Kebanggaan Yang Mengecoh
Secara sosial, ada dua hal yang secara umum membuat seseorang
berbangga hati, yaitu; (1) jika berhasil memiliki kekayaan harta,
(2) jika berhasil menduduki kursi kekuasaan. Jalan pikiran dari dua
kebanggaan itu ialah, Pertama; dengan uang semuanya bisa dibeli;
jabatan, titel, hukum, kehormatan bahkan orangpun bisa dibeli. Semua
kesenangan hidup seakan dapat dibeli dengan uang. Kedua; dengan
kekuasaan, semua keinginan bisa dicapai, semua hambatan bisa
disingkirkan. Dengan menggenggam dua hal itu; harta dan kekuasaan,
dunia seakan sebagai sorga.
Benarkah ?
Sesungguhnyalah bahwa manusia sering tertipu oleh obsessi sendiri.
Secara fitri, kenikmatan materi selalu meningkat standardnya, yang
dengan demikian manusia sebenarnya tidak pernah bisa benar-benar
menikmati kekayaan. Nikmatnya makanan lezat hanya dirasakan pada
kali yang pertama dan kedua. Ketika makanan lezat yang sama
dihidangkan berturut-turut selama dua tiga hari, maka lidah tidak
lagi merasakan kenikmatannya, sebalinya berubah menjadi bosan dan
muak. Demikian juga dengan uang. Ketika pertama kali orang memiliki
uang sejuta rupiah, maka kebanggaan menyelimuti hatinya, tetapi
ketika satu milyard sudah berada di tangan, maka ia tidak lagi dapat
merasakan kebanggaan atas uang satu juta. Begitulah hati manusia
terhadap materi; uang, pakaian, rumah, kendaraan, makanan dan
seterusnya.
Demikian pula dengan kursi kekuasaan. Ketika pertama kali seseorang
berhasil menduduki jabatan dalam struktur kekuasaan, maka ia
berbangga hati dengan jabatannya itu. Tetapi ketika ia berhasil naik
ke jenjang kekuasaan yang lebih tinggi, maka ia memandang kecil
makna jabatan dibawahnya. Ketika sudah berada dalam kursi kekuasaan
yang tertinggi, maka pada gilirannya ia mengidap perasaan takut
jatuh dari ketinggian. Oleh karena itu yang dilakukan kemudian
adalah bagaimana mempertahankan kekuasaan agar tidak jatuh. Dari
atas kursi yang tertinggi ia merasa terancam oleh orang-orang yang
dahulu menjadi sahabatnya, ketulusan berubah menjadi kecurigaan,
keindahan pengabdian berubah menjadi rekayasa palsu. Harta dan
kekuasaan seringkali mengubah perilaku manusia dari lembut menjadi
kasar, dari persahabatn menjadi permusuhan, dari ketenangan menjadi
kegelisahan, dari keadilan menjadi kezaliman.
Menurut al Mawardi dalam Kitab Adab ad Dunya wa ad Din, harta dan
kekuasaan akan benar-benar menjadi kebanggaan jika ia duduk dalam
sistem yang bersendikan enam subsistem, yaitu; (1) dinun muttaba`un,
agama yang diikuti aturannya (2) sulthanun qahirun, kekuasaan yang
efektif, (3) `adlun syamilun, keadilan yang merata (4) amnun `am,
keamanan umum yang terjamin, (5) khishbun da’imun, kesuburan yang
konstan, dan (6) amalun fasihun, cita-cita yang tinggi.
Agama yang diikuti aturannya
Dengan mengikuti aturan agama maka kekayaan akan sebangun dengan
kemaslahatan dan kesejahteraan umum. Orang kaya membayar zakat,
sedekah dan infaqnya, masyarakat miskin merasakan manfaat dari
kehadiran orang kaya. Orang-orang miskin yang terbantu menghormati,
menyayangi, mendoakan, membela dan melindungi orang kaya, dan orang
kaya yang patuh beragama ini hidup tenang aman dan bahagia. Demikian
juga penguasa yang mematuhi ajaran agama, ia tidak merasa sebagai
penguasa, tetapi merasa sebagai pelayan masyarakat, sayyid al qaumi
khadimuhum.
Kekuasaan yang efektif
Menjadi orang kaya di lingkungan masyarakat dimana sistem kekuasaan
tidak berjalan efektif, akan sulit untuk mengembangkan kejujuran,
karena ia harus selalu siap menghadapi ketidak menentuan. Kekuasaan
yang efektif bisa melindungi si lemah dari kezaliman, bisa memaksa
orang kaya untuk membayar kewajibannya. Demikian juga menduduki
kursi kekuasaan dari sistem kekuasaan yang tidak effektif hanya akan
menempakan penguasa menjadi boneka kepentingan.
Keadilan dan keamanan
Keadilan umum yang merata akan membuat masyarakat merasa aman,
percaya diri dan bercita-cita. Dalam suasana keadilan yang merata
orang kaya merasa tidak sia-sia berbuat baik dengan hartanya,
penguasa merasa berani untuk bertindak fair karena didukung oleh
rasa keadilan masyarakat.
Kesuburan dan cita-cita
Kesuburan yang konstan akan menghidupkan perekonomian masyarakat
yang berpola, dan dalam suasanan adil, aman dan subur akan terbangun
cita-cita yang tinggi.
Wassalam,
agussyafii
http://agussyafii.blogspot.com
11 Juni 2009
Kebanggaan yang mengecoh
07.20
Keindahan