This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

31 Desember 2008

Menikah di Jalan Dakwah

Ada tulisan nih dikutip dari buku “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”, karya Cahyadi Takariawan (buku yang menjadi salah satu mahar dalam pernikahanku).Di jalan apakah Anda menikah? Ada banyak jalan terbentang, mau pilih yang mana kita?

Ada jalan instinktif yang biasa dilalui manusia pada umumnya, bahwa pernikahan adalah cara menyalurkan kebutuhan biologis yang pasti muncul pada laki-laki dan perempuan dewasa. Jalan yang menghantarkan setiap orang, apapun agama dan ideologinya, untuk bisa mencintai dan menyayangi psangan hidupnya. Menumpahkan syahwat secara bertanggung jawab kepada pasangannya.
Binatang mengekspresikan keinginan berpasangan secara instinktif. Tentu saja binatang tidak memiliki tujuan yang ideologis dalam melaksanakan fungsi reproduktif. Mereka hanya diberi instink mengembangkan keturunan dengan jalan penyaluran libido seksual kepada lawan jenis. Mereka dibekali naluri yang kuat untuk mendekati lawan jenis dan melampiaskan keinginan instinktifnya.
Pilihan jalan ini bersifat tradisional, secara intuitif manusia memerlukan teman dan pasangan hidip. Maka mereka mencari pasangan semata-mata dengan orientasi besar penyaluran kebutuhan bilogis. Pilihan pasangan hidupnya pun sesuai dengan tujuan tersebut, yaitu harus bisa memuaskan keperluan syahwatnya secara optimal. Desakan untuk menikah karena pertimbangan usia yang semakin dewasa dan dorongan libido yang kian memuncak. Jalan ini merupakan pilihan masyarakat yang awam akan agama dan jauh dari sentuhan spiritulitas.
Di jalan apa Anda menikah? Ada ideologi materialisme yang menawarkan janji-janji serbamateri. Kekayaan, kemegahan, keserbapunyaan material akan menjadi tawaran utama tatkala anda menapakinya. Kehidupan layaknya borjuis, mengukur segala sesuatu berdasarkan aspek materi, kebaikan diukur dari segi melimpahnya harta dunia. Pesta pernikahan di dasar samudra, bulan madu di angkasa raya, malam pertama di California, itu janji-janjinya.
Perhatikan bagaimana Alah swt. mencirikan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah:
“…dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.”(Muhammad:12)

Mereka hidup hanya berfoya-foya, tidak mengenal orientasi ukhrawi. Hidup mereka penuh dengan kemelimpahan materi. Dampaknya ketika memutuskan untuk melaksanakan pernikahan, tolak ukur utamanya adalah materi. Memilih calon suami atau istri lebih meninjau sisi materialnya. Baik materi itu berupa kekayaan, atau materi dalam konteks kecantikan, ketampanan, bentuk tubuh, berat dan tinggi badan, warna kulit dan lain sebagainya.
Allah mencela orientasi materialisme, dengan mengungkapkan celaan pada pelakunya:
“Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang amat sangat (Al-Fajr:20)
Demkian juga Allah swt. Telah mengecam pemilik kemewahan yang berorientasi materialistis.
Bermegah-megah telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur (At Takatsur: 1-3)
Sebuah celaan yang amat dasyat, bagaimana orang berlomba-lomba dalam orientasi materi, sehingga membutakan mata ruhani dan membakar nafsu duniawi mereka. Sampai masuk kubur mereka masih berpikir membawa kemewahan dunia. Dalam ayat lai Allah mencela mereka yang senantiasa mengukur segala sesuatu dengan harta.
Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa harta itu dapat mengekalkannya. (Al Humazah:2-3)
Sebuah orientasi picik yang akan menghantarkan manusia menuju kehinaan. Benarlah kata-kata bijak yang mengingatkan akan masalah ini, “Barangsiapa orientasi dan cita-citanya hanyalah sebatas pada apa yang masuk ke dalam perutnya, maka nilai kemanusiannya tak lebih dari apa yang keluar dari perutnya.
Betapa banyak masyarakat kita yang rela meninggalkan keyakinan agamanya hanya karena ingin mendapatkan jodoh yang tampan, cantik dan kaya. Jika jalan ini menjadi pilihan anda, kerugian sudah pasti merupakan akibatnya. Ini adalah pilihan hidup yang menyesatkan, bukankah manusia memiliki sifat dasar tidak pernah bisa memuaskan?
Di jalan apa anda menikah? Ada jalan setan yang membentang luas di sebelah kanan dan kiri anda, mengajak anda melewatinya, dengan berbagai janji-janji keindahan dan kenikmatan. Setan menawarkan kebebasan melampiaskan hawa nafsu, kebebasan pemenuhan syahwat, berganti-ganti pasangan untuk saling menikmati sebelum terjadinya pernikahan.
“syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi.” (Al-Mujadilah:19)

