This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

26 Juli 2010

(Rabithah)

Indeed, You’ve known
that these hearts have bonded
forgather under Your love’s shelter
gathering in obidience
allied in struggling
uphold Your order in this life
Strengthen the bonds
everlast the loves
show the ways
enlighten with your light
which never inextinguible
O Lord.. guide us
broaden our hearts
with grant of belief
and the beauty in trusting to You
revive us by knowing You
give us death as the martyr in Your path
You’re the protector and defender

MUHASABAH

Saudaraku ibnu yang ku cinta…,

Dengan mengharap inayah dan ridha Allah ~insya’Allah~ ku tuliskan risalah ini hanya untukmu, ibnu, bukan kepada yang lain. Risalah yang –insya’Allah- hanya tertuliskan atas nama cinta karena Allah…

Saudaraku ibnu,….,lama…lama sekali aku merenungi kedalaman makna yang terkandung dalam kata-kata Hatim Al-’Asham, “Musibah dien lebih berat daripada musibah dunia.”

Kata-katanya singkat namun akan bermakna padat bila kamu mau jujur kepada Allah dan kepada dirimu sendiri. Karena bukankah kamu sering bersedih dan menangis terhadap musibah dunia melebihi musibah yang menimpa dien dan akheratmu. Kamu bersedih, atau bahkan menangis ketika ada keluarga, kerabat, tetangga atau temanmu yang meninggalkanmu untuk selamanya. Kamu bersedih ketika kamu kehilangan sejumput dunia. Kamu bersedih dan menangisi musibah-musibah dunia yang sejatinya harus kamu syukuri; karena musibah-musibah itu justru ada sebagai penggugur dosamu dan pengangkat derajatmu….

Bukankah Nabimu صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,

“Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan, rasa sakit, sesuatu yang dibenci, kesedihan, gangguan dan kegundahan, bahkan hingga duri yang menusuknya, kecuali dengannya Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Beliau juga bersabda, “Orang mukmin akan senantiasa diuji pada anaknya dan orang-orang terdekatnya hingga dia bersua Allah Ta’ala dengan tanpa membawa dosa.” (HR. Al-Baihaqi).

Betapa indahnya apa yang dikatakan oleh salah seorang salaf, “Laula masha’ibad dunya waradnal akhirata mafalis….,Kalau lah tidak karena musibah-musibah dunia, niscaya kita akan mendatangi akherat dalam keadaan mafalis (bangkrut).”

Tapi…,

Tapi…,

Tapi, pernahkah kamu bersedih dan menangisi musibah dien yang menimpamu sebagaimana kamu menangisi duniamu…?

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

** Kamu tidur tanpa bersuci padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Tidaklah dia bangun melainkan Malaikat berdoa, “Ya Allah, ampunilah hamba-Mu si fulan karena ia tidur dalam keadaan suci.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)

Tidak hanya mendapat doa malaikat, tapi juga mendapatkan kebaikan dunia akherat. Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Tidaklah seorang muslim yang tidur setelah berdzikir dan bersuci, kemudian bangun di malam hari dan meminta kebaikan dunia dan akherat kepada Allah melainkan Allah pasti memberinya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

** Kamu tidak bisa bangun di sepertiga malam terakhir, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengingatkan,
“Sungguh Allah akan turun ke langit dunia pada sepertiga malam terakhir, kemudian Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku niscaya akan Ku perkenankan, siapa yang meminta kepada-Ku niscaya akan Aku kabulkan, dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni.”(HR. Bukhori dan Muslim).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu melupakan para mujahidin, para ulama’ amilin dan saudara seimanmu dalam balutan doamu, padahal Allah Ta’ala berfirman,
“Hanyasanya orang-orang mukmin adalah bersaudara.” (Al-Hujurot; 10), lalu dimana bukti ukhuwahmu…,bila ternyata kamu tidak ingat saudaramu dalam doamu?

Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga pernah bersabda,
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang diutus kepadanya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata, “Amin dan engkaupun mendapatkan yang serupa.” (HR. Muslim)

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak sempat beristighfar di waktu sahur, padahal Allah mensifati orang-orang muttaqin yang menempati jannah-Nya dengan,
“Dan di akhir-akhir malam (waktu sahur) mereka memohon ampun (kepada Allah).” (Adz-Dzariyat; 18).

Ibunda Aisyah juga pernah berkata, “Thuba liman wujida fi shahifatihi istighfarun katsirun…,Berbahagialah orang yang di dalam shahifahnya kelak dipenuhi dengan istighfar yang banyak.”

