Lelaki kecil itu, ya aku ingat, dia yang menyerobotku tadi
ketika aku antri
wudhu di musholla kecil kantor Jasa Marga Kebon Jeruk.
Biasanya memang aku
menyempatkan untuk shalat maghrib dulu sebelum melanjutkan
perjalanan ke
rumahku di Tangerang. Maklum Jakarta selalu macet di hari
kerja, terlebih
lagi pada jam pulang kerja begini, jadi ini siasatku agar
tetap bisa shalat
maghrib tepat waktu dan berjamaah.
Bocah kecil umur sembilan tahunan itu sudah langsung
mengikuti barisan
jamaah sebelumnya, dia menjadi masbuk*. Aku mau langsung
bergabung, namun
karena ukuran musholla ini cukup mini, hanya cukup untuk
empat shaf saja
setiap kali shalat berjamaah, itupun satu shafnya hanya
cukup untuk 5 orang.
"Kasihan juga kalau ada muslimah yang mau shalat berjamaah,"
gumamku
melihat kondisi tempat ini.
Ah Jakarta, rupamu elok nian, gedung pencakar langit, mall
besar,
perkantoran mewah, namun untuk ibadah kadang kau hanya beri
tempat "sisa".
Hati ini hanya bisa miris.
Selesai shalat berjamaah, aku langsung pergi ke tempat
menunggu bis seperti
biasa. Ah, sebuah bus AC jurusan tempat tinggalku sudah
datang, dan aku
langsung naik tanpa menunggu komando lagi. Walaupun lelah,
karena biasanya
aku harus berdiri lagi, aku paksakan saja. Terekam jelas
wajah Rasyid, anak
pertama kami yang sudah menunggu ayahnya dan juga Bunda yang
siap menjemput
dengan seulas senyum tulus di wajahnya.
Benar saja, aku harus berdiri, namun sosok lelaki kecil itu
kulihat lagi,
yang kini menerobos barisan penumpang yang sedang berdiri
membagikan amplop
¬ amplopnya. Masya Allah, dia seorang pengamen cilik.
Kudengar suara paraunya yang lemah ditemani dengan kecrekan
bekas tutup
botol yang dipipihkan melantunkan lagi-lagu milik band yang
kini sedang
digandrungi oleh anak muda, bahkan anak-anak. Wah, liriknya
yang bercerita
tentang cinta itu tidak cocok untuk usianya.
Apa daya, lantunannya pun tertutup oleh suara sound yang
keluar dari tape
deck milik bus ini yang distel cukup keras. Dan lagu yang
diputar si
pengemudi juga kebetulan adalah lagu-lagu milik band yang
dilantunkan oleh
pengamen cilik itu. Alhasil, kemungkinan besar dia kurang
diperhatikan oleh
penumpang yang sekedar ingin memberikan uang recehan
kepadanya.
Ah, aku hanya bisa berkaca-kaca lagi seperti biasa.
Terbayang satu, dua,
tiga, bahkan jutaan bocah kecil yang harus menggadaikan masa
belajar dan
bermain mereka untuk bekerja di negeri tercinta ini.
"Ya, Allah, he could be my son, he could be my daughter, he
could be
everyone that I know…"
Bocah kecil itu bisa saja anak lelakiku, bisa saja anak
perempuanku, bisa
saja siapa saja yang aku kenal.
Sambil menyeka bulir-bulir kaca yang jatuh menggumpal dari
mata ini, aku
berdoa, " Kuatkan kami dalam mendidik anak-anak kami, Ya
Rabb..,"
Wallahu’alam
Cece YS
ceceys@gmail.com
11 Juni 2009
Lelaki kecil itu
07.16
Keindahan