita yang sedang menyusui. Ini menurut Imam Malik.

Dari keempat pendapat tersebut, pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas adalah sangat cocok bagi wanita yang terus-menerus dalam keadaan hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita zaman dulu.

Adapun bagi wanita yang jarang hamil dan menyusui, sebagaimana keadaan wanita-wanita di zaman kita ini, maka seyogyanya ia mengqadla puasanya, sebagaimana pendapat jumhur. Demikianlah hasil tarjih yang dilakukan oleh Syaikh Yusuf al-Qardlawi. [Dihimpun oleh: al-Faqir Abu Asad dari berbagai sumber/www.hidayatullah.com]

"40 Keajaiban Ramadhan" 1


Selama Ramadhan, Imam Syafi’i menghatamkan Al-Quran enam puluh kali, dua kali dalam semalam di dalam shalat. Inilah 'rahasia 40 Keajaiban Ramadhan' [bagian pertama]

Hidayatullah.com—Selama Ramadhan, Allah memerintahkan seluruh penghuni surga berhias. Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang keempat, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan surga-Nya, Ia berfirman: “Bersiap-siaplah, dan hiasilah dirimu untuk para hamba-Ku, sehingga mereka bisa segera beristirahat dari kelelahan (hidup di) dunia menuju negeri-Ku dan kemulyaan-Ku…” [HR. Baihaqi]. Itulah sisi menarik keajaiban bulan Ramadhan yang tak banyak orang tahu.

Hidayatullah.com, mengurai 40 Keajaiban bulan Ramadhan. Tulisan ini akan disarikan empat seri.

1. Ramadhan jalan menuju ketaqwaan

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertaqwa”. (Al Baqarah: 183).

Ayat di atas menerangkan bahwa puasa adalah sebab yang bisa mengantarkan pelakunya menuju ketaqwaan, karena puasa mampu meredam syahwat. Ini sesuai dengan salah satu penafsiran yang disebutkan Imam Al Qurthubi, yang berpatokan kepada hadits riwayat Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa puasa adalah perisai.

2. Ramadhan bulan mujahadah

Para ulama’ salaf adalah suri tauladan bagi umat, mujahadah mereka dalam mengisi bulan Ramadhan amat perlu dicontoh. Seperti Imam Asyafi’i, dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran dua kali dalam semalam, dan iti dikerjakan di dalam shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran enam puluh kali dalam sebulan. Imam Abu Hanifah juga menghatamkan Al-Quran dua kali dalam sehari selama Ramadhan.

3. Puasa Ramadhan menumbuhkan sifat amanah

Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al Fiqh Al Islami berpendapat bahwa puasa mengajarkan rasa amanat dan muraqabah di hadapan Allah Ta’ala, baik dengan amalan yang nampak maupun yang tersembunyi. Maka tidak ada yang mengawasi seseorang yang berpuasa agar menghindari hal-hal yang dilarang dalam berpuasa kecuali Allah Ta’ala

4. Puasa Ramadhan melatih kedisiplinan

Puasa juga melatih kedisplinan, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa seorang yang berpuasa harus makan dan minum dalam waktu yang terbatas. Bahkan dalam berbuka puasapun harus disegerakan.

5. Puasa Ramadhan menumbuhkan rasa solidaritas sesama muslim

Wahbah Zuhali juga menjelaskan bahwa puasa Ramadhan menumbuhkan rasa solidaritas di antara sesama muslim. Pada bulan ini semua umat Islam, dari timur hingga barat diwajibkan untuk menjalankan puasa. Mereka berpuasa dan berbuka dalam waktu yang sama, dikarenaka mereka memiliki Rabb yang satu.

Seorang yang merasa lapar dan dahaga akhirnya juga bisa ikut merasakan kesengsaraan saudara-saudaranya yang kekurangan atau tertimpa bencana. Sehingga tumbuh perasaan kasih sayang terhadap umat Islam yang lain.

6. Puasa Ramadhan melatih kesabaran

Bulan Ramadhan adalah bulan puasa di mana pada siang hari kita diperintahkan meninggalkan makanan yang asalnya halal, terlebih lagi yang haram. Begitu pula di saat ada seseorang mengganggu kita. Rasulullah Saw. bersabda: “Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa." (HR. Bukhari)

7. Puasa Ramadhan menyehatkan

Rasulullah bersabda: ”Berpuasalah, maka kamu akan sehat” (HR. Ibnu Sunni), ada yang menyatakan bahwa hadits ini dhoif, akan tetapi ada pula yang menyatakan bahwa derajat hadits ini sampai dengan tingkat hasan (lihat, Fiqh Al Islami wa Adilatuh, hal 1619).

Tapi makna matan hadist bisa tetap diterima, karena puasa memang menyehatkan. Al Harits bin Kaldah, tabib Arab yang pernah mengabdi kepada Rasulullah Saw. juga pernah menyatakan:”Lambung adalah tempat tinggal penyakit dan sedikit makanan adalah obatnya”.

8. Lailatul Qadar adalah hadiah dari Allah untuk umat ini

Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’, dia telah mendengar dari seorang ahlul ilmi tsiqah yang telah mengatakan: “Sesungguhnya telah diperlihatkan usia-usia umat sebelumnya kepada Rasulullah Saw., atau apa yang telah Allah kehendaki dari hal itu, dan sepertinya usia umat beliau tidak mampu menyamai amalan yang telah dicapai oleh umat-umat sebelumnya, maka Allah memberi beliau Lailatul Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan.” (HR. Malik).