Oleh karena hal inilah, Imam Ahmad bin Hanbal terkejut dan menggeleng-gelengkan kepala ketika beliau diberitahu bahwa ternyata orang yang beliau cari masih tertidur, “Aku tidak menyangka bahwa ada orang yang tertidur ketika waktu sahur.”

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu pernah tertidur sehingga kamu tidak melangkahkan kakimu ke masjid untuk melaksanakan shalat shubuh berjama’ah. Bukankah engkau tahu bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke masjid (shalat isya’ dan shalat shubuh) di kegelapan dengan balasan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu terlupa menjawab panggilan suara adzan dengan mengucapkan apa yang ia ucapkan, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Jika kalian mendengarkan suara muadzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang ia ucapkan, kemudian bershalawatlah kepadaku, karena siapa yang bershalawat kepadaku, maka Allah akan membalas shalawatnya sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah kepada Allah untukku, Karena itu adalah satu manzilah dimana ia menjadi milik salah seorang hamba Allah. Dan aku berharap aku lah orangnya. Barang siapa yang meminta wasilah untukku, maka ia pantas untuk mendapakan syafa’at.” (HR. Muslim).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak menjawab adzan yang sudah selesai dikumandangkan padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah mengingatkan,
“Barang siapa yang selesai adzan berkumandang, ia berdoa,

اللهم رب هذه الدعوة التامة والصلاة القائمة آت محمد الوسيلة والفضيلة وابعثه مقاما محمودا الذي وعدته

Maka ia pantas untuk mendapatkan syafa’atku nanti di hari kiamat.”(HR. Bukhori).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu kehilangan shalat sunah fajar, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Dua rakaat fajar itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim dan An-Nasa’I dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak shalat shubuh berjama’ah, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Barang siapa yang melaksanakan shalat isya’ secara berjama’ah, maka ia seperti shalat separuh malam dan barang siapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’aj, maka ia seperti menghidupkan malam seluruhnya.” (HR. Muslim dan Ad-Darimi).

Didalam riwayat Ibnu Hibban juga disebutkan, “Barang siapa yang melaksanakan shalat shubuh, maka ia berada di bawah tanggungan Allah.”

Lebih dari itu, Abdullah bin Umar mengatakan bahwa, “Sungguh aku tidak mendapati orang yang tidak shalat shubuh berjama’ah kecuali ia adalah seorang munafik.”

Tentang shalat sunah fajar dan shalat shubuh berjama’ah ini, bukankah engkau pernah membaca kisah isak tangis Anas bin Malik ?. Selalunya, ketika mengingat perlawanan sengit antara kaum muslimin dengan tentara kuffar dalam menaklukkan benteng tustur, Anas bin Malik menangis.

Ketika ditanya, “Kenapa engkau menangis bila mengingatnya, padahal kaum muslimin pada waktu itu menang ?” Ia menjawab, “Sungguh shalat shubuh berjama’ah lebih aku cinta daripada seluruh isi dunia.”

Subhanallah…,padahal beliau memiliki udzur untuk tidak shalat shubuh berjama’ah, tepat pada waktunya karena sedang berjihad. Astaghirullah….,sedangkan kamu?

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu luput mendapatkan shaf pertama, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah mengingatkan, ”
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf pertama.” (HR. Abu Dawud dan hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak bisa berada di shaf bagian kanan, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya senantiasa bershalawat atas (mereka yang berada pada) shaf-shaf sebelah kanan.” (HR. Abu Dawud, 2/263, hadits no. 672 dan Ibnu Majah, 1/180-181, hadits no. 991).

Diriwayatkan juga dari Bara’ bin Azib, ia berkata, “Konon, jika kami shalat bermakmum Rasululloh صلى الله عليه وسلم, kami senang berada di sebelah kanan beliau, dan beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.” (HR. Muslim).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu hanya sempat berdzikir sejenak saja, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah memberikan kabar gembira kepada orang yang masih berdiam diri di tempat shalatnya dengan sabdanya,
“Tidaklah salah seorang diantara kalian duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah ia.” (HR. Muslim)

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….
**Kamu terlupa dengan dzikir shabah wal masa’, padahal Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Barang siapa ketika paginya berdoa,