Ketika manusia mulai dikuasai setan, yang bergerak dalam hati pikirannya hanyalah kekuasaan setan. Hawa nafsu telah menguasai gerak langkahnya, segala yang dilarang Allah tampak demikian indah dan menyenangkan, mereka telah mengabdi kepada kepentingan nafsunya sendiri.

Setan berusaha dengan sekuat tenaga mereka untuk membangkitkan angan-angan kosong pada manusia yang lengah dan lalai dari dzikrullah. Jalan setan dipenuhi dengan hiasan-hiasan keindahan versi setan, hidup dalam angan-angan kosong, khayalan, lamunan berkepanjangan, mengandai-andaikan keindahan hidup. Lalu bagaimana mungkin anda akan memilih menikah di jalan setan, padahal jelas-jelas akan menipu dan menyesatkan?
\
Di jalan apakah anda menikah? Nun jauh disana, ada kehidupan lain yang menolak kemewahan. Adalah serbaruhani. Dimana keridakpunyaan menjadi dasar pilihannya. Kehidupan material harus ditinggalkan karena sumber permasalahan. Harta adalah sampah dunia yang kotor dan menjijikkan. Keluarga yang bergelimang dalam kehidupan materi akan malenakan, jangan mencari materi, sebab ia akan menyesatka. Orientasi serbamateri membawa anda kepada kehidupan kehinaan, sebab nafsu memiliki benda-benda adalah syahwat yang membakar dan menghanguskan. Materi akan menghinakan anda, maka berpalinglah darinya, begitu prinsip merka yang berada di jalan serbaruhani.
Antitesa dari jalan serbamateri adalah jalan serbaruhani. Perlawanan kultural dan ideologis, vis a vis, melawan kemewahan dengan ketiadaan, melawan kerakusan dengan keberpalingan dari dunia, melawan keberadaan dengan ketiadaberadaan. Jalan ini amat menistakan keberlimangan material, menolak hidup berlimpah harta, tubuh gemuk, malas ibadah dan pula syahwat menguasai hidup, akan tetapi mereka melawan dengan ekstrim di sisi yang lain.
Sesungguhnya Islam tidak mengharamkan materi selama diperoleh dengan cara yang benar. Islam menganggap harta adalah bagian dari perhiasan dunia yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang dan mengamalkan kebaikan. Sekalipun Islam tidak menghendaki umatnya berorientasi serba materi, akan tetapi juga menolak jalan serbaruhani yang menolak kepentingan materi.

Di jalan apakah anda menikah? Terbentang pula dengan lurus dan amat luas jalan dakwah. Jalan para Nabi dan syuhada, jalan orang-orang saleh, jalan para ahli surga yang kini telah bercengkerama di taman-tamannya:
Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik”. (Yusuf:108)

Hadzihi sabili, inilah jalanku, yakni ad’u ilallah, aku senantuasa mengajak manusia kepada Allah. Fi’il mudhari’ yang digunakan pada kalimat ad’u ilallah semakin menegaskan bahwa dakwah adalah pekerjaan yang sedang dan akan terus-menerus dilakukan kaum muslimin, yaitu ana, Rasulullah saw, wamanittaba’ani dan orang-orang yang mengikuti Rasullullah saw sampai akhir zaman nanti.
Inilah jalanku, yaitu jalan dakwah, jalan yang membentang lurus menuju kebahagiaan dan kepastian akhir. Jalan yang dipilihkan Allah untuk para Nabi, dan orang-orang yang setia mengikuti mereka. Jalan inilah yang menghantarkan Nabi saw menikahi istri-istrinya. Jalan ini yang mengantarkan Ummu Sulaim menerima pinangan Abu Thalhah. Jalan yang menyebabkan bertemunya Ali r.a dan Fatimah az-Zahra dalam sebuah keluarga. Di jalan dakwah itulah Nabi saw menikahi Ummahatul Mukminin. Di jalan itu pula para sahabat Nabi menikah. Di jalan dakwah itulah orang-orang saleh membina rumah tangga. Jalan ini menawarkan kelurusan orientasi, bahwa pernikahan adalah ibadah. Bahwa berkeluarga adalah salah satu tahapan dakwah untuk menegakkan kedaulatan di muka bumi Allah.
dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am:153)

