This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

28 Maret 2009

Islamic Hijri Calendar

10 Maret 2009

Kemesraan Terlarang? (milis sebelah)

Kemesraan Terlarang?
Diarsipkan di bawah: Diari Hati — greata @ 15:39

Siang ini, panas membuatku keringatku bercucuran. Perut lapar, tapi tak tahu mau makan apa. Makan nasi g enak, makan soto juga g minat. Akhirnya, beli lotek aja di warung di dekat SMA MUHI. Karena yang beli banyak ya terpaksa ngantri dulu.

Selang beberapa menit, datang sepasang anak muda. Dengan gaya boncengan yang “norak” banget, mereka berhenti. Agaknya sudah lapar setelah jalan-jalan. Aku masih larut dalam lamunanku memikirkan catatan pinggir Gunawan Mohammad yang barusan ku baca “Syahrir di Pantai“. Tiba-tiba terdengar cekikikan cewek dari samping. Eh, ternyata anak muda yang lagi masyuk dengan alunan cinta ini lagi bermesraan. Sang cowok memegang lengan si cewek, ya pura-pura mijat gitu. Awww, suara teriakan cewek mengalihkan perhatian pembeli yang juga lagi ngantri. Sementara mereka semakin asyik tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Para cewek dengan celana setengah paha berseliweran memakai sepeda motor. Dengan santai dan pe-de. Ngak tahu teriknya mentari siang ini. Duh, kenapa terlalu banyak godaan syahwat di zaman ini?

Apakah arti kesucian cinta? Dimanakah pesona seorang wanita? Bisakah semua diraih dengan ikatan yang dinamakan pacaran? Show keindahan tubuh yang yang dibalut kain kekurangan bahan? Entahlah…

Di zaman, orang begitu mudah mengatakan kata-kata “munafik” telah membuat kontrol sosial semakin lemah. Hingga tak ada lagi wibawa dan batas-batas kesopanan. “Ah, sok suci”, “Munafik lo”. Itulah tembakan balasan kepada orang-orang yang memcoba untuk mengatakan mana yang baik dan mana yang tak diperbolehkan.

Mungkin dunia ini sudah terlalu tua. Ya, setiap orang akan dimintai pertanggung-jawaban sendiri-sendiri. Lagian, setiap orang punya pikiran dan hati nurani untuk berpikir mana yang salah, mana yang benar.

Ingatlah di Setiap Detik Kehidupanmu...

Mungkin tulisan seperti ini telah sering kita membaca ...
Namun alangkah indahnya ketika Allah memberikan izin untuk kembali mengulangnya...
Sebab itulah bukti kasih sayang-Nya...

Sebuah "pengingat" berharga yang ana dapat hari ini...
Di pekan usbu ruhiy...
Melalui http://www.dakwatuna.com
Oleh Dr. Attabiq Luthfi
***


Ruhiyah adalah bekal yang terbaik bagi setiap muslim, terutama bagi seorang da’i. Ruhiyah inilah yang akan memotivasi, menggerakkan dan kemudian menilai setiap perbuatan yang dilakukannya.. Keberadaan ruhiyah yang baik dan stabil menentukan kualitas sukses hidup seseorang, demikian juga dengan dakwah.

Sangat tepat ungkapan yang menyatakan,
“Ar-Ruhiyah qablad dakwah kama Annal Ilma qablal qauli wal amal”.

Ungkapan ini merupakan “iqtibas” dari salah satu judul bab dalam kitab shahih Al-Bukhari,
“Berilmu sebelum berbicara dan beramal, demikian juga memiliki ruhiyah yang baik sebelum berdakwah dan berjuang”.

Dalam konteks dakwah, menjaga dan mempertahankan ruhiyah harus senantiasa dilakukan sebelum beranjak ke medan dakwah, sehingga sangat ironis jika seseorang berdakwah tanpa mempersiapkan bekal ruhiyah yang maksimal, bisa jadi dakwahnya akan ”hambar” seperti juga ruhiyahnya yang sedang ”kering”.

Allah swt berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kalian bersama-sama, sujudlah dan sembahlah Tuhanmu, kemudian lakukanlah amal kebaikan, dan berjihadlah di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad”.
(Al-Hajj: 77-78)

Menurut susunannya, ayat di atas memuat perintah Allah kepada orang-orang yang beriman berdasarkan skala prioritas; diawali dengan perintah menjaga dan memperbaiki kualitas ruhiyah yang tercermin dalam tiga perintah Allah: ruku’, sujud dan ibadah, kemudian diiringi dengan implementasi dari ruhiyah tersebut dalam bentuk amal dan jihad yang benar. Yang diharapkan dari menjalankan perintah ayat ini sesuai dengan urutannya adalah agar kalian meraih kemenangan dan keberuntungan dalam seluruh aspek kehidupan, terlebih urusan yang kental dengan ruhiyah yaitu dakwah. Tentunya susunan ayat Al-Qur’an yang demikian bijak dan tepat bukan semata-mata hanya memenuhi aspek keindahan bahasa atau ketepatan makna, namun lebih dari itu, terdapat hikmah yang layak untuk digali karena susunan ayat atau surah dalam Al-Qur’an memang bersifat “tauqifiy” (berdasarkan wahyu, bukan ijtihad).