لا إله الا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير

Maka ia setara dengan membebaskan budak dari anak Nabi isma’il, dicatat baginya sepuluh kebaikan, dihapus darinya sepuluh kejelekan, dianggat dengannya sepuluh derajat dan dia dilindungi dari Syetan. Dan jika dia mengucapkan doa itu di sore hari, ia mendapatkan pahala di atas hingga pagi hari.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Arnauth).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu sering meninggalkan shalat israq, padahal kamu tahu shalat itu berpahala haji dan umrah, sempurna, sempurna dan sempurna. Kenapa sesekali kamu tidak melakukannya selagi waktu luang ada. Bukankah kamu pernah membaca kabar gembira dari Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم kepada umatnya perihal orang-orang yang melaksanakan shalat israq melalui sabdanya,
“Barang siapa yang melaksanakan shalat shubuh berjama’ah kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah hingga terbitnya matahari, kemudian dia shalat dua rakaat, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah. Sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi dan hadit ini dihasankan oleh Al-Albani).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak mengeluarkan sepeser rupiah pun untuk sedekah pada pagi hari itu ? bukankah dirimu tahu, bahwa rupiah yang sebenarnya adalah rupiah yang engkau sedekahkan ?, Lebih dari itu, Allah pasti akan memberikan ganti apa yang engkau sedekahkan. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
“Tidaklah seorang hamba memasuki waktu pagi kecuali ada dua malaikat yang turun. Salah satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak, sedangkan satunya lagi berdoa, “Ya Allah, berikanlah kehancuran pada harta orang yang enggan berinfak.” (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).

Sekumpulan amalan-amalan agung di atas bisa jadi makna dari hadits Nabi yang dicantum oleh Imam Nawawi dalam hadits Arba’in yang ke-23 yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Bunyi akhir dari hadits tersebut adalah, “Kullun nasi yaghdu fa ba’iun nafsahu, fa mu’tiquha au mubiquha….Semua manusia yang memasuki waktu pagi pasti menjual dirinya; ada orang yang menjual dirinya dengan mentaati Allah sehingga ia membebaskan dirinya dari siksa, dan ada orang yang menjual dirinya kepada syetan dan hawa nafsu sehingga ia menjerumuskan dirinya (pada dosa dan siksa).” Begitulah penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin dalam kutaibnya, “Syarhul Arba’in An-Nawawiyah.”

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan, berat di timbangan dan dicintai Ar-Rahman, yaitu; Subhanallah wa bihamdih, subhanallahil ‘azhim….” (HR. Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, An-Nasa’I, Abu Ya’la, Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah). Begitu juga dengan dzikir-dzikir yang lainnya.

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu sering meninggalkan shalat dhuha, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Setiap memasuki waktu pagi, setiap ruas tulang salah seorang dari kalian (yang berjumlah 360) dikenai sedekah. Tasbih adalah sedekah, tahmid adalah sedekah, tahlil adalah sedekah, takbir adalah sedekah, menyuruh kebaikan adalah sedekah, melarang yang mungkar adalah sedekah. Dan sedekah persendian itu cukup dilunasi dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim).

Duhai ibnu, Apakah kamu bersedih dan menangis ketika….

**Kamu tidak ikut bertakziyah kepada jenazah muslim yang meninggal dunia dan mengiringinya hingga selesai, padahal Rasulullah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda,
“Barangsiapa mengikuti jenazah seorang muslim dengan iman dan hanya mengharap pahala dan bersamanya hingga dikuburkan, maka sesungguhnya ia pulang dengan membawa dua qirath pahala, setiap qirath sebesar gunung Uhud. Dan barangsiapa menyolatkan lalu pulang ia membawa satu qirath” (HR. Bukhori, Muslim dan Tirmidzi)

Diriwayatkan bahwa Abdullah bin Umar pernah selesai menyolatkan jenazah dan segera pulang, kemudian beliau mendengar hadits Nabi صلى الله عليه وسلم, “Barangsiapa mengikuti jenazah seorang muslim dengan iman dan hanya mengharap pahala dan bersamanya hingga dikuburkan, maka sesungguhnya ia pulang dengan membawa dua qirath pahala, setiap qirath sebesar gunung Uhud. Dan barangsiapa menyolatkan lalu pulang ia membawa satu qirath”. Ketika mendengar hadits ini beliau merasa berat hatinya. Lalu beliau mengutus seseorang untuk menanyakan perihal hadits Abu Hurairah ini kepada Aisyah. Sambil menunggu beliau mengambil bebatuan dan menimang-nimangnya hingga utusan kembali dan berkata, “Aisyah berkata, “ Abu Hurairah benar”. Seketika ia beliau pukulkan bebatuan itu ketubuhnya sendiri dan berkata,” Aku telah menyia-nyiakan berqirath-qirath pahala!”.