Menikah di jalan dakwah akan mendapatkan keberuntungan. Di jalan ini para sahabat Nabi melangkah, di jalan ini mereka menikah, di jalan ini pula mereka meninggal sebagai syahid dengan kematian yang indah. Jalan yang tak pernah memberikan kerugian. Justru senantiasa menjadi invesatasi masa depan yang menguntungkan di dunia maupun akhirat.
Di jalan ini kecenderungan ruhiyah amat mendapat perhatian, akan tetapi tidak mengabaikan segi-segi materi. Di jalan ini setan terkalahkan oleh orientasi Rabbani, dan menuntun prosesnya, dari awal sampai akhir, senantiasa memiliki kontribusi terhadap kebaikan dan umat. Sejak dari persiapan diri, pemilihan jodoh, peminangan, akad nikah hingga walimah dan hidup satu rumah. Tiada yang dilakukan kecuali dalam kerangka kesemestaan dakwah.

(dikutip dari buku “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”, karya Cahyadi Takariawan)

Tarbiyah sebuah proses pembentukkan

Tulisan ini kupersembahkan untuk teman-tamanku di sekolah alam natur islam... met membaca, semoga bermanfaat

..................................................................................

Tarbiyah… sebenarnya apa tujuan dari tarbiyah itu? Baik murobbi maupun mutarobbi seharusnya paham akan tujuan tarbiyah sehingga tarbiyah tidak hanya sekedar rutinitas tapi ada target atau tujuan yang dicapai.

Tarbiyah, Sebuah Proses Pembentukan

Ust. Abdul Muiz, MA

Pengertian Tarbiyah secara bahasa tansyiah (pembentukan), riayah (pemeliharaan), tanmiyah (pengembangan), dan taujih (pengarahan)
Maka proses tarbiyah yang kita lakukan dengan menggunakan sarana dan media bermacam-macam, seperti halaqah, tatsqif, ta’lim fil masjid, mukhoyyam, lailatul katibah dan lainnya harus memperhatikan empat hal di atas sebagai langkah-langkah praktis untuk sampai pada tujuan strategis, yaitu terbentuknya pribadi muslim atau shalih mushlih.

1.Tansyi’ah (Pembentukan)
Dalam proses tansyi’ah harus memperhatikan tiga sisi penting, yaitu:
a. Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah
Pembentukan ruhiyah ma’nawiyah dapat dilakukan dengan kegiatan-kegiatan ibadah seperti qiyamul lail, shaum sunnaah, tilawah Qur’an, dzikir, dan lain-lain. Para murabbi harus mampu menjadikan sarana-sarana tarbiyah ruhiyah semisal mabit, lailatul katibah, jalasah ruhiyah, dalam membentuk pribadi mutarobbi pada sisi ruhiyah ma’nawiyahnya dirasakan serta disadari oleh mutarobbi bahwa ia sedang menjalani proses pembentukan ma’nawiyah ruhiyah. Jangan sampai mabit hanya untuk mabit.

b. Pembentukan fikriyah tsaqafiyah
Sarana dan media tarbiyah tsaqofah harus dijadikan sebagai sarana dan media yang dapat membentuk peserta tarbiyah pada sisi fikriyah tsaqafiyah, jangan sampai tatsqif untuk tatsqif dan ta’lim untuk ta’lim, tetapi harus jelas tujuannya bahwa tatsqif untuk pembentukan tasaqofah yang benar dan utuh, ta’lim untuk tsaqofah fid dien dan ini harus disadari dan dirasakan oleh murabbi dan mutarobbi.

c. Amaliyah harakiyah
Proses tarbiyah selain bertujuan membentuk pribadi dari sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqafiyah juga bertujuan membentuk amaliyah harakiyah yang harus dilakukan secaa bebarengan dan berkisanambungan seperti kewajiban rekruitmen dengan da’wah fardiyah, da’wah amah dan bentuk-bentuk nayrud tarbiyah lainnya, serta pengelolaan halaqoh tarbiyah yang baru sehingga sisi ruhiyah ma’nawiyah dan fikriyah tsaqofiyah teraktualisasi dan terformulasikan dalam bentuk amal nyata dan kegiatan riil serta dirasakan oleh lingkungan dari masyarakat luas.

