25 Juni 2009

Jabatan, anugrah atau musibah

Jabatan, Anugerah atau Musibah?

Luqman a.s adalah seorang ahli hikmah yang terkenal, sehingga di dalam Alquran disebutkan nasehat-nasehatnya. Ia adalah seorang budak yang berkulit hitam berasal dari Habsyah. Dengan limpahan rahmat dan karunia Allah, ia menjadi hakim. Beberapa riwayat menyatakan bahwa Allah SWT telah memberikan pilihan kepadanya apakah hendak menjadi raja atau hakim.



Dinyatakan dalam sebuah hadits bahwa Allah SWT bertanya kepadanya,’’Bagaimana jika engkau dijadikan raja dan menjalankan pemerintahan dengan adil dan bijaksana?’’ ia menjawab, ‘’Jika ini adalah perintah dari Rabb-ku, maka aku tidak dapat beralasan, sebab dalam keadaan demikian aku akan menerima pertolongan-Nya. Tetapi jika aku diberikan pilihan untuk menerima dan menolaknya, maka aku memohon ampun. Aku tidak suka menanggung musibah’’.



Para malaikat bertanya, ‘’Mengapa wahai Luqman?’’. Ia menjawab, ‘’Kedudukan dalam pemerintahan itu sangat sulit. Hal-hal yang tidak disukai serta berbagai kezhaliman mengelilinginya. Hanya dengan pertolongan Allah sajalah yang dapat menyelamatkannya. Jika ia menjalankan pemerintahannya dengan adil, maka ia akan berhasil, jika tidak, maka ia akan tergelincir dari jannah. Manusia yang hidup di dunia dalam keadaan hina dina adalah lebih baik dari pada hidup mulia dengan jabatan kemudian rusak (dari segi akhirat). Siapa yang mengutamakan dunia di atas akhirat, maka dunia tidak akan dimilikinya dan akhiratpun akan lepas’’.



Dunia terbagi oleh ruang dan waktu, bukanlah tempat yang kekal. Dunia tempat yang ditetapkan oleh Allah akan kehancurannya, ditetapkan bagi manusia saling berlomba demi kehidupan akhirat, mengerjakan kebajikan di antaranya mengubah yang lebih baik dari masa lampau, carilah bekal yang paling baik, yakni taqwa.



Dunia ini seperti bayangan yang untuk pergi, anak-anak Adam di atasnya saling bersaing. Allah telah membatasi kadarnya dan dilemparkannya ke kematian kelak. Dirampasnya semua kebebasan untuk diganti dengan yang lain.



Jabatan dan kekayaan? Jabatan itu menyenangkan tidak sebanyak yang menyedihkan, menyenangkan untuk sebentar saja, lalu kemudian menyusahkan. Pemegang kekuasaan berada di tempat yang makanannya akan menjadi kotoran, dan minumannya menjadi air seni.



Setiap kesenangan yang direguknya akan didampingi dengan perpisahan yang dibencinya. Makanya, tidak heran orang-orang saleh jika diberi jabatan ia mengucapkan innalilahi wa innalilahi rojiun, suatu ungkapan yang lazim diucapkan apabila manusia meninggal dunia.



Karena kematian adalah musibah besar dari peradaban manusia dan pemberian jabatan dianggap musibah yang besar bagi salafus solihin.



Sekiranya setiap orang mempunyai perasaan, pengertian tentang jabatan yang sesungguhnya, penglihatan terhadap hari, bulan dan tahun, pasti tidak ada manusia yang berjalan menghabiskan perjalanan jabatannya dengan sia-sia.



Sekiranya orang tahu kapan dia menghadap khaliknya pastilah hidup ini akan diisi dengan kebajikan sehingga (lima tahun) rasanya kayak berlalu beberapa jam saja. Seandainya manusia memiliki pandangan demikian, masih adakah keraguan, kesedihan atau ketakutan menghadapi cobaan dan perubahan?