Beliau menyesal karena kehilangan satu ketaatan yang bisa mendekatkan dirinya ke surga, sedang kamu menyesal kehilangan kenikmatan syahwat yang bisa mendekatkan dirinya ke neraka.

Apakah engkau bersedih…,apakah engkau menangis…., ???

Pertanyaan apakah-apakah dan apakah akan semakin panjang bila ku sebutkan semua sunah-sunah Nabimu صلى الله عليه وسلم yang menurut kata-kata manismu dan pengakuanmu, beliau lah orang yang paling engkau rindu….,

Betapa indahnya ungkapan kata seorang penyair;

Engkau mendurhakai Allah tapi engkau mengaku mencintainya
Sungguh ini sangat mengherankan (Adalah cintamu dusta adanya)
Kalau kamu memang mencintai-Nya, maka engkau akan mentaatinya
Karena bukankah orang yang mencinta akan mentaati orang yang dicinta

Lantas, apa bukti cintamu kepada Nabimu صلى الله عليه وسلم bila kamu tidak memperhatikan sunah-sunahnya ? kalau kamu memang mencintainya, maka engkau akan mentaatinya, karena bukankah orang yang mencinta akan mentaati orang yang dicinta ?

Cukuplah itu saja yang aku sebutkan untukmu wahai saudaraku. Aku nasehatkan ini semua untukmu wahai ibnu…, karena aku mencintaimu. Ya…,aku mencintai kebaikan untuk dirimu sebagaimana aku mencintai kebaikan untuk diriku.

Wahai ibnu, ketika bermunajat di malam hari bersama Rabb-mu, apakah engkau pernah merenungi semua amalanmu hari ini, bahkan semua amalanmu di dunia ini seperti halnya Rabi’ bin Khaitsam, walaupun hanya satu malam….

Tentang Rabi’ bin Khaitsam, Ibnul Jauzi dalam salah satu karyanya, Shifatus Shofwah mengisahkan bahwa beliau selalu menangis di sepanjang malam. Ibunya merasa iba melihat anaknya menderita seperti itu. Hingga ibunya beranggapan bahwa putranya telah membunuh seseorang.

“Duhai anakku.”kata ibunya dengan suara bergetar dan terbata-bata, dan menahan isak tangis karena melihat penderitaan anaknya yang sepanjang malam selalu menangis.

“Iya ibu.” Jawab Rabi’ dengan sesenggukan tangisnya yang tak kalah keras dengan sang ibu.

“Anakku….,duhai anakku yang ku sayangi. Adakah engkau telah membunuh seseorang sehingga engkau selalu menangis tersedu-sedu di sepanjang malammu ? Duhai anakku, beritahukanlah kepadaku…, beritahukanlah kepada ibumu ini agar aku mendatangi keluarga orang yang kamu bunuh dan meminta maaf untukmu. Sungguh kalau mereka mengetahui kondisimu seperti ini, mereka pasti akan memaafkanmu. Beritahukan ibu nak, siapa orang itu ?” tanya ibundanya.

“Duhai ibu…engkau benar. Anakmu ini telah membunuh. Ya, anakmu ini telah membunuh. Dia telah membunuh dirinya sendiri dengan lumpuran dosa yang ia lakukan sepanjang hidupnya.” Jawab Rabi’. Ibunya pun pergi meninggalkannya sementara Rabi’ masih semakin menjadi-jadi tangisnya, hingga membuat iba siapa pun yang melihatnya. Hal itu dilakukan sepanjang malamnya….

Tahukah kamu siapa Rabi’ bin Khaitsam ? dia adalah seorang ulama’ tabi’in yang dikenal zuhud, ahli ibadah dan dermawan. Tapi tetap merasa jauh dengan kafilah para shahabat Nabi. Katanya, “Aku pernah berkumpul bersama suatu kaum (yakni para shahabat), di mana kedudukan kami dibanding mereka laksana seorang pencuri.” Padahal Shahabat agung, Abdullah bin Mas’ud pernah memujinya, “Duhai Abu Yazid (kuniyah –nama panggilan- Rabi’), kalau Rasulullah pernah melihatmu niscaya beliau mencintaimu. Setiap kali melihatmu, aku selalu teringat dengan para mukhbitin (orang-orang yang tunduk nan khusyu’). Subhanallah…,

Tabi’in ini pula yang setiap kali ditanya, “Kaifa ashbahta,…bagaimana keadaanmu pagi ini?” ia menjawab, “Orang lemah yang banyak dosa….,kami memakan rizki-rizki kami dan kami juga tengah menanti ajal-ajal kami.”