2.Ar-Riayah (Pemeliharaan)
Kepribadian Islami yang sudah atau muai terbentuk harus dijaga dan dipelihara ma’nawiyah, fikriyah tsaqofiyah dan amaliyahnya dan ditaqwin (dievaluasi) sehingga jangan sampai ada yang berkurang, menurun atau melemah. Dengan demikian kualitas dan kuantitas ibadah ritual, wawasan konseptual, fikrah dan harakah tetap terjaga dan terpelihara dengan baik. Tidak ada penurunan dalan tilawah yaumiyah, qiyamul lail, shaum sunnah, baca buku, tatsqif, liqoat tarbiyah dan aktifitas da’wah serta pembinaan kader.

3. At-Tanmiyah (Pengembangan)
Dalam proses tarbiyah, murabbi dan mutarobbi tidak boleh puas dengan apa yang ada dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, apalagi menganggap sudah sempurna. Murobbi dan mutarrobbi yang baik adalah murobbi dan mutaroobi yang selalu memperbaiki kekurangan dan kelemahan serta meningkatkan kualitas, berpandangan jauh ke depan, bahwa tarbiyah harus siap dan mampu menawarkan konsep perubahan dan dapat mengajukan solusi dan berbagai permasalahan umat dan berani tampil memimpin umat. Oleh karenanya kualitas diri dan jama’ah merupakan suatu tuntutan dan kebutuhan dalam proses tarbiyah.

4.At-Taujjh (Pengarahan) dan At-Tauzif (Pemberdayaan)
Tarbiyah tidak hanya bertujuan untuk melahirkan manusia yang baik dan berkualitas secara pribadi namun harus mampu memberdayakan dan kualitas diri untuk menjadi unsure perubahan yang aktif dan produktif (Al muslim as shalih al mushlih).
Murobbi dapat mengarahkan, memfungsikan dan memberdayakan mutarobbinya sesuai dengan bidang dan kapasitasnya. Mutarobbi siap untuk diarahkan, ditugaskan, ditempatkan dan difungsikan, sehingga dapat memberikan kontribusi riil untuk da’wah, jama’ah dan umat, tidak ragu berjuang dan berkorban demi tegaknya dienul Islam.
“Dan di antara orang-orang yang beriman itu ada orang-orang yang menjadi apa yang mereka telah janjikan kepada Allah, maka di anatra mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya (QS….)

Indikasi keberhasilan tarbiyah bisa dilihat pada peran dan kontribusi kader dalam penyebaran fikrah, pembentukan masyarakat Islam, memerangi kemungkaran, memberantas kerusakan dan mampu mengarahkan dan membimbing umat ke jalan Allah. Serta dalam keadaan siap menghadapi segala bentuk kebatilan yang menghadang lajunya da’wah Islam
“Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.” (QS. 9:111)

Semoga Allah selalu bersama kita dan kemenangan memilih kepada kita.
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad:7)

Ngaji Yuk..!