Peri pentingnya ruhiyah dalam dakwah dapat dipahami juga dari sejarah turunnya surah Al-Muzzammil. Surah ini secara hukum dapat dibagikan menjadi dua kelompok; kelompok yang pertama dari awal surah hingga ayat 19 yang berisi instruksi kewajiban shalat malam dan kelompok kedua yang berisi rukhshah dalam hukum qiyamul lail menjadi sunnah mu’akkadah, yaitu pada ayat yang terakhir, ayat 20.

Bisa dibayangkan satu tahun lamanya generasi terbaik dari umat ini melaksanakan kewajiban qiyamul lail layaknya sholat lima waktu semata-mata untuk mengisi dan memperkuat ruhiyah mereka sebelun segala sesuatunya. Baru di tahun berikutnya turun rukhshah dalam menjalankan sholat malam yang merupakan inti dari aktivitas memperkuat ruhiyah. Hal ini dilakukan, karena mereka memang dipersiapkan untuk mengemban amanah dakwah yang cukup berat dan berkesinambungan.

Pada tataran aplikasinya, stabilitas ruhiyah harus diuji dengan dua ujian sekaligus, yaitu ujian nikmat dan ujian cobaan atau musibah. Karena bisa jadi seseorang mampu mempertahankan ruhiyahnya dalam keadaan susah dan banyak mengalami ujian dan cobaan, namun saat dalam keadaan lapang dan senang, bisa saja ia lengah dan lupa dengan tugas utamanya.

Inilah yang dikhawatirkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya,
“Bukanlah kefaqiran yang sangat aku khawatirkan terjadi pada kalian, tetapi aku sangat khawatir jika (kemewahan, kesenangan) dunia dibentangkan luas atas kalian, kemudian karenanya kalian berlomba-lomba untuk meraihnya seperti yang pernah terjadi pada orang-orang sebelum kalian. Maka akhirnya kalian binasa sebagaimana mereka juga binasa karenanya”.
(Bukhari dan Muslim).

Maka seorang mukmin yang kualitas ruhiyahnya baik adalah yang mampu mempertahankannya dalam dua keadaan sekaligus.
Demikianlah yang pernah Rasulullah isyaratkan dalam sabdanya,
“Sungguh mempesona keadaan orang beriman itu; jika ia mendapat anugerah nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya. Namun jika ia ditimpa musibah ia bersabar dan itu juga baik baginya. Sikap sedemikian ini tidak akan muncul kecuali dari seorang mukmin”.
(Al-Bukhari)

Dalam konteks ini, contoh yang sempurna adalah Muhammad saw. Beliau mampu memelihara stabilitas ruhiyahnya dalam keadaan apapun; dalam keadaan suka dan duka, senang dan sukar, ringan dan berat. Justru, semakin besar nikmat yang diterima seseorang, mestinya semakin bertambah volume syukurnya. Semakin besar rasa syukurnya, maka akan semakin tinggi voltase dakwahnya. Begitu seterusnya sehingga wajar jika Rasulullah tampil sebagai abdan syakuran.

Karena memang demikian jaminan Allah swt,
“Barangsiapa yang bersyukur, maka pada hakikatnya ia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya”
(Luqman: 12).

Orang yang bersyukur akan memperoleh hasil syukurnya, yaitu kenikmatan ruhiyah yang ditandai dengan hidup menjadi lebih bahagia, tenteram dan sejahtera. Karena bersyukur hakikatnya adalah untuk dirinya sendiri.

Dan ternyata kesuksesan dakwah Rasulullah saw yang diteruskan oleh para sahabatnya sangat ditentukan –selain dari pertolongan Allah- dengan kekuatan ruhiyahnya. Selain dari qiyamul lail yang menjadi amaliyah rutin sepanjang masa, cahaya Al-Qur’an juga senantiasa menyinari hatinya.

Allah swt menegaskan dalam firman-Nya,
“Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Ia dibawa turun oleh Ar-ruhul Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan”.
(Asy-Syu’ara’: 192-194).

Demikian persiapan Muhammad sebelum menjadi Rasul yang akan memberi peringatan yang merupakan tugas yang berat dan mengandung resiko adalah dengan dibekali Al-Qur’an yang akan senantiasa mengarahkan hatinya.