Sebagai penutup…,

Ku katakan pada dirimu…,

Wahai ibnu, simaklah baik-baik apa yang dipaparkan oleh Muhammad Abdul Mu’thi di dalam kutaibnya yang berjudul, “Syahrun wahid li tarbiyati jilin wa’id” yang beliau nukil dari Shifatus Shofwah.

Di masa tabi’in, ada seorang abid (ahli ibadah) bashroh yang sedang menghadapi kematian, kemudian para kerabatnya datang menjenguk. Karena dia kelihatan tersiksa, ayahnya menangis.

“Wahai ayah, apa yang membuatmu menangis ?” tanya si abid.

“Wahai putraku, aku menangis karena akan kehilangan dirimu dan kepayahan yang sedang engkau rasakan.” Jawab ayahnya.

Mendengar percakapan keduanya, ibunya pun ikut menangis juga.

“Wahai ibu yang penuh cinta dan kasih, apa yang membuatmu menangis tersedu sedan ?” tanya ahli ibadah bashroh ini.

Ibunya menjawab, “Wahai putraku, aku menangis karena akan berpisah denganmu dan aku bersedih karena akan merasa kesepian sepeninggalmu.”

Kemudian putra-putranya pun ikut menangis. Si abid pun bertanya,

“Wahai putra-putraku yang akan menjadi yatim sepeninggalku, apa yang membuat kalian menangis ?”

“Wahai ayah, kami menangis karena akan berpisah denganmu dan akan menjadi yatim sepeninggalmu.” Jawab putra-putranya.

“Dudukkanlah aku, dudukkanlah aku. Menurutku, kalian semua hanya menangisi duniaku. Tidakkah ada di antara kalian yang menangisi akheratku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika Allah menelungkupkan wajahku ke dasar bumi ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis karena pertanyaan malaikat munkar nakir yang ditujukan kepadaku ? tidakkah ada di antara kalian yang menangis ketika aku berdiri di hadapan Robbku, Allah Ta’ala ?” Kata-kata terakhir si ahli ibadah.

Kemudian beliau meninggal dunia. Innalillahi wa inna ilaihi roji’un.

Pertanyaan terakhir yang ku ajukan kepadamu wahai ibnu, apakah engkau hanya bersedih dan menangisi duniamu dan tidak menangisi akheratmu…???

Maafku padamu wahai ibnu, bila aku membuatmu tersedu-sedu dengan catatanku ini. Justru ku tuliskan untaian nasehat yang terasa panjang ini karena aku sangat mencintaimu, setulus cintamu ketika engkau mencintai saudaramu karena Allah…..,insya’Allah.

Bukankah itu sebagaimana yang kau tuliskan di salah satu statusmu,
“Saudara yang mengingatkan akheratmu hingga membuatmu menangis tersedu-sedu, itu lebih baik dari saudara yang selalu memberikan rupiah di tanganmu. Saudara yang pertama akan menunjukkanmu kepada kebahagiaan yang tak berkesudahan sedangkan saudara yang kedua hanya memberimu sejumput dunia yang tak seberapa nilainya.”

***Ketika iman Ibnu tidak lagi seperti dulu….,yaitu ketika ibnu teringat kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq yang mendapati para shahabat menangis sesenggukan karena membaca Al-Qur’an, kemudian beliau mengatakan perihal dirinya sendiri, “Dahulu ketika hati-hati kami bersih, kami juga pernah seperti itu…”***

Apakah engkau mendapatkan kebaikan dalam catatan ini ? Sebagai bukti cinta lillah untuk saudara seiman, maka sebarkanlah catatan ini sebanyak-banyaknya, tanpa harus meminta izin terlebih dahulu. Semoga bermanfaat.

Salam ukhuwah dari akhukum fillah, Ibnu Abdul Bari el-’Afifi.

