This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

23 Juni 2010

SEBUAH KONTEMPLASI


Dulu, saya selalu merasa kasihan setiap kali melihat kambing atau sapi yang akan disembelih. Yah, namanya juga dulu. Tapi, ketika saya melihat seekor kambing (lagi) yang terikat di dekat sebuah masjid--dan dengan lamat mengunyah rumput-rumput yang disajikan padanya--baru-baru ini, saya kembali iba. Padahal saya sudah berumur kepala dua. Tepatnya, 22. Yang jelas, usia saya bukan usia bocah lagi.

Kadang saya pikir: betapa merana menjadi kambing. Menjadi sapi. Menjadi ayam. Mereka (harus) siap untuk dipotong atau digorok kapan saja; dimakan manusia--dijadikan gulai, sate, atau pelengkap sop hangat buatan bunda. Ya, kasihan sekali. Sampai beberapa waktu, saya tidak menemukan pelajaran yang berharga pada fenomena tersebut; kecuali kesedihan, iba, dan perasaan yang tak jelas asal-usul dan kemana arah tujuannya.

Sampai suatu hari, seorang guru mengatakan pada saya tentang sunnatullah. Ketentuan Allah: bahwa matahari, bulan, orbit, planet, galaksi, laut, tumbuh-tumbuhan, air, api, binatang melata dan yang berenang di perairan... semuanya patuh pada ketentuan Allah.

Lihatlah langit yang tidak jatuh--walau tak disangga tiang beton secuil pun, lihatlah matahari yang tak lelah bersinar--walau jutaan tahun telah berlalu, lihatlah planet-planet yang tetap berjalan pada orbitnya; tidak saling berebut jalur masing-masing, tidak saling bertabrakan. Lihatlah pula kematian api atas air, kelemahan daun yang gugur pada angin, cacing yang harus mati hanya karena terkena garam dapur. Semuanya patuh, tunduk, tidak memberontak. Mereka melaksanakan titah Robb mereka; dalam keadaan ikhlas maupun terpaksa.

Saya yakin: tak ada kambing atau sapi yang mau mati. Mereka hewan. Takut mati. Lihatlah rusa yang terbirit-birit kala dikejar singa--sekali-kali tontonlah Discovery Cahnnel atau film dokumenter hewan. Lihatlah tikus yang mencicit menjerit (ketakutan) saat seekor kucing mengeluarkan cakar dan taringnya untuk mencabik daging mereka. Lihatlah, betapa kambing dan sapi yang begitu enggan ditarik menuju tempat penyembelihan. Namun, pada akhirnya, mereka harus mati juga. Berakhir juga. Semuanya karena ketentuan Allah harus dijalankan. Harus dilakukan: suka ataupun tidak.

Maka, saat-saat ini, saya jadi malu pada bumi, udara, semut. Bahkan pada gunung, matahari, bulan, Jupiter dan Saturnus--dua planet bongsor yang melindungi bumi dari serangan hujan meteor yang dahsyat. Saya malu karena mereka sanggup patuh pada Allah. Saya malu karena mereka dapat menjadi hamba Allah yang tak sombong pada perintah-Nya. Saya malu pada kambing dan sapi: mereka bahkan rela meregang nyawa untuk taat dan jadi hamba sebenar-benar hamba.

Kini, saya mengerti kenapa hanya manusia dan jin yang dihisab pada yaumil hisab. Kenapa hanya kita yang dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti; bukannya kambing, sapi atau kucing tetangga sebelah. Kini saya juga mengerti alasan baru kenapa saya harus sedih melihat kambing yang akan disembelih; sedih karena saya dan anda belum tentu sanggup bertaqwa seperti mereka. Astaghfirullah : kenapa kita harus merasa lebih tinggi dari para kambing kalau kita belum membuktikan apa-apa mengenai 'kesempurnaan' kita sebagai manusia?

Masya Allah. Astaghfirullah...

TUKANG KAYU

Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada pemilik perusahaan. Tentu saja, karena tak bekerja, ia akan kehilangan penghasilan bulanannya, tetapi keputusan itu sudah bulat. Ia merasa lelah. Ia ingin
beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.

Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah rumah untuk dirinya.

Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan. Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia cuma menggunakan bahan-bahan sekedarnya.

Akhirnya selesailah rumah yang diminta. Hasilnya bukanlah sebuah rumah baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.

Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu. "Ini adalah rumahmu," katanya, "hadiah dari kami."

Betapa terkejutnya si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui bahwa ia sesungguhnya mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.

"Hidup adalah proyek yang kau kerjakan sendiri".

ANGAN ANGAN YANG MEMPERDAYA

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Masud, Rasulullah, suatu hari, duduk-duduk santai bersama para sahabatnya. Utusan Allah ini lalu menggambar empat persegi panjang di atas tanah. Dari tengah empat persegi panjang itu, kemudian ia menarik garis lurus yang menjulur keluar, lalu memberi garis-garis kecil menuju garis di tengah tersebut.

Para sahabat memperhatikan gambar itu penuh tanda tanya. Suasana menjadi hening. Begitu selesai, Rasulullah lalu menjelaskan, ''Ini, titik yang berada di ujung garis di tengah, adalah menusia. Sedangkan keempat garis persegi panjang adalah ajal yang selalu mengitari kehidupannya di dunia ini.''