Kata Imam Ghazali, jabatan adalah seperti gadis yang jelita tetapi berakhlak buruk. Yang menangkap para lelaki dengan kecantikannya, kemudian memusnahkan mereka yang bergaul dengannya. Ia melarikan diri dari mereka yang hendak memilikinya. Ia sangat pelit dalam memberikan perhatian kepada peminatnya.



Jika ia memberi perhatian, maka perhatiannya itu tidak menyelamatkan dari musibah. Jika sekali-kali ia berbuat baik kepada seseorang, selama setahun dia menurunkan keburukan.



Siapa yang terperangkap dalam penipuannya, maka ia akan mempermalukannya. Siapa yang takabur karena jabatan, maka ia akan berakhir dengan penyesalan, tabiatnya adalah lari dari siapa yang mencintai dan membuntutinya.



Ia berpisah dari siapa yang berkhidmat kepadanya dan mencoba menjumpai orang yang berpaling darinya. Dalam kebersihannya juga ada kekotoran dan dalam kegembiraannya ada kegelisahan dan kesedihan.



Hasil dari kenikmatannya tidak lain adalah kekecewaan dan penyesalan. Jabatan seringkali meninggalkan orang yang menjabat dalam kepahitan, sehingga Hudzaifah ra berkata: ‘’Selamatkan dirimu dari berdiri di tempat-tempat fitnah’’. Ketika ditanya mengenai tempat fitnah itu, ia menjawab ‘’Pintu Amir Umaral (pejabat pemerintah), apabila pergi ke sana seseorang akan terpaksa menyetujui perbuatan-perbuatan mereka yang salah, dan untuk memuji mereka, perlu menyebut sifat yang tidak ada di diri mereka’’.



Rasulullah SAW bersabda, ‘’Seburuk-buruk ulama adalah mereka yang menghadiri majelis pejabat pemerintah dan sebaik-baiknya pemerintah ialah yang menghadiri majelis para ulama’’.



Zulkarnaian, seorang raja kaya raya yang alim berwasiat, jika dia meninggal dunia hendaknya mayatnya ditandu keliling kota sambil tangan dan kaki dijuntaikan dan meminta ditemani di dalam liang lahat selama 1 minggu, kepada orang yang bersedia melakukannya akan diberikan emas batangan sebanyak satu peti.



Di saat dia meninggal setelah ditandu dan diarak keliling kota dengan kaki dan tangannya terjuntai lalu dia dibawa ke pemakaman, tetapi tidak satupun dari sanak familinya yang bersedia ikut menemani dia di dalam liang lahatnya.



Tiba-tiba dari hutan perkuburan muncul seorang laki-laki dengan kapak di tangan, salah satu ahli waris menawarkannya untuk dapat melaksanakan wasiat Raja Zulkarnain.



Tidak berapa lama orang-orang meninggalkan kuburan, tiba-tiba dari liang lahat muncul 2 makhluk yang menyeramkan dan bertanya kepada laki-laki tersebut: ‘’Bukankah kamu masih hidup, untuk apa kamu di sini,’’ cecarnya. Apa yang kamu pegang itu, kapak, jawab si laki-laki, darimana kamu dapat, untuk apa kamu pergunakan, ke mana hasilnya kamu pakai, pertanyaannya bertubi-tubi. Si laki-laki langsung tidak sadarkan diri.



Beberapa hari setelah kejadian itu, orang-orang lalu membongkar kuburan raja Zulkarnain dan membangunkan si laki-laki dari pingsannya. Setelah bangun si laki-laki lalu lari terbirit-birit, tanpa memperdulikan peti berisi emas sebagai upah yang harus dia terima, sambil bergumam, ‘’Jika sebilah kapak saja begitu banyak pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana dengan jabatan yang mengelola triliunan rupiah uang rakyat setiap tahun,’’ katanya! sambil ketakutan.***



M Kapitra Ampera, Doktor (Candidate) Universitas Islam Indonesia, Jogjakarta

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More