Reference;
1. Siyaru A’lamin Nubala’ karya Imam Adz-Dzahabi;
2. Shifatush Shafwah karya Ibnul Jauzi;
3. Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah, karya Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin;
4. Syarhun Wahid li Tarbiyati Jilin Wa’id karya Abdulloh Muhammad Abdul Mu’thi;
5. Menyonsong doa Malaikat karya Prof. DR. Fadhl Ilahi;
6. Umar bin Khattab karya Ahmad Abdul ‘Al Ath-Thahthawi
7. Program Maktabah Syamilah;
8. Dan bacaan-bacaan lain.

INDAH NIA TIDUR ORANG BERIMAN

Tatkala tidur, semua organ tubuh kita sedang beristirahat kecuali jantung yang masih terus berdetak. Allah bahkan menamakan tidur sebagai kematian kecil sebelum kematian yang sesungguhnya. Ringkas kata, tidak ada yang dilakukan oleh tubuh kecuali karena di luar kesadarannya. Namun sungguh menakjubkan keadaan orang-orang mukmin; walau dalam keadaan tidur sekalipun, mereka tetap mendapatkan ampunan Allah. Kok bisa ? siapa yang mendoakannya ?

1. Saudara seiman

Diriwayatkan oleh Ka’ab Al-Ahbar رضي الله عنه bahwa beliau berkata, “Berapa banyak orang yang Qiyamul lail dikaruniai rasa syukur oleh Allah dan berapa banyak orang yang tidur terlelap diampuni oleh Allah, yaitu pada dua insan yang saling mencintai karena Allah. Kemudian salah seorang dari keduanya melaksanakan sholat malam lalu Allah meridhoi sholat dan do’anya sehingga Dia tidak menolak do’anya sedikitpun. Di sela-sela do’anya di kegelapan malam, dia ingat saudaranya yang tertidur dan berdo’a, “Ya Allah, ampunilah saudaraku, fulan.” Allah pun mengampuni saudaranya padahal dia dalam keadaan tidur.” (Hilyatul Auliya’ karya Abu Nu’aim dan Al-Faiq karya Az-Zamahsyary).

Ummu Darda’ juga meriwayatkan bahwa pada suatu malam, ketika Abu Darda’ رضي الله عنه sedang shalat, ia menangis sembari berdoa, “Ya Allah, engkau telah memperbagus bentukku, maka perbaguslah akhlakku.” Doa tersebut selalu diulang-ulang hingga pagi hari.

Lalu aku bertanya, “Wahai Abu Darda’, mengapa do’amu sejak semalam hanya meminta dibaguskan akhlak saja ?”

“Wahai Ummu Darda’, bila akhlak seorang muslim baik maka kebaikan akhlaknya akan memasukkannya ke dalam jannah. Namun bila akhlaknya buruk maka keburukan akhlaknya akan memasukkannya ke dalam naar. Dan seorang muslim pasti akan diampuni dosanya meski ia tidur.” jawab Abu Darda’ رضي الله عنه.

“Bagaimana hal itu bisa terjadi ?” tanyaku

“Karena saudaranya bangun di malam hari untuk bertahajjud. Lalu ia berdoa kepada Allah dan doanya dikabulkan. Kemudian ia mendoakan saudaranya dan doanya juga dikabulkan.” Jelas Abu Darda’ رضي الله عنه .

Saling mendoakan kebaikan

Inilah sekelumit faedah yang Allah karuniakan kepada Al-Mutahabbuna fillah (orang yang saling mencinta karena Allah). Mereka melandaskan cinta dan benci karena Allah semata, bukan karena hubungan nasab apalagi harta. Karenanya, pribadi mukmin adalah pribadi yang peka terhadap kondisi saudaranya. Ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sebagaimana ia mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Dan tidak ada kebaikan yang lebih indah dari kebaikan akherat, yaitu mendapat ampunan Allah Ta’ala. Ia sadar bahwa saudaranya tidak mungkin terlepas dari dosa, baik dosa mata, dosa kaki, dosa tangan, atau dosa lisan. Kalau toh terbebas dari itu semua, ia tidak mungkin terlepas dari dosa hati berupa keteledorannya dalam menunaikan hak-hak Allah Ta’ala. Karena tidak selalunya hati saben waktu berdzikir kepada-Nya. Di sinilah kepekaan sebagai seorang mukmin muncul sehingga ia harus saling mendoakan saudaranya seiman. Bukankah doa yang terlantunkan tanpa sepengetahuan saudaranya adalah mustajab ?

Diriwayatkan oleh Abu Darda’ رضي الله عنه, beliau berkata, Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendoakan kebaikan untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya kecuali malaikat berkata, “Dan kamu juga mendapat yang serupa.” (HR. Muslim nomor 4912).