Pernah nggak merasa bete, nggak bersemangat, males beribadah dan sejenisnya, mungkin nggak cuma pernah ngalami tapi juga sering terjadi. Itulah ketika kondisi ruhiyah kering kerontang (emang sumur he..he..) alias futur. Udah dikasih minum belum?? Loh koq..? Beneran nich, ruhiyah butuh makan/minum, cuman bedanya bukan minum air atau makan nasi. Jika kita tidak memenuhi kebutuhan ruhiyah, berarti sama artinya kita mendzolimi diri kita sendiri. Why??
Hak diri kita yang harus kita penuhi adalah hak terhadap jasmaniah, fikriyah, dan ruhiyah. Hak terhadap jasmani bisa kita penuhi dengan makan dan minum. Hak fikriyah bisa kita penuhi dengan belajar, sedangkan hak ruhiyah bisa kita penuhi dengan mendekatkan diri kepada Allah. Makanan ruhiyah bisa kita dapatkan di majelis-majelis Allah(majelis yang disitu banyak disebut nama Allah), misalnya kajian-kajian Islam atau forum-forum halaqah. Forum-forum seperti itu juga diibaratkan sebagai pom bensin sebagai tempat beli bensin setelah lama berkendaraan atau charger hanphone setelah baterainya lowbat. Begitu pula dengan diri kita yang sehari-hari banyak disibukkan oleh berbagai aktifitas, ada aktifitas rumahtangga, kuliah, kerja, dakwah, dll yang semuanya itu membutuhkan supply tenaga dan semangat baru ketika habis terpakai. Udah nyambung belom dari tadi.. :)
Ngaji…yang dimaksud disini bukan sekedar baca Al Qur’an saja lho.. mungkin masih banyak orang yang mendefinisikan seperti itu. Tapi yang dimaksud ngaji disini lebih luas lagi. Disitu kita bisa mengkaji/mempelajari Islam, Al Qur’an, fiqih ibadah, aqidah, dll. Kita sebagai seorang muslim tentunya gak hanya berlabel Islam saja kan. Tapi Islam menjadi pedoman/jalan hidup kita. Bagaimana mau melaksanakan ajaran Islam jika kita tidak mempelajarinya? Bagaimana kita mau diterima ibadah kita jika tidak tahu bagaimana ibadah yang benar. Bagaimana mau disebut sebagai orang muslim jika lebih tahu kisahnya para selebritis daripada syirah para nabi dan sahabat.
Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk mempelajarinya. Bisa dengan membaca buku-buku Islam atau kalo orang IT biasanya lebih suka baca di internet, udah banyak situs-situs Islam yang bisa kita jadikan tempat belajar. Tapi untuk cara ini kurang interaktif, belajarnya hanya searah. Bisa juga dengan mendengarkan kajian lewat radio/TV, orang-orang ’sibuker’ bisa meluangkan waktunya untuk itu sambil melepas lelah, cuman yang ini juga tidak interaktif dan sekarang di TV pun acara-acara kajian semacam ini semakin sedikit.
Cara lain yakni dengan mengikuti kajian-kajian Islam yang biasa diadakan di masjid atau mushola, di kampus-kampus, dan saat ini tidak jarang pula kantor-kantor atau instansi yang mengadakan kajian rutin.Yang ini lebih interaktif karena ada sesi tanya jawab meskipun terbatas. Jadi jika di tempat kerja atau kuliah anda sudah ada majelis-majelis seperti itu ikutilah dengan rajin dan hidupkanlah biar semarak, minimal 1 minggu sekali. Jika belum ada, maka anda bisa mulai merintisnya. Jika kesulitan, sekarang kan udah banyak lembaga-lembaga dakwah yang bisa membantu mengadakan pengajian di kantor/instansi. Ayo.. warnai lingkungan kita dengan nilai-nilai Islam dan… “Sesungguhnya jika sesorang mendapat hidayah dengan perantaramu maka itu lebih baik dari dunia seisinya”
Cara lain dengan membentuk halaqah(lingkaran), disitu kita bisa saling belajar dan tentunya harus ada yang membimbing. Cara ini lebih interaktif karena kita bisa lebih leluasa untuk sharing dan diskusi. Selain itu kita bisa mempererat ukhuwah dengan saudara-saudara kita dan bisa diadakan rutin sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama. Materi dan bentuk acaranya pun bisa bervariasi, kadang bisa diselingi dengan rihlah(jalan-jalan), riyadhoh(olah raga), makan-makan, dsb.
Banyak lho manfaat yang bisa kita dapatkan dari majelis-majelis seperti itu. Ada 4 nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang yang suka menghadiri majelis-majelis Allah. Yang pertama, akan merasakan ketentraman dunia dan akhirat. Yang kedua, Allah akan mengaruniakan rahmat kepada diri kita. Yang ketiga, mendapat respon dari malaikat, yaitu malaikat memohonkan ampun bagi yang hadir di majelis itu dan mencatat pahala mereka. Yang keempat, akan mendapat rekomendasi Allah, yaitu mendapat naungan dari Allah di akhir jaman nanti ketika tidak ada naungan selain naungan dari Allah.
Ada lagi nih, kita bisa menjadi kebanggan Allah di hadapan para malaikatnya, seperti dalam hadist Rasulullah, “….Ketika beliau keluar tiba-tiba beliau dapatkan para sahabat duduk dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, “Apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?”. Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.” Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku, memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat. (Potongan HR.Muslim, dari Abu Sa’id, dan Mu’awiyah)
Subhanallah, begitu semangatnya para sahabat Rasulullah dalam mengaji. Apakah kita tidak merasa iri kepada mereka yang dibanggakan Allah di hadapan para malaikat. Ternyata ngaji itu asyik lho.. gak percaya ?? Buktikan sendiri !! Ini ada petikan dari bukunya Salim A.Fillah “Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan” (koq gak nyambung ya, baca aja bukunya biar nyambung he..he.. ) tentang gambaran sebuah halaqah.
Di tempat inilah disambung keteladanan sejarah. Di forum seperti yang dicontohkan para sahabat di atas, para ghuraba (orang-orang terasing) masa kini mewujudkan sabada Nabi bahwa mu’min itu cermin bagi mu’min yang lain. Mereka saling bercermin diri, tentang shalat malam dan puasa sunnahnya. Semangatnya tergugah mendengar yang lain menyalip amal-amalnya.
Mereka saling menyebutkan kabar gembira sampai semua merasa bahagia mendengar salah seorang sahabatnya mendapat nilai A. Mereka saling berbagi agar masalah tak terasa sendiri dihadapi. Ada yang bercerita tentang amanah-amanah dakwahnya yang katanya semakin mengasyikkan, atau semakin menantang. Yang berkeluasan rizki membawakan pisang goreng yang tadi pagi dibuat ibunya atau mangga yang dipetik dari halaman rumahnya.
Sesekali mereka ganti setting forumnya, dengan mabid (menginap) agar bisa lebih panjang bercengkerama. Lalu mereka dirikan Qiyamullail bersama. Pernah juga mereka rihlah (berwisata). Mereka bertemu di tempat rekreasi yang sepi, mengingat Ilahi dan mengagumi ciptaanNya. Mereka berdiskusi disaksikan air terjun, punggung bukit bercemara, hutan berlembah yang menawan, atau pasir pantai memutih diterpa gelombang.
Tentu saja yang jauh lebih utama, mereka mengingat Allah dalam sebuah kumpulan, agar Allah mengingat mereka dalam kumpulan yang lebih baik. Mereka baca kitabullah, mereka kupas isinya, mereka dapati bahwa Al Qur’an menyuruh mereka bersaudara dalam cinta dan mentauhidkan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Tidak ada tekad ketika bubar dan saling bersalaman mendoakan, selain agar yang mereka bahas menjadi amal kenyataan.
“Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitabullah, dan mempelajari di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi majelisnya, Malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisi-Nya” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah)
Di sana kita bisa jumpai wajah saudara yang jenaka, yang pendiam, dan yang tampak lelah karena banyak amanah. Tapi Subhanallah…ini adalah cahaya yang bergetar di antara mereka. Ia bergetar untuk menjadi refleksi jiwa, percepatan perbaikan diri dan perbaikan ummat dalam medium atmosfer cinta. Maka tepatlah jika forum seperti ini disebut sebagai Getar Cahaya di Atmosfer Cinta.
Bahkan ketika suatu waktu anda yang belum pernah mengikuti forum ini tidak sengaja menemui mereka sedang ada di masjid kampus atau masjid kampung, mushola sekolah atau rumah seorang ustadz , lalu anda bergabung dengan niat serta keperluan yang lain atau mungkin kerena iseng saja, Insya Allah anda tidakkan kecewa.
“… Seorang malaikat berkata, “Rabbi di majelis itu ada orang yang bukan dari golongan majelis itu. Allah berfirman, “Mereka adalah ahli majelis yang tiada akan kecewa siapa pun yang duduk mem-bersamainya!” (Potongan hadits Mutaffaq ‘Alaih, dari Abu Hurairah, lihat Riyadhush Shalihin Bab Keutamaan Lingkaran Majelis Dikir)
Maka demi Allah, apa yang anda tunggu? Perkenalkan diri anda pada mereka sejelas-jelasnya. Katakan, anda ingin bergabung dengan pertemuan pekanan mereka. Kalau majelis itu sudah terlalu sesak, lalu efektifitasnya drop, pengasuh majelis itu Insya Allah akan mencarikan majelis lain yang indah untuk anda. Kalau di kampus anda ada kegiatan bernama Mentoring maka bergabunglah. Setelah itu, bisa jadi Allah akan menguji anda, mungkin dengan perasaan bawah majelis ini tidak seperti yang anda harapkan, maka bersabarlah…
Mungkin kadang kita tak merasakan nimatnya majelis kebersamaan ini. Padahal orang lain akan melihat kita berubah dan semakin buruk saat kita berhenti menghadirinya untuk waktu yang cukup lama. Memang, ia hanya sepekan sekali. Tetapi bagaimanapun kita tahu, majelis ini adalah majelis ‘ilmu dan dikir yang tak berhenti sampai bubarnya lingkaran. Ketika mereka menutup pertemuan dan pergi untuk keperluan masing-masing, lingkaran itu hanya melebar. Ia melebar seluas aktivitas mereka.