Dalam hal ini, Dr. Yusuf Al-Qaradawi pernah menyatakan dengan tegas rahasia kekuatan Al-Qur’an, “
القرآن روح رباني تحيا به القلوب والعقول
“Al-Qur’an adalah kekuatan Rabbani yang akan menghidupkan hati dan pikiran”.

Al-Qur’an akan senantiasa memancarkan kekuatan Allah yang akan kembali menghidupkan hati dan pikiran yang sedang dirundung duka dan kemaksiatan. Kekuatan nabi Muhammad sendiri ada pada kekuatan hatinya yang senantiasa dicharge dengan cahaya Al-Qur’an. Dan demikian seharusnya, kekuatan dakwah seseorang ditentukan oleh kekuatan ruhiyahnya, bukan dengan aspek secondary dan formalitas lainnya.

Pada masa yang sama, agar ruhiyah tetap stabil terpelihara, maka harus dijaga dengan banyak beramal, meskipun hanya sedikit. Karena amal yang terbaik menurut Rasulullah saw adalah amal yang berkesinambungan,
“Sebaik-baik amal adalah yang berkesinambungan meskipun sedikit demi sedikit”.
(Tirmidzi).

Dalam konteks ini, Inkonsistensi ruhiyah pernah ditegur oleh Rasulullah saw,
“Janganlah kamu seperti si fulan; dahulu ia rajin qiyamul lail, kemudian ia tinggalkan”.

Penguatan aspek ruhiyah sebelum yang lainnya pada hakikatnya merupakan bentuk kewaspadaan seorang mukmin di hadapan musuh besarnya yaitu setan yang seringkali bergandeng bahu dengan manusia untuk melancarkan serangannya dan merealisasikan misinya. Tepat ungkapan Prof. Muhammad Mutawlli Asy-Sya’rawi:.
يأتى الشيطان من نقطة الضعف للانسان
“Setan akan senantiasa mengintai dan mencari titik lemah manusia”.

Dengan licik dan komit, setan senantiasa mengincar kelemahan manusia tanpa henti, karena ia tahu bahwa setiap manusia memiliki kelemahan dan oleh karenanya manusia diperintahkan untuk berlindung hanya kepada Allah dengan memperkuat aspek ruhiyahnya.

Demikianlah, aspek ruhiyah selalu menjadi potensi andalan para pemimpin dakwah yang telah menoreh tinta emas dalam sejarah dakwah ini. Mereka adalah orang-orang yang terbaik dalam kualitas ruhiyah dan amalnya.
“Ruhbanun bil Lail wa Fursanun bin Nahar”.

Bisa jadi kelemahan dan kelesuan dakwah memang berpangkal dari kelemahan dan kelesuan ruhiyah. Saatnya para da’i menyadari urgensi ruhiyah sebelum amal dakwah dengan memberi perhatian yang besar tentang aspek ini dalam pembinaan. Karena demikianlah memang dakwah mengajari kita melalui generasi terbaiknya.

Wallahu ‘alam bis shawab

ANTI VIRUS ASHOBIYAH

Miris sekaligus bangga terbesit di hati ketika diri baru terbangun dari tidur dan sesaat menyadari akan realitas yang terjadi bagi perkembangan da’wah dalam komunitas kita hari ini, sebut saja Komunitas Mahasiswa.

Bagaimana tidak, teman? Bangga itu tumbuh karena ternyata kuncup-kuncup mawar da’wah mulai mekar di hamparan padang yang sebelumnya terasa gersang dan iklim yang begitu menyesakkan karena tak ‘setetes embun penyejuk ruhiyah’ pun yang menghampiri benih-benih pemburu ilmu di kampus tercinta. Bahkan sebelumnya, pun akar-akar rumput yang meyakini adanya sumber pencerah dahaga di bawahnya tidak mampu menjangkau mata air-mata air yang terlalu jauh tersembunyi di balik lapisan-lapisan tanah yang teramat dalam. Senyum bangga di bibir ini mulai merekah teman…, ketika sang indera penglihatan menyaksikan bahwa para pejuang ilahi yang baru saja lahir dari rahim peradaban ini mulai mampu merangkak meski dengan tertatih-tatih. Mujahid-mujahid muda dengan ghirah yang dihimpunnya mencoba merekonstruksi sebuah bangunan legalitas da’wah yang dahulu pernah runtuh.

Secara kasat mata, geliat pergerakan da’wah mulai menunjukkan indikasi kebangkitannya. Sebagai bukti bahwa ternyata eksistensi muslimah dengan pakaian pelindungnya (red : jilbab) telah dianggap biasa oleh setiap pandangan mata di komunitas kita, bahkan ada anggapan luar biasa bagi sesosok akhwat yang mampu memunculkan powernya. Kata-kata ‘tarbiyah’ tidak lagi menjadi asing di pendengaran teman-teman mahasiswa. Ditambah lagi dengan mencuatnya berbagai jenis bulletin da’wah yang mulai menjamur dan menjadi bahan bacaan yang banyak dikonsumsi di mana-mana.