Shofwan رضي الله عنه juga meriwayatkan, ketika sampai di Negri Syam, aku bermaksud menjumpai Abu Darda’ رضي الله عنه di rumahnya. Tetapi aku tidak bertemu dengannya dan hanya bertemu dengan Ummu Darda’.

Lalu ia bertanya kepadaku, “Apakah engkau akan menjalankan ibadah haji pada tahun ini ?”

“Ya.“ jawabku.

“Kalau begitu, doakan kami semoga selalu baik-baik saja. Sesungguhnya Nabi صلى الله عليه وسلم pernah bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya tanpa sepengetahuannya itu mustajab, karena di atas kepalanya terdapat para malaikat yang setiap kali ia mendoakan kebaikan untuk saudaranya, mereka berkata, “Amin, dan semoga engkau mendapatkan kebaikan seperti itu pula.” (HR. Muslim nomor 4913).

Al-Qodhi Iyadh mengatakan,”Ada sebagian salaf yang jika hendak berdoa untuk kebaikan dirinya, ia justru mendoakan saudaranya dengan doa tersebut karena doa itu pasti akan diijabahi dan ia akan mendapatkan hal yang serupa.”

Orang yang berbahagia mendapat doa dan istighfar Malaikat

Syaikh Utsaimin menjelaskan bahwa orang yang bahagia mendapatkan doa malaikat ada dua, pertama : orang yang didoakan oleh saudaranya secara ghaib karena malaikat yang ada di samping si pendoa mengatakan, “Amin.” Yang artinya, “Kabulkanlah doa orang ini untuk saudaranya.” Dan yang kedua, orang yang mendoakan, karena malaikat akan menyahutnya dengan mengatakan, “…wa laka bi mitslin. Dan engkau juga mendapatkan yang serupa.”

Artinya, bagaimanapun juga, orang yang mendoakan saudaranya lebih baik karena ia mendapatkan dua kebaikan sekaligus, pahala berdoa dan terkabulnya doa untuknya. Padahal sekali berdoa untuk satu orang mukmin, Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan. Semakin banyak jumlah kaum mukminin yang kita doakan maka sebanyak itu pulalah kebaikan yang akan kita dapatkan. Inilah yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Nu’aim dalam kitabnya, “Kaifa tuthilu umraka.”

Diriwayatkan oleh Ubadah bin Shomit رضي الله عنه, beliau berkata, “Aku mendengar Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Barang siapa beristighfar untuk orang-orang beriman (laki-laki dan perempuan), maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan pada setiap mukmin dan mukminah.” (HR. Thabrani, Al-Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id (10/94) mengatakan, hadits ini sanadnya shahih).

Allah pun memuji orang-orang beriman yang mendoakan saudaranya yang telah berlalu dengan firman-Nya,

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa, “Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr : 10).

Teladan para Salaf

Kebiasaan beristighfar kepada saudara seiman ini sering kali dilakukan oleh shahabat agung, Abu Darda’ رضي الله عنه.

Ummu Darda’ meriwayatkan, “Abu Darda’ رضي الله عنه memiliki 350 teman seiman dan seagama. Ia selalu mendoakan mereka setiap sholat. Lalu aku menanyakan kebiasaan itu kepadanya, dan ia menjawab, “Ketika seseorang mendoakan saudaranya dari jauh tanpa sepengetahuannya, Allah menugaskan dua malaikat untuk berkata, “Wa laka bi mitslin. Semoga engkau mendapatkan seperti itu pula.” Karena itu, tidakkah wajar bila aku ingin didoakan pula oleh para malaikat ?”

Shahabat Ka’ab bin Malik رضي الله عنه pun tidak ketinggalan. Beliau selalu mendoakan dan memohonkan ampunan untuk As’ad bin Zurarah setiap kali ia mendengar adzan Jum’at. Suatu ketika anaknya bertanya, “Wahai Ayah, mengapa setiap kali mendengar adzan Jum’at, ayah selalu mendoakan Abu Umamah (As’ad) ?” “Wahai anakku, dia adalah orang yang pertama kali mengimami shalat Jum’at kami di Madinah.”jawab Ka’ab. Anaknya kembali bertanya, “Berapa jumlah kalian pada saat itu?” Ka’ab menjawab, “40 orang laki-laki.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Hal ini juga dilakukan oleh Imam Ahmad رحمه الله. Beliau pernah berkata kepada putra Imam Asy-Syafi’i, “Ayahmu termasuk tujuh orang yang aku doakan kepada Allah di waktu-waktu menjelang shubuh, waktu sahur.” Dan tujuh orang tersebut adalah sahabat dan saudaranya. Karenanya, mari kita banyak mendoakan saudara kita. Semoga kita tidak hanya bertemankan di dunia semata tapi juga di jannah-Nya. Allahumma Taqabbal.