Itu tadi cuplikannya, seru kan.. Jadi..tunggu apa lagi ?? Kita ngaji yuk…!! Ngaji bukan hanya buat yang muda atau pelajar/mahasiswa saja, tapi kita semuanya butuh kan? Bukankah menuntut ilmu itu sejak dalam kandungan sampai ke liang lahat, jadi tak ada batasan usia juga untuk belajar Islam, selama hayat masih di kandung badan, cie… :) Mahasiswa pun gak hanya mahasiswa baru saja (biasanya disebut mentoring) tetapi mahasiswa lama pun ngajinya harus tetep jalan. Bahkan ketika dah lulus dan kerja harusnya juga tetep jalan. Mungkin ada yang bilang tidak ada waktu untuk ngaji karena sibuk kuliah atau kerja. Apa benar begitu? Kalo nonton TV atau nonton bola bisa berjam-jam, kenapa ngaji yang hanya 2 jam saja nggak sempat? Dan satu lagi, waktu yang kita pake untuk ngaji bukanlah waktu sisa, tapi memang harus kita luangkan. Jadi bukan hanya jika sempat saja kita ngaji, tapi sempat gak sempat harus kita luangkan, minimal seminggu sekali lah.
Bingung cari kelompok/halaqah? Cobalah dulu ikut kajian2 rutin yang diadakan di masjid-masjid, kampus-kampus atau mungkin juga kantor-kantor. Insya Allah jika anda punya niat ikhlas dan punya komitme, Allah akan memberi kemudahan, bisa jadi anda akan menemukan sebuah halaqah yang menyejukkan atau bisa juga kita merintisnya sendiri.
Wallahu ‘alam bishowab