Namun sangat dilematis, teman…,

Bahwa sisi lain realitas hari ini juga menunjukkan sebuah kondisi yang cukup menyita air mata lewat tangisan kecil dalam dada ini. Sebuah kondisi dimana muncul ‘virus’ berbahaya yang boleh jadi sedang menjangkiti bagian paling urgen dari pribadi-pribadi kita saai ini yaitu hati.

Virus apakah itu…?? Dialah ‘ashobiyah’. Mungkin kita pernah mendengarnya, atau mungkin sudah sangat akrab menggelayut di telinga kita. Tetapi teramat disayangkan, kendati telah dimaknai padanan katanya dalam bahasa Indonesia, virus yang satu ini kerap kali transit di pelabuhan hati ketika seseorang telah memberanikan diri berlabuh dalam lautan da’wah. Tidak jarang pula virus tersebut mampu menggerayang tanpa disadari keberadaannya sehingga menghegemoni pola pikir dari aktivitas inangnya.

Virus ini secara istilah dikenal dengan fanatisme sempit. Lebih dalam lagi, ini diartikan sebagai perasaan bangga dan cinta yang berlebihan terhadap komunitas tertentu (red : jama’ah). Virus ini dikatakan berbahaya disebabkan efek kerjanya yang sanggup membelokkan pancaran ketulusan sebuah niat (red : ikhlas) hingga menjadi tabir penghalang keridhaan Allah SWT.

Pada pengidap virus ini kerap muncul gejala “mengklaim dirinya paling benar”, bahkan tidak jarang mengeluarkan statement ‘pengkafiran’ terhadap jama’ah lain. Dalam aktivitas da’wahnya, pengidap sering meremehkan ikhwa dari harakah lain. Perasaannya tidak pernah senang ketika ikhwa dari manhaj yang berbeda melakukan sebuah terobosan da’wah, bahkan ia akan senantiasa berpikir bahwa harakahnya dihalangi.

Padahal teman…, jikalau kita mengingat sebait hadits Rasulullah SAW, niscaya virus itu tak akan sempat untuk sekadar mampir di benak kita. Hadits itu berbunyi : “Tidak akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan meskipun hanya sebesar biji sawi”. Siapakah orang yang sombong itu?? Dialah orang yang tidak mau menerima kebenaran dan meremehkan orang lain.

Memang…, sebagai aktivis muda acap kali lupa bahwa kita saudara seakidah. Sering kali kita dibenturkan oleh perbedaan fikrah yang sesungguhnya merupakan masalah furu’ dan akan sangat menyita waktu dan energi ketika diperdebatkan. Lupakah kita bahwa harakiyah hanya sebuah kendaraan (sarana), bukan tujuan akhir? Lupakah kita bahwa ada musuh bersama di luar sana yang sedang mencabik-cabik harga diri umat Islam? Sadarkah kita bahwa virus itu hanya akan memperlambat pencapaian tujuan mulia bersama yaitu menjadikan islam sebagai ‘Guru Dunia’?

Jika pada detik ini teman…, mata kita telah terbuka, saudaramu ini ingin menawarkan sebuah antivirus yang diberi nama ‘antivirus ashobiyah’. Antivirus ini lebih relevan disebut manajemen qolbu (meminjam istilah Aa Gym). Namun mekanisme kerja dari antivirus ini lebih spesifik yaitu berupa suatu terapi yang dikenal dengan belajar menghargai. Sebuah istilah yang sangat sederhana namun amat berat dalam tataran teknis pelaksanaannya.

Antivirus ini sangat efektif sebab mampu meng-counter su-udzon- su’udzon terhadap ikhwa lain serta dapat membuat hati selalu bersih sehingga pancaran putih keridhaan Allah mampu menembus relung hati kita dan mampu menjadi penopang utama keberhasilan amanah da’wah yang kita emban.

Dengan belajar menghargai berarti kita sedang menjalani proses pendewasaan dalam berpikir karena kedewasaan berpikir adalah ketika kita mampu memilih dan mampu menghargai pilihan orang lain. Kedewasaan berpikir merupakan sayap yang bila difasilitasi dengan pundi-pundi ruhiyah yang ter-charge penuh akan mengantarkan kita ke sebuah puncak kejayaan Islam yang kita idam-idamkan bersama dan merupakan sebuah keniscayaan karena Allah Maha Menepati janji.

Semoga bermanfaat, teman….(mitha_farma)

Wallahu a’lam bishowaab.

If u want to comment my opinion please reply me at

mitha_farma@kammi.or.id

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More