2. Para Malaikat pun beristighfar untuk mereka

Indah nian tidur orang beriman. Bukan hanya saudara seiman yang mendoakan mereka, tapi juga para malaikat pemikul Arsy dan malaikat-malaikat di sekelilingnya. Mendapat doa dan istighfar manusia itu biasa sedangkan mendapat doa dan istighfar malaikat itu baru luar biasa. Sungguh indah menjadi orang beriman.

Allah berfirman, “(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekililingnya bertasbih memuji Rabbnya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan), “Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan naar yang menyala-nyala.” (Al-Mukmin : 7).

Al-Qurthubi menyebutkan bahwa malaikat-malaikat pemikul Arsy dan malaikat-malaikat di sekelilingnya adalah malaikat-malaikat paling terhormat dan paling mulia. Merekalah yang mendoakan kebaikan bagi orang-orang mukmin.

“Inilah” kata Syaikh As-Sa’di “Salah satu dari sekian banyak fadhilah dan keutamaan iman; yaitu mendapat doa dari para malaikat yang beriman kepada Allah dan tidak berdosa sedikit pun. Mereka memohonkan ampun bagi mereka. Jadi, keimanan seorang mukmin lah yang menyebabkan fadhilah yang agung ini.” Allahu Akbar !

Berkenaan dengan ayat ini, Khalaf bin Hisyam pernah membacakan surat Al-Mukmin di atas kepada Salim bin Isa. Salim bin Isa pun langsung menangis dan berkata, “Wahai Khalaf, alangkah mulianya seorang mukmin di sisi Allah. Ia berbaring di kasurnya sedang malaikat memohonkan ampun baginya.”

Semoga kita bisa mempertahankan nikmat yang agung ini, nikmat Iman dan bersua Allah dengan husnul khatimah. Allahumma Inna Nas’alukal ‘Afiyata fid Dunya wal Akhirah. Ya Allah, kami memohon keselamatan dan kebaikan kepada-Mu, di dunia dan akherat.

Referensi :

  1. Syahrun Wahid li Tarbiyati Jilin Wa’id karya Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi;
  2. Menyongsong doa malaikat karya Syaikh Utsaimin;
  3. Misteri panjang umur karya Syaikh Muhammad Nu’aim;
  4. Dan bacaan-bacaan lain.

KU AKUI

وَاللهِ لَوْ عَلِمُوْا قَبِيْحَ سَرِيْرَتِيْ

لأَبَى السَّلاَمَ عَلَيَّ مَنْ يَلْقَانِيْ

وَلَأَعْرَضُوْا عَنِّيْ وَمَلُّوْا صُحْبَتِيْ

وَلَبُؤْتُ بَعْدَ كَرَامَةٍ بِهَوَانِ

لَكِنْ سَتَرْتَ مَعَايِبِيْ وَمَثَالِبِيْ

وَحَلِمْتَ عَنْ سَقَطِيْ وَعَنْ طُغْيَانِيْ

فَلَكَ الْمَحَامِدُ وَالْمَدَائِحُ كُلُّهَا

بِخَوَاطِرِيْ وَجَوَارِحِيْ وَلِسَانِيْ

وَلَقَدْ مَنَنْتَ عَلَيَّ رَبِّ بِأَنْعُمِ

مَالِيْ بِشُكْرِ أَقَلِّهِنَّ يَدَانِ


Demi Allah, seandainya mereka mengetahui jeleknya hatiku

Niscaya orang yang bertemu denganku akan enggan menyalamiku

Mereka akan berpaling dariku dan bosan berteman denganku

Aku akan menjadi hina setelah mulia

Tetapi Engkau menutupi kecacatan dan kesalahanku

Dan Engkau bersikap lembut dari dosa dan keangkuhanku

Bagi-Mu lah segala pujian dengan hati, badan dan lidahku

Sungguh, Engkau telah memberiku nikmat yang begitu banyak

Tetapi aku kurang mensyukuri nikmat-nikmat tersebut

[Nuniyah al-Qohthoni hal. 9 ]

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More