Kenapa Harus Tarbiyah....?

Tarbiyah saat ini telah menjadi sebuah fenomena tersendiri di bumi khatulistiwa ini. Terbukti dengan maraknya kajian keislaman yang diadakan hamper di seluruh tempat terutama di lingkungan yang isinya orang-orang yang ‘makan bangku’ pendidikan.

Di tengah kehidupan yang serba hedonisme dan cenderung bergaya ‘westlife’ ini kehadiran Tarbiyah bagaikan setetes embun di tengah kering dan gersangnya hidup. Apalagi invasi pemikiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam lewat berbagai cara telah berhasil dan sangat mewarnai kehidupan bangsa kita yang mayoritas adalah muslim. Karenanya sebagai khairu ummah kita harus melawannya dengan cara yang sama. Seluruh potensi yang kita miliki harus dioptimalkan. Dan pondasi awal untuk bisa mengoptimalkan potensi Al-Insaan yang ada dalam diri kita adalah Tarbiyah.


Pentingnya Tarbiyah

Tarbiyah sangat penting sebagai imunitas dalam menghadapi serangan musuh, selain sebagai sarana penguat aqidah. Karena Tarbiyah adalah sebuah sarana untuk membentuk pribadi dambaan ummat hingga mampu membentuk komunitas Islami menuju terwujudnya kembali sebuah peradaban ideal.