Setelah itu nabi melanjutkan, ''Sedang garis lurus yang menjulur keluar adalah angannya yang indah dan menyilaukan, sementara garis-garis kecil adalah kejadian-kejadian yang selalu ia akan hadapi sepanjang hidupnya (seperti sedih, gembira, panas, lapar, dingin, sakit, sukses, gagal, untung, dan bangkrut). Bila ia lolos dari yang satu, maka akan ditimpa oleh yang lain. Bila lolos dari yang terakhir ini, maka ia akan ditimpa oleh yang lainnya lagi. Demikian seterusnya.''

Inilah kehidupan dunia, semuanya bergerak sesuai sunnatullah 'hukum alam' yang tak bakal berubah. Hal yang perlu disadari lebih dalam adalah bahwa semuanya merupakan bentuk ujian yang akan menentukan kualitas kehidupannya di sisi Allah.

Namun, seringkali tujuan hidup seperti ini terhalang oleh kemilaunya angan-angan yang menyilaukan. Pada hakekatnya semua itu menjebak dirinya. Angan-angan untuk bisa hidup layak di masa mendatang seringkali menutup kesadaran manusia bahwa hidup ini, bagaimanapun lamanya, pasti dibatasi oleh keempat garis ajal. Secepat itu pula kesadaran akan adanya batas-batas moral dan hukum lenyap di telan ramainya persaingan. Akhirya kedamaian dan kenyamanan hidup menjadi barang mahal yang tak sanggup dibeli oleh masyarakat.

Mungkinkah kewaspadaan terhadap kemilaunya angan-angan yang membius itu bisa menjadi penawar bagi kegersangan dan kegundahan hati, seperti yang dituntunkan oleh baginda Rusul kita? Semoga.

JANGAN KIRIMI AKU BUNGA


Aku mendapat bunga hari ini
meski hari ini bukan hari istimewa dan
bukan hari ulangtahunku.
Semalam untuk pertama kalinya kami bertengkar dan ia
melontarkan
kata-kata menyakitkan.
Aku tahu ia menyesali perbuatannya
karena hari ini ia mengirim aku bunga.

Aku mendapat bunga hari ini.
Ini bukan ulangtahun perkawinan kami atau hari
istimewa kami. Semalam
ia menghempaskan aku ke dinding dan mulai mencekikku
Aku bangun dengan
memar dan rasa sakit sekujur tubuhku. Aku tahu ia
menyesali
(perbuatannya) karena ia mengirim bunga padaku hari
ini.
Aku mendapat bunga hari ini, padahal hari ini
bukanlah hari Ibu atau
hari istimewa lain. Semalam ia memukul aku lagi,
lebih keras
dibanding
waktu-waktu yang lalu.
Aku takut padanya tetapi aku takut meningggalkannya.
Aku tidak punya uang.
Lalu bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku?
Namun, aku tahu ia
menyesali (perbuatannya)semalam, karena hari ini ia
kembali mengirimi
aku bunga.
Ada bunga untukku hari ini.
Hari ini adalah hari istimewa : inilah hari
pemakamanku.
Ia menganiayaku sampai mati tadi malam.
Kalau saja aku punya cukup keberanian dan kekuatan
untuk
meninggalkannya, aku tidak akan mendapat bunga lagi
hari ini....
Sekedar untuk perenungan kita bahwa sebaiknya wanita
jangan berpangku
sepenuhnya pada laki-laki tanpa memiliki ketrampilan
apa-apa dan
janganlah laki-laki menganiaya wanita.
(Unknown)

SEBUTIR KURMA PENJEGAL DOA

Seusai beribadah haji, Ibrahim bin Adham membeli satu kilogram kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, ia melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Ia menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli. Ibrahim pun memungut kurma itu dan memakannya.

Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia kemudian shalat dan berdoa khusuk sekali di bawah kubah Sakhra. Namun, betapa terkejutnya, tatkala tiba-tiba ia mendengar percakapan dua malaikat tentang dirinya. Salah satu dari malaikat itu berkata, ''Doa Ibrahim bin Adham ditolak karena, empat bulan lalu, ia memakan sebutir kurma yang bukan haknya.'' Ibrahim terhenyak. Jadi, selama empat bulan ini, shalat, doa, dan mungkin semua amalan ibrahim tidak diterima Allah SWT lantaran dia memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

Karena resah, tanpa pikir panjang Ibrahim berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua itu untuk memintanya mengikhlaskan sebuah kurma yang telah dimakannya. Namun sayang, pedagang tua itu ternyata telah meninggal. Dia hanya menemukan seorang anak muda yang tidak lain adalah anak kandung pedagang itu. Ibrahim pun meyampaikan maksudnya --pada ahli waris pedagang tua tersebut.

Sang pemuda sepakat menghalalkannya. Betapa bahagia hati Ibrahim. Namun, kebahagiaan itu ternyata belum sempurna. Masih ada 11 orang lagi anak pedagang tua itu --sebagai ahli waris -- yang harus juga diminta keikhlasan mereka. Meski jauh dan memerlukan perjuangan keras untuk menemui kkesebelas
anak itu, akhirnnya Ibrahim bisa bernapas lega karena semua telah sepakat untuk mengikhlaskannya.

Empat bulan kemudian, Ibrahim kembali ke Al Aqsa untuk shalat dan berdoa di sana. Tiba-tiba dia mendengar percakapan malaikat yang sama. ''Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain.''

''O ... tidak, sekarang doanya sudah makbul lagi. Apa yang dia makan telah dihalalkan oleh ahli waris pemilik kurma.''

Kisah Ibrahim ini adalah peringatan buat kita semua, terutama bagi mereka yang merampas puluhan miliar, bahkan triliunan rupiah yang bukan menjadi haknya. Mereka menilap uang rakyat lewat berbagai megaproyek, tetapi masih saja bisa tidur nyenyak.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More