9. Ramadhan bulan ampunan

Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan, Rasulullah Saw. bersabda: “Dan siapa yang berpuasa Ramadhan dengan didasari keimanan dan pengharapan ridha Allah, diampunkan untuknya dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

10. Siapa yang dilihat Allah, maka ia terbebas dari adzab-Nya

Dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah Saw. bersabda: ”Pada bulan Ramadhan umatku dianugerahi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumku. Yang pertama, sesungguhnya jika Allah melihat mereka di awal malam dari bulan Ramadhan, dan barang siapa yang telah dilihat Allah maka Ia tidak akan mengadzabnya selamanya…” (HR. Baihaqi). [dikutip dari Majalah Hidayatullah September 2007/bersambung..]

"40 Keajaiban Ramadhan"2

Selama Ramadhan, Imam Syafi’i menghatamkan Al-Quran enam puluh kali, dua kali dalam semalam di dalam shalat. Inilah 'rahasia 40 Keajaiban Ramadhan' [bagian kedua]

11. Bau mulut orang berpuasa lebih harum dari misk di hadapan Allah

Rasulullah Saw. bersabda:”…Yang kedua, sesungguhnya bau mulut mereka ketika sore hari lebih harum di hadapan Allah daripada bau misk…” (HR. Baihaqi).

12. Di Bulan Ramadhan para malaikat meminta ampunan untuk umat ini

Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang ketiga, sesungguhnya para malaikat meminta ampunan untuk mereka siang dan malam…” (HR. Baihaqi).

13. Di bulan Ramadhan sorga berbenah diri

Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang keempat, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan surga-Nya, Ia berfirman: “Bersiap-siaplah, dan hiasilah dirimu untuk para hamba-Ku, sehingga mereka bisa segera beristirahat dari kelelahan (hidup di) dunia menuju negeri-Ku dan kemulyaan-Ku…” (HR. Baihaqi).

14. Di malam akhir Ramadhan Allah mengampuni umat ini

Rasulullah Saw. bersabda: ”…Adapun yang kelima, sesungguhnya jika tiba malam terakhir Ramadhan Allah memberi ampun kepada mereka semua. Lalu bertanyalah seorang lelaki dari sebuah kaum: ”Apakah itu lailatul qadar? Ia bersabda:” Bukan, apakah kau tidak mengetahui perihal orang-orang yang bekerja, jika mereka selesai melakukan pekerjaan maka imbalannya akan dipenuhi. (HR. Baihaqi)

15. Pintu sorga dibuka, pintu neraka ditutup, syaitan dibelenggu

Rasulullah Saw. Bersabda: “Jika Ramadhan tiba dibukalah pintu sorga dan ditutuplah pintu neraka serta syaitan-syaitan dibelenggu. (HR. Bukhari).

Dalam Syarah Shahih Muslim, Qadhi Iyadh menjelaskan bahwa makna hadits di atas bisa bermakna haqiqi, yaitu pintu sorga dibuka, pintu neraka ditutup serta syaitan dibelenggu secara haqiqi, sebagai tanda datangnya Ramadhan sekaligus pemulyaan terhadapnya. Tapi bisa juga bermakna majaz yang mengisyaratkan besarnya pahala dan ampunan di bulan itu, sehingga syaitan seperti terbelenggu.

16. Pahala syuhada bagi yang melakukan kewajiban dan menghidupkan Ramadhan

Datanglah seorang laki-laki kepada Nabi Saw. Dan mengatakan: ”Wahai Rasulullah, tahukah anda jika saya telah bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya anda adalah utusan Allah, aku juga telah melakukan shalat lima waktu, juga telah menunaikan zakat, serta aku telah berpuasa Ramadhan dan menghidupkannya, maka termasuk golongan siapakah saya? Rasulullah Saw. Bersabda: “Termasuk dari orang-orang yang sidiq dan syuhada’”. (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya)

17. Pahala amalan bulan Ramadhan berlipat ganda

Dari Salman ra., bahwasannya Rasulullah Saw. berkhutbah di hari terakhir bulan Sya’ban: ”Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan agung yang penuh berkah. Bulan yang terdapat di dalamnya sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah jadikan puasa di dalamnya sebagai kewajiban, dan qiyamul lail sebagai hal yang disunnahkan, barang siapa mendekatkan diri di dalamnya dengan perbuat kebajikan, maka ia seperti mengerjakan kewajiban selainnya, dan barang siapa mengerjakan kewajiban di dalamnya, maka ia seperti mengerjakan tujuh puluh kewajiban selainnya…” (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya)

18. Seluruh hari dalam Ramadhan memiliki keutamaan

Rasulullah Saw. bersabda: “…Dia adalah bulan yang permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, serta paripurnanya adalah pembebasan dari neraka…” (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya)

19. Keutamaan memberi minum orang yang berpuasa

Allah akan memberi minum kelak di akhirat Rasulullah Saw. bersabda: “Dan barang siapa memberi minuman orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya dari telaga minuman yang tidak menghauskan hingga ia masuk ke dalam sorga”. (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya).

20. Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan

Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan.” (HR.Tirmidzi). [dikutip dari Majalah Hidayatullah September 2007/bersambung..]

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More