Tarbiyah yang merupakan sebuah kemestian, keharusan bagi pada da’I Islam memiliki karakteristik tersendiri yang menjadikannya ‘begitu indah’. Rabbaniyah, sebagaimana karakter Islam itu sendiri, Tarbiyah pun bersumber dan bertujuan hanya kepada Allah. Lalu tadaruj atau bertahap. Dakwah adalah sebuah proses dan tahapan, sehingga Tarbiyah pun dilakukan dan berjalan secara bertahap, step by step, sehingga tidak memberatkan dan memaksakan meski juga tidak ringan. Selain itu dalam Tarbiyah juga berlaku tawazun alias seimbang . Artinya menempatkan segala sesuatu pada haknya. Dan juga syaamil atau universal, menyentuh seluruh lini dan sisi kehidupan. Karena Tarbiyah sebagai pondasi dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamiin –‘memanusiakan’ manusia. Terakhir dalam tarbiyah tidak mengenal kata cukup atau berhenti, ia berkesinambungan (istimror) sepanjang hidup. Atau yang disebut life education alias Tarbiyah madal hayah


Proses Tarbiyah

Tarbiyah dalam prosesnya dapat dilakukan minimal dengan tiga pendekatan; idealis, taktis, dan operacional.

Pendekatan idealis adalah jalan bagi pada da’i Islam, tidak ada jalan lain karena jalannya adalah jalan tarbawi yang memiliki tiga karakter mendasar.

Pertama, sulit tapi hasilnya berkualitas.Proses tarbiyah ibarat menanam pohon jati, senantiasa harus dijaga dan diperlihara sehingga akarnya tetap kuat dan tidak goyah diterpa badai dan angin kencangn. Karenanya jalan Tarbawi merupakan proses pembentukan pribadi dambaan. Kedua, proses yang panjang tapi terjaga kemurniannya. Dakwah adalah jalan panjang yang tidak hanya dilalui oleh satu generasi. Akan tetapi, meski terkadang untuk mencapai target dan sasaran tertentu harus melalui sekian banyak generasi, Asholah-nya tetap terjaga dan hammasah tetap terpelihara. Tarbiyah membentuk pribadi telah yang teruji dengan panjangnya mata rantai perjalanan dakwah serta pribadi yang tak kekang karena panas dan tak lapuk karena hujan. Ketiga, lambat tapi hasilnya terjamin. Dakwah ibarat kompetisi dan bukan perlombaan, untuk itu diperlukan kesabaran dan keuletan dengan ’staying power untuk mencapai target dan sasaran dengan kualitas terjamin. Kompetisi memang terlihat lama dan lambat, akan tetapi potensi dan tenaga terdistribusi secara kolektif dan perpaduan kerjasama terarah secara baik untuk memberikan sebuah jaminan kesuksesan di akhir kompetisi. Watak perjalanan dakwah yang lamabat harus dilihat dari proses dan tahapannya, bukan dari perangai para pelakunya (okum da’i), karena perangai yang lambar adalah sebuah kelalaian. Dan salah satu jaminan dari proses tarbiyah adalah lahirnya kepribadian yang integral, tidak mendua, dan tidak terbelah, yang akan tampak sejauh mana keterjaminannya bila dihadapkan oleh situasi dan kondisi yang menguji integritas kepribadiannya.

Setelah ketiga faktor idealis di atas terelisasi dengan baik, maka langkah berikutnya adalah memetaka langkah-langkah taktis, untuk menyeimbangkan luasnya medan dakwah dengan jumlah kader serta menyelaraskan dukungan massa dengan potensi Tarbiyah.

Terakhir adalah langkah strategis, dan dalam hal ini yang paling penting dalam sebuah perjalanan dakwah adalah fokus untuk menyusun barisan kader serta untuk menghindari terjadinya ”lost generation”, perlu dirumuskan strategi untuk membina kader-kader baru.

Penutup

Saat terjadi gelombang pemurtadan yang luar biasa di masa Abu Bakar RA., di sepertiga jazirah Arab yang selamat kader dakwah di wilayah itu dijaga dan dipelihara. Lalu pembinaan terhadap kader-kader batu yangkebanyakan adalah tawanan perang Riddah terus dijalankan hingga masa Umar bin Khattab RA. Pada saat perang Qadisiyah, kader-kader baru yang dibina mayoritas berada di garis terdepan bahkan tak jarang di antaranya kemudian terkenal sebagai panglima dan komandan pasukan Islam. Dan itulah hasil Tarbiyah (QS. Ali Imran:146)

sumber: majalah Al Izzah September 